Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah tentang obat ujub:
Apabila kamu mengkhawatirkan ujub terhadap amalanmu, maka perhatikanlah;
Ridho siapa yang kamu cari?
Pahala siapa yang kamu harapkan?
Hukuman siapa yang kamu takutkan?
Kesehatan dan nikmat mana yang kamu syukuri?
Dan bencana apa yang kamu ingat?
Sesungguhnya apabila kamu berfikir tentang salah satu dari beberapa perkara ini, pasti menjadi kecil di matamu amalanmu.
[Ma’alim Fit Tarbiyah Wad Dakwah, Mawa’idh Al-Imam Asy-Syafi’i, Penyusun Sholih Ahmad Asy-Syami, hlm 9, Maktabah Syamilah]
Penjelasan:
Ujub adalah sifat yang tercela dan dibenci Allah, yaitu seseorang yang bangga terhadap dirinya dan amalnya.
Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah memberikan lima resep untuk mengobati sifat ujub tersebut:
1. Dalam beramal tentu seseorang mencari ridho Allah, dan dia tidak akan mendapatkan ridho Allah apabila ujub terhadap amalnya.
2. Dalam beramal tentu seseorang mengharapkan pahala Allah, dan dia tidak akan mendapatkan pahala Allah apabila ujub terhadap amalnya.
3. Dalam beramal tentu seseorang mengharapkan selamat dari hukuman Allah, dan dia tidak akan selamat dari hukuman Allah apabila ujub terhadap amalnya.
4. Semua amal kita apabila dibandingkan dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita tentu masih lebih banyak nikmat Allah yang kita terima yang harus kita syukuri, padahal kita tidak akan mampu mensyukuri nikmat-nikmat tersebut dengan sebenarnya. Lalu apa yang kita banggakan dari amal kita?.
5. Berapa banyak bencana yang kita diselamatkan Allah darinya, padahal amal kita tidak seberapa dibanding bencana-bencana yang kita diselamatkan darinya. Lalu apa yang kita banggakan dari amal kita?.
Kalau kita renungkan salah satu dari lima resep tersebut pasti akan hilang dari kita sifat ujub yang tercela itu…
__ __ __
Anggap Diri Kita Lebih Rendah Dari Orang Lain
‘Abdullah Al Muzani mengatakan:
Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah.
Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.”
Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.”
Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.
[Hilyatul Awliya’, Abu Nu’aim Al Ashbahani, Mawqi’ Al Waroq, 1/310.]
_______
Sumber: