Pelaku maksiat adalah orang yang bodoh di sisi Allah…!!!
Meskipun…. Ia adalah seorang yang hafal Qur'aan..
Meskipun ia seorang berilmu agama…., bahkan…
Meskipun ia adalah seorang ustadz panutan masyarakat..!!!
Meskipun ia merasa dirinya pintar…!!!
Allah berfirman :
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa : 17)
Abul 'Aaliyah berkata, "Aku bertanya kepada para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ayat ini maka mereka berkata kepadaku, كُلُّ مَنْ عَصَى اللهَ فَهُوَ جَاهِلٌ ((Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah maka ia adalah orang jahil/bodoh))" (Lihat Tafsiir At-Thobari 8/89)
Demikian pula perkataan para mufassirin (ahli tafsir). Ibnu Abbaas radhiallahu 'anhumaa berkata, مَنْ عَمِلَ السُّوْءَ فَهُوَ جَاهِلٌ، مِنْ جَهَالَتِهِ عَمِلَ السُّوْءِ ((Barangsiapa yang melakukan keburukan/maksiat maka ia adalah orang jahil, karena kebodohannya maka ia melakukan kemaksiatan)) (Tafsiir At-Thobari 8/90)
Mujahid berkata, كُلُّ مَنْ عَصَى رَبَّهُ فَهُوَ جَاهِلٌ حَتَّى يَنْزِعَ عَنْ مَعْصِيَتِهِ ((Setiap orang yang bermaksiat kepada Robbnya maka ia adalah orang jahil hingga ia meninggalkan kemaksiatannya tersebut)) (Tafsiir At-Thobari 8/89)
Allah juga menekankan hal ini dalam ayat-ayat yang lain, yaitu firmanNya :
أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Bahwasanya barang siapa di antara kalian yang berbuat keburukan dengan kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-An'aam ; 54)
Allah juga berfirman :
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Kemudian, Sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan dengan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nahl : 119)
Para pembaca yang budiman, ayat-ayat di atas menunjukan bahwa setiap orang yang melakukan kemaksiatan adalah orang yang pada hakekatnya bodoh hingga ia meninggalkan kemaksiatan tersebut.
Dan kebodohan yang disebutkan dalam ayat ini yang menjangkiti pelaku kemaksiatan bukanlah kebodohan atau ketidaktahuan akan hukum kemaksiatan yang ia lakukan. Karena jika seseorang tidak mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut merupakan kemaksiatan maka tentunya ia tidak akan dihukumi oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud dengan kebodohan di dalam ayat ini adalah kebodohan yang hakiki.
Hakekat kebodohannya –sebagaimana keterangan para ulama- bisa ditinjau dari beberapa sisi, diantaranya :
Meskipun…. Ia adalah seorang yang hafal Qur'aan..
Meskipun ia seorang berilmu agama…., bahkan…
Meskipun ia adalah seorang ustadz panutan masyarakat..!!!
Meskipun ia merasa dirinya pintar…!!!
Allah berfirman :
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa : 17)
Abul 'Aaliyah berkata, "Aku bertanya kepada para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ayat ini maka mereka berkata kepadaku, كُلُّ مَنْ عَصَى اللهَ فَهُوَ جَاهِلٌ ((Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah maka ia adalah orang jahil/bodoh))" (Lihat Tafsiir At-Thobari 8/89)
Demikian pula perkataan para mufassirin (ahli tafsir). Ibnu Abbaas radhiallahu 'anhumaa berkata, مَنْ عَمِلَ السُّوْءَ فَهُوَ جَاهِلٌ، مِنْ جَهَالَتِهِ عَمِلَ السُّوْءِ ((Barangsiapa yang melakukan keburukan/maksiat maka ia adalah orang jahil, karena kebodohannya maka ia melakukan kemaksiatan)) (Tafsiir At-Thobari 8/90)
Mujahid berkata, كُلُّ مَنْ عَصَى رَبَّهُ فَهُوَ جَاهِلٌ حَتَّى يَنْزِعَ عَنْ مَعْصِيَتِهِ ((Setiap orang yang bermaksiat kepada Robbnya maka ia adalah orang jahil hingga ia meninggalkan kemaksiatannya tersebut)) (Tafsiir At-Thobari 8/89)
Allah juga menekankan hal ini dalam ayat-ayat yang lain, yaitu firmanNya :
أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Bahwasanya barang siapa di antara kalian yang berbuat keburukan dengan kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-An'aam ; 54)
Allah juga berfirman :
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Kemudian, Sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan dengan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nahl : 119)
Para pembaca yang budiman, ayat-ayat di atas menunjukan bahwa setiap orang yang melakukan kemaksiatan adalah orang yang pada hakekatnya bodoh hingga ia meninggalkan kemaksiatan tersebut.
Dan kebodohan yang disebutkan dalam ayat ini yang menjangkiti pelaku kemaksiatan bukanlah kebodohan atau ketidaktahuan akan hukum kemaksiatan yang ia lakukan. Karena jika seseorang tidak mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut merupakan kemaksiatan maka tentunya ia tidak akan dihukumi oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud dengan kebodohan di dalam ayat ini adalah kebodohan yang hakiki.
Hakekat kebodohannya –sebagaimana keterangan para ulama- bisa ditinjau dari beberapa sisi, diantaranya :
- Tatkala bermaksiat sesungguhnya ia bodoh bahwasanya Allah sedang melihatnya, dan sedang mengawasinya, dan mencatat seluruh perbuatan maksiatnya tersebut
- Ia bodoh akan akibat buruk yang timbul dari perbuatan maksiatnya tersebut, diantaranya berkurangnya imannya atau bisa jadi menyebabkan hilangnya keimanannya
- Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut menyebabkan kemurkaan Allah
- Ia bodoh bahwasanya perbuatannya tersebut bisa menyebabkan siksaan yang pedih di akhirat kelak (Lihat penjelasan Syaikh As-Sa'di dalam tafsirnya hal 171)
- Terlebih lagi ia semakin bodoh jika telah mengetahui perkara-perkara di atas, kemudian masih nekat mendahulukan hawa nafsunya. Ia sangatlah bodoh dan dungu takala mengetahui bahwa kenikmatan yang ia rasakan dengan berbuat kemaksiatan tersebut hanyalah sesaat dengan harus merelakan kenikmatan abadi yang ada di akhirat. Semua orang sepakat bahwa orang yang mendahulukan kenikmatan sesaat dan sedikit di atas kenikmatan yang abadi dan berlimpah ruah adalah orang yang bodoh dan dungu. (Lihat penjelasan Al-baghowi dalam tafsirnya 2/184 dan Ar-Roozi dalam tafsirnya 13/6).
- Tidaklah ia menjadi demikian dungunya kecuali tatkala ia dikuasai oleh hawa nafsu dan syahwatnya sehingga akal pikirannya dikendalikan oleh syahwatnya. Jadilah ia dungu dan bodoh tidak berakal bahkan menjadi budak syahwat dan nafsunya (Lihat penjelasan Abu Hayyaan Al-Andalusi dalam tafsiir Al-Bahr Al-Muhiith 3/207)
Ibnu Taimiyyah berkata :
"Sesungguhnya ia (pelaku maksiat) menjadi bodoh karena kurangnya rasa khosyahnya kepada Allah, karena kalau seandainya rasa takutnya kepada Allah sempurna maka ia tidak akan bermaksiat. Karenanya Ibnu Mas'uud radhiallahu 'anhu berkata, كَفَ بِخَشْيَةِ اللهِ عِلْمًا وَكَفَى بِالاِغْتِرَارِ بِاللهِ جَهْلاً "Cukuplah dengan rasa khosyah kepada Allah sebagai ilmu, dan cukuplah sikap terpedaya (oleh syaitan dari mentaati Allah) merupakan kebodohan" (Al-iimaan Al-kabiir hal 22)
Oleh karenanya sebagaimana tidak adanya rasa khosyah kepada Allah sehingga terjerumus dalam kemaksiatan merupakan kebodohan yang hakiki, maka rasa khosyah kepada Allah itulah ilmu yang hakiki. Allah berfirman
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama (QS Faathir : 28)
Allah juga berfirman
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS Az-Zumar : 9)
Orang yang takut kepada 'adzab akhirat itulah orang yang memiliki hakekat ilmu dan telah terlepas dari kebodohan yang hakiki, yaitu orang yang mengetahui kebesaran Allah dan mendahulukan kehidupan akhirat yang abadi di atas kenikmatan yang semu dan fana… yang beriman akan janji-janji Allah, dan bukanlah orang yang terpedaya dan menjadi budak syahwatnya sehingga mendahulukan kenikmatan sementara di atas kenikmatan abadi.
Allah berfirman
فَأَمَّا مَنْ طَغَى (٣٧)وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (٣٨)فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (٣٩)وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (٤٠)فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). (QS An-Naazi'aat : 37-41)
Allah juga berfirman :
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga (QS Ar-Rahmaan : 46)
Mujahid berkata tentang ayat ini ; "Yaitu seseorang yang hendak melakukan dosa lalu iapun mengingat kebesaran Allah maka iapun meninggalkan perbuatan dosa tersebut" (Lihat Tafsiir At-Thobari 23/56)
Para pembaca yang budiman…. Marilah kita merenungkan tentang amal perbuatan kita… marilah kita hisab dan ingat-ingat kembali dosa-dosa yang telah dan sedang kita lakukan… semuanya telah kita lakukan di atas kedunguan dan kebodohan kita… kebodohan yang hakiki… yang mau tidak mau telah sering menjangkiti diri kita…
Sungguh….betapa banyak orang yang sering mengikuti kajian islami dan mendengar nasehat-nasehat para ustadz, dan bahkan nasehat dan wejangan para ulama akan tetapi …
- mereka tidak bisa menjaga lisan mereka… ghibah adalah bumbu dan penyedap hidangan majelis-majelis mereka
- mereka tidak bisa menjaga hati mereka… sehingga hasad, dengki, berburuk sangka… senantiasa mengintai lubuk hati mereka
- mereka tidak bisa menjaga pandangan mereka… sehingga memandang hal-hal yang haram dan tidak halal bagi mereka…, seungguh betapa banyak kaum lelaki yang tidak bisa menjaga pandangan mereka padahal mereka telah beristri… mereka telah diberi karunia yang halal dari Allah… lantas merekapun mencari kenikmatan dengan memandang perkara-perkara yang haram bagi mereka…
Madinah, 06 07 1432 H / 08 06 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda