Sesungguhnya hati mempunyai kedudukan dan tempat yang mulia dalam Islam, hal ini disebabkan banyaknya ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menganjurkan dan memerintahkan untuk menjaganya, karena hati yang tidak terjaga dan tidak terperhatikan menurut aturan syari'at akan membawa manusia kedalam lembah maksiyat dan dosa, sebaliknya hati yang terjaga dan dituntun dengan aturan syari'at akan mengantarkan seseorang kepada kebahagian hidup sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'aala dalam surat Asyu'ara ayat 88 dan 89, yang artinya:
"pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali orang-orang yang datang menghadap Allah dengan hati dan jiwa yang selamat"
Kedudukan hati dalam Islam
1. Allah Subhanahu wa Ta'aala memandang kemuliaan seseorang dengan kebaikan hatinya.
Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam haditsnya: "dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata; bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala tidak memandang kepada rupa kamu dan juga tidak memandang kepada jasadmu, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'aala memandang kepada hatimu dan amalmu" (HR. Muslim, 3/1986 no. 2564)
2. Hati merupakan raja dalam kehidupan.
Hal ini sebagaimana perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
"Hati merupakan raja dari anggota tubuh, sedangkan anggota-anggota tubuh sebagai bala tentaranya, apabila raja itu baik maka bala tentara juga baik. jika raja itu buruk perangainya, maka tentara juga demikian,
hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nu'man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu: "Bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya pada tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, jika daging itu baik, maka akan ikut menjadi baik jasadnya, dan jika daging itu rusak, maka akan ikut menjadi rusak semua anggota tubuhnya, ketahuilah bahwa daging itu adalah hati." (HR Bukhari, 1/167 no. 52 dan Muslim 3/1219, no. 1599)
Oleh karena itu baik atau rusaknya hati, akan menyebabkan baik dan rusaknya anggota tubuh semuanya, maka baiknya hati tersebut akan tampak dalam keta'atan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, karena merupakan satu hal yang mustahil ketika seseorang mengaku baik hatinya sedangkan dia tidak mau beramal dan menta'ati perintah Allah ‘Azza wa Jalla.
Pembagian Hati
Para ulama setelah melihat dan mengkaji Al-Quran dan Sunnah, maka mereka membagi hati manusia itu kepada tiga macam, yaitu:
a. Qolbun Saliim (hati yang selamat)
b. Qolbun Mayyit (hati yang mati)
c. Qolbun Mariidh (hati yang sakit)
1. Qalbun Salim (hati yang selamat)
Inilah hati yang disebutkan Allah Subhanahu wa Ta'aala didalam Al-Quran, yang artinya:
"Janganlah engkau hinakan aku dihari dibangkitkan. Hari yang tidak bermanfaat harta dan anak, kecuali Orang-orang yang datang menghadap Allah dengan hati dan jiwa yang selamat." (QS. As-Syu'ara ayat: 87-89)
Hati yang selamat adalah hati yang selamat dari Syirik, kebencian, hasad, kikir, sombong, cinta kepada dunia, cinta kepada pangkat, selamat dari setiap penyakit yang akan menjauhkan diri seseorang dari Allah Subhanahu wa Ta'aala. Hati yang selamat ini berhak mendapat nikmat di dunia, nikmat di alam barzakh dan surga pada hari pembalasan.
Hati ini tidak akan selamat secara mutlak, kecuali setelah selamat dari lima perkara:
1. selamat dari syirik lawannya dari tauhid.
2. selamat dari bid'ah.
3. selamat dari syahwat yang yang menyalahi perintah Allah Subhanahu wa Ta'aala.
4. selamat dari kelalaian hati yang merupakan lawan dari dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala.
5. selamat dari mengikuti hawa nafsu yang merupakan lawan dari keikhlasan.
Pengaruh dan faedah dari (Qalbun salim) hati yang selamat
1.Berkata Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala telah menjadikan kehidupan yang baik bagi orang-orang yang mengenal-Nya dan mencintai-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya ‘Azza wa Jalla, yang artinya:
"Barang siapa yang beramal shaleh dari laki-laki dan perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka Kami (Allah) akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sungguh kami akan berikan balasan mereka ganjaran yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan." (QS. An-Nahl ayat 97)
Karena dengan Iman dan amal shalih inilah, maka Allah Subhanahu wa Ta'aala akan berikan kehidupan yang baik, berupa ketenangan batin, tidak takut menghadapi kehidupan, walaupun berat akan tetapi ia tetap sabar menghadapinya, karena ia meyakini bahwa Allah ‘Azza wa Jalla akan membantunya, menolongnya dan akan memberikan kemudahan-kemudahan baginya dalam menghadapi kesulitan.
2. Bersinarnya hati dan lapang hatinya.
Apabila hati itu bercahaya, maka dia akan memantulkan setiap kebaikan dari setiap sisi, ketika hati itu gelap, maka ia akan memberikan kegelapan pada setiap keburukan, pada setiap tempat. Inilah yang akan mengakibatkan munculnya maksiyat, kesesatan, bid'ah, menjauhi al-huda (petunjuk), mengikuti hawa nafsu, berpaling dari setiap sebab yang akan mengantarkan ia kepada kebahagian hidup, dan sibuk kepada setiap sebab kesengsaraan, sehingga membuat matanya buta terhadap kebenaran, menyesatkan jalannya dari terang menuju gelapnya kesesatan dan kehinaan.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: "Asal baiknya hati adalah hidupnya dan bersinarnya". Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman, yang artinya:
"Dan apakah orang yang sudah mati, lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan ditengah-tengah orang banyak, sama dengan orang-orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana ?" (QS. Al-An'am ayat 122)
3. Mendapatkan kebenaran dan mampu membedakan antara yang hak dengan yang batil dan melihat ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'aala dan mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian.
Ini merupakan hasil yang dicapai bagi hati yang hidup dan bercahaya dengan cahaya keimanan dan cahaya Al-Quran, Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman, yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad) niscaya Allah akan memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian dan menjadikan cahaya untukmu, yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu, dan Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang." (QS. Al-Hadid ayat 28)
Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqiti rahimahullah dalam menafsirkan kata kata "wa yaj'allakum nuuran tamsyuuna bihi" mengatakan:
"bahwa yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah Ilmu, petunjuk yang membedakan antara yang hak dengan yang bathil."
Dengan demikian jelaslah, bahwa hati yang selamat (Qolbun Saliim) adalah hati yang keseluruhan niatnya adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta'aala; cintanya, maksud dan tujuannya, amalnya, tidurnya, hidupnya dan matinya, pembicaraannya semuanya adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta'aala, dan semua tindak tanduknya berjalan diatas ridha Allah ‘Azza wa Jalla.
2. Qalbun Mayyit (Hati yang Mati)
Hati yang telah mati adalah hati yang tidak ada lagi kehidupan dengannya, ia tidak lagi mengenal Robbnya, tidak beribadah kepada-Nya, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan tidak lagi mengindahkan larangan-Nya. Dialah hati yang berdiri tegak diatas syahwatnya beserta kelezatannya. Walaupun perbuatan yang ia lakukan tersebut dibenci dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala, akan tetapi bagi hati yang telah mati ini ia tidak mempedulikannya, kecintaannya diperuntukkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'aala, begitu juga dengan rasa takutnya. Kalau dia mencintai sesuatu, maka cintanya didasari oleh hawa nafsu, kalau dia membenci sesuatu, maka kebencian itu adalah berdasarkan ukuran hawa nafsunya, kalau ia memberi, maka ia memberi karena hawa nafsunya, kalau ia melarang juga hanya berdasarkan hawa nafsunya. Hawa nafsu adalah jadi Imam (pemimpin) dalam hidupnya, sedangkan Syahwat adalah panglima.
Hati yang telah mati ini tidak mempan dan tidak menerima nasehat, ia mengikuti setiap langkah syaithan yang terkutuk, kebodohannya tidak membuatnya sadar sehingga ia lalai darinya. Berkata salah seorang yang shaleh:
"alangkah anehnya manusia, mereka menangisi terhadap orang yang mati jasadnya, dan tidak menangisi terhadap orang yang mati hatinya, sedangkan hati yang mati lebih dahsyat dibandingkan jasad yang mati. Hati yang mati ini banyak dimiliki oleh orang-orang kafir, musyrikin dan orang-orang yang mujrimin (berdosa) yang dirinya diliputi oleh dosa dan hawa nafsu".
3. Qalbun Mariidh (hati yang sakit)
Hati yang sakit adalah hati yang didalamnya terdapat kehidupan akan tetapi berpenyakit. Didalamnya ada kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada-Nya, tetapi disamping itu ada kecintaan kepada syahwat dan lebih mengutamakannya daripada yang lain. Didalamnya terdapat hasad (iri dan dengki), ujub (kagum dengan dengan amalan diri sendiri), gila akan kehormatan, cinta dunia dan berbuat kerusakan di muka bumi dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu taimiyah rahimahullah:
"Penyakit hati merupakan salah satu hal yang akan menyebabkan kerusakan. Rusak dengannya pemikiran seseorang dan iroodah/keinginannya. Pemikirannya dirusak oleh syubhat yang dihadapkan kepadanya, sehingga ia melihat sesuatu yang haq (benar) adalah bathil, dan kebathilan adalah kebenaran. Rusaknya iradah-nya, yaitu dengan membeci kebenaran yang bermanfaat pada hakikatnya bermanfaat bagi dirinya dan mencintai kebatilan pada dirinya yang sesungguhnya memudharatkannya. Oleh karena itu, ditafsirkan kata-kata maroodhun dalam al-Quran dengan syak (ragu-ragu), sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh Mujahid".
Tanda-tanda penyakit hati.
Seseorang akan diketahui hatinya sakit apabila tanda-tanda berikut ini menghinggapi dirinya:
- Ketika seseorang terhalang melakukan kebaikan yang Allah Subhanahu wa Ta'aala perintahkan, apakah kebaikan itu yang berkaitan dengan hak Allah Subhanahu wa Ta'aala ataupun hak manusia, keengganannya untuk melakukan perintah tersebut adalah pertanda hatinya sakit.
- Seseorang yang sakit hatinya, maka tidaklah akan merasakan sakit ketika melakukan keburukan-keburukan, kebodohannya tidak membawa ia merasa sakit, karena kalaulah sekiranya hati itu hidup, maka hati akan merasakan sakit ketika seorang hamba melakukan keburukan.
- Seseorang yang sakit hatinya, maka ia tidak memiliki rasa malu dalam berbuat dosa dan maksiyat, bahkan ia berbangga dengan dosa-dosanya atau mungkin ia merasa biasa-biasa saja ketika berbuat dosa.
Contoh-contoh penyakit hati.
1. Al-Kibru (Sombong)
Dia merupakan termasuk sejelek-jelek perbuatan, ia merupakan salah satu penghalang seseorang beriman dan mendapat petunjuk, orang yang sombong selalu melihat dirinya diatas segala-galanya, ia merasa bahwa dirinya hebat, kaya, pintar dan jago, sementara orang lain diremehkannya.
Allah Subhanahu wa Ta'aala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan ancaman yang sangat berat terhadap orang yang sombong ini. Dalam satu hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya:
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari rasa sombong, bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sesungguhnya ada seseorang yang menyukai bajunya baik dan sandalnya bagus. Apakah itu bagian dari sombong. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala itu indah dan suka kepada keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia." (HR. Muslim, 1/93 no. 91)
2. Ujub Binnafsi (Kagum dengan dirinya)
Yaitu kagum akan amal yang pada diri sendirinya. Perbuatan ini akan membuat seseorang lupa terhadap dosa yang dilakukannya dan akan melalaikan dirinya. Oarang yang ujub merasa dan menganggap dirinya lebih suci dan lebih besar amalannya dibanding dengan orang lainnya. Dia merasa Allah Subhanahu wa Ta'aala telah memberikan kedudukan padanya sementara orang lain tidak memilikinya.
3. Hasad
Merupakan penyakit hati yang sulit disembuhkan, kecuali bagi orang yang betul-betul memperbaiki dirinya. Orang yang hasad menginginkan nikmat yang ada pada orang lain musnah, dan ia tidak menginginkan ada orang lain yang lebih baik dari dirinya.
4. Pendendam
5. Buruk sangka kepada orang yang adil, dan lain-lainnya
Obat penyakit hati dan terapinya.
- Hendaklah setiap diri membekali dirinya dengan ilmu, khususnya ilmu syar'i, kemudian amalkan ilmu tersebut dengan penuh keikhlasan.
- Jujur dalam berbuat dan perbanyaklah dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dan ibadah-ibadah sunnah seperti bersedekah, berinfaq, puasa sunat, meringankan beban orang lain.
- Istiqamah dalam melaksanakan syariat Allah Subhanahu wa Ta'aala, karena melalui hal ini Allah Subhanahu wa Ta'aala akan berikan petunjuk kepada hamba-Nya.
- Ingatlah akan bahaya-bahaya yang disebabkan oleh penyakit hati tersebut.
- Bacalah sejarah dari akhlak para salafus sholeh, sehingga dengan demikian akan mendorong seseorang untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dan membersihkan dirinya dari dosa dan maksiyat.
- Senantiasa memuhasabah diri (mengevaluasi kesalahan) masing-masing kita dalam hidup ini.
- Bersabarlah menghadapi cobaan, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala bersama orang-orang sabar, baik sabar dalam mentaati Allah Subhanahu wa Ta'aala, sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam menghadapi apa yang Allah Subhanahu wa Ta'aala haramkan. Karena tanpa kesabaran, akan banyak terlanggar larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta'aala dan mengakibatkan kita mudah untuk meninggalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'aala.
- Perbanyaklah membaca Sirah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bagaimana sikap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadapi dunia dan semua permasalahan yang dihadapinya dalam dakwah.
- Sadarilah bahwa diri anda diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala untuk beribadah kepada-Nya, bukan untuk bermain-main.
- Bertemanlah dan bersahabatlah dengan orang-orang yang akan mendatangkan kebaikan dan petunjuk serta berakhlak mulia, hindari pergaulan-pergaulan yang akan merusak akhlak anda.
Demikianlah pembahasan kita pada edisi ini semoga Allah Subhanahu wa Ta'aala curahkan dalam diri kita petunjuk-Nya agar kita terhindar dari berbagai macam penyakit hati yang akan merusak dan membinasakan kita. Wallahu a'lam bisshawab
____________
Faishal Abdurrahman, Lc