Tuduhan Ustadz Abu Salafy Bahwasanya Ibnu Taimiyyah mencela Ali dan mencela Umar bin Al-Khottoob radhiallahu 'anhumaa
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah pencipta alam semesta ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah dan keluarganya serta seluruh sahabatnya.
Alhamdulillah Al-Ustadz Abu Salafy telah menanggapi tulisan saya ((http://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/113-sekali-lagi-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-bag-2)) dan semakin jelas bagi saya aqidah Al-Ustadz. Tulisan beliau ini ((http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/15/ustadz-firanda-kebakaran-jenggot/)) meskipun singkat akan tetapi syarat dengan kebatilan. Oleh karenanya pada kesempatan ini saya kembali mencoba menanggapi tulisan Al-Ustadz ini yang masih dirindukan untuk bersua dengannya.
Al-Ustadz Abu Salafy berkata :
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah pencipta alam semesta ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah dan keluarganya serta seluruh sahabatnya.
Alhamdulillah Al-Ustadz Abu Salafy telah menanggapi tulisan saya ((http://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/113-sekali-lagi-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-bag-2)) dan semakin jelas bagi saya aqidah Al-Ustadz. Tulisan beliau ini ((http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/15/ustadz-firanda-kebakaran-jenggot/)) meskipun singkat akan tetapi syarat dengan kebatilan. Oleh karenanya pada kesempatan ini saya kembali mencoba menanggapi tulisan Al-Ustadz ini yang masih dirindukan untuk bersua dengannya.
Al-Ustadz Abu Salafy berkata :
((Coba perhatikan alat ukur yang diandalkan ustadz Firandah dalam tuduhannya bahwa kami ini jangan-jangan adalah Syi’ah!
Pertama, kami mengutuk Mu’awiyah –‘alaih mâ yastahiq/semoga atasnya apa yang pantas baginya-.
Kami memaklumi jika ustadz Wahhhâbi kita yang satu ini keberatan apabila tuannya dibongkar kejahatan, kefasikan dan kemunafikannya. Sebab sepertinya kecintaan beliau dan juga kaum Wahhâbyyûn lainnya kepada Mu’awiyah terlalu dalam dan telah menyatu dengan qalbunya, seperti menyatunya kecintaan bani Israil kepada ‘ijl/patung anak sapi buatan Samiri! (maaf tanpa harus menyerupakan dengan bani Israil dalam segala sisinya, sebab ustdaz pasti mengerti bahwa dalam kaidah ilmu Balaghah/sastra Arab, wajhu syabah antara musyabbah dan musyabbah bihi/ titik temu keserupaan antara yang diserupakan dengan yang diserupai itu tidak mesti harus dalam segala sisinya!) Allah SWT berfirman:
وَأُشْرِبُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ
“Dan karena kekafiran mereka, (kecintaan menyembah) anak sapi telah meresap di dalam hati mereka.” (QS. Al Baqarah;93)
Dan Allah SWT juga telah menetapkan sebuah kaidah baku dalam Al Qur’an bahwa:
الْمُنافِقُونَ وَ الْمُنافِقاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ.
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama… .”(QS at Taubah;67)
Karenanya, Allah SWT melarang kita menjadikan kaum kafir dan munafik sebagai kekasih kita. Allah SWT berfirman dalam awal surah al Mumtahanah:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَ عَدُوَّكُمْ أَوْلِياءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَ قَدْ كَفَرُوا بِما جاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَ إِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهاداً في سَبيلي وَ ابْتِغاءَ مَرْضاتي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَ أَنَا أَعْلَمُ بِما أَخْفَيْتُمْ وَ ما أَعْلَنْتُمْ وَ مَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَواءَ السَّبيلِ.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita- berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”
Dan apalagi membela dan berusaha mengajak orang lain untuk membelanya. Allah SWT berfirman:
وَ لا تُجادِلْ عَنِ الَّذينَ يَخْتانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كانَ خَوَّاناً أَثيماً.
“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.”
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَ لا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَ هُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ ما لا يَرْضى مِنَ الْقَوْلِ وَ كانَ اللَّهُ بِما يَعْمَلُونَ مُحيطاً.
“mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.”
ها أَنْتُمْ هؤُلاءِ جادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا فَمَنْ يُجادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكيلاً.
“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat. Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah).” (QS an Nisâ’;107-109)
Lagi pula, kelak di hari kiamat, mereka yang saling membela di dunia atas dasar kebatilan seperti ini jusretu akan bermusuhan dan saling mengutuk!
Perhatikan Allah SWT berfirman:
وَ قالَ إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثاناً مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا ثُمَّ يَوْمَ الْقِيامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَ يَلْعَنُ بَعْضُكُمْ بَعْضاً وَ مَأْواكُمُ النَّارُ وَ ما لَكُمْ مِنْ ناصِرينَ.
“Dan berkata Ibrahim:” Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”)) Demikian perkataan Al-Ustadz Abu Salafy
Ustadz Abu Salafy juga berkata ((Dahulu para aimmah Ahlusunnah, kerena kecintaan mereka kepada Ahlulbait Nabi saw., mereka dikecam dan dituduh Syi’ah bahkan Rafidhah! Dan karena sikap tegasnya terhadap imâmul fiatil bâghiyah/pemimpin sekawanan kaum bughât/pembangkang/pemberontak yang disebut Nabi saw. (dalam hadis Imam Bukhari) sebagai penganjur kepada api neraka; Mu’awiyah putra Abu Sufyan -salah seorang aimmah kekafiran dan buah kemunafikan yang masih tersisa dan selamat dari tajamnya pedang para sahabat- … karena sikapnya itu, mereka juga dikecam sebagai Syi’ah! Dan tidak sedikit yang dibunuh oleh jiwa-jiwa busuk pembela kemunafikan dan kefasikan! Seperti Imam Syafi’i, Imam an Nasa’i dan lainnya))
Al-Ustadz juga berkata ((Kami benar-benar berharap dan menanti-nanti dari kaum Wahhâbi-Salafi untuk sedikit meluangkan waktu mereka membela Sayyidina Ali –karramallahu wajhahu- dari hujutan kaum sesat dan menyimpang seperti Ibnu Taimiyah dan kaum Nawâshib lainnya dan dari laknatan dan caci-makian para pendosa yang munafik! Mengapa kecemburuan atas Salaf itu sepertinya hanya terbatas pada Salaf yang fasik dan cenderung munafik?! Di mana Anda wahai ustadz Firanda dan kalian wahai kaum Wahhâbiyyûn ketika Sayyidina Ali –karramallahu wajhahu- dilaknati oleh Mu’awiyah)) Demikian perkataan Abu Salafy
Abu Salafy juga berkata:
((Ibnu Tamiyah –gembong kaum Mujassim dan pentolan yang selalu dibanggakan penyimpangan akidahnya dan kegilaan sikapnya terhadap Imam Ali dan Ahlulbait lainnya oleh kaum Wahhâbi, khususnya yang berbau Nashibi!))
Al-Ustadz Abu Salafy juga berkata ((Sebagaimana menjadikan kami mengetahui sejauh mana kesunnian kaum Wahhâbiyyûn dan kemiripan mereka dengan kaum Nawâshib/para pembenci dan yang selalu menampakkan sikap sinis kepada keutamaan Ahlulbait Nabi saw., disamping tentunya bangga bermesraan dengan para pembenci Ahlulbait ra.))
Ustadz Abu Salafy juga berkata :
((Ustadz Firanda yang saya hormati, apakah pantas kita membela orang seperti Ibnu Taimiyah yang sudah jelas sikapnya terhadap Imam Ali ra. dan juga terhadap Sayyidina Umar ra.?)). Demikian perkataan Abu Salafy
Dalam nukilan diatas ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil :
Pertama : Abu salafy menuduh Ibnu Taimiyyah membenci Alul Bait dan selalu menampakan sikap sinis terhadap Alul Bait, bahkan menyatakan bahwasanya Ibnu Taimiyyah bangga bermesraan dengan para pembenci Ahlulbait ra
Selain itu Abu Salafy juga menuduh Ibnu Taimiyyah mencela Umar bin Al-Khottoob radhiallahu 'anhu
Kedua : Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu adalah seorang munafiq yang kafir. Ayat-ayat yang disampaikan oleh Abu Salafy untuk melarang membela Mu'aawiyah adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan orang-orang kafir.
Seperti firman Allah “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama… .” (QS at Taubah;67). Dan ayat ini berkaitan tentang orang-orang munafiq yang kafir.
Demikian juga firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita- berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah kafir kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus" (QS Al-Mumtahanah ayat 1)
Ketiga : Abu Salafy juga menyatakan ayah Mu'aawiyah yaitu Abu Sufyaan radhiallahu 'anhu sebagai gembong dan pemimpin orang kafir
Keempat : Abu salafy menyatakan bahwasanya Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu dilaknat oleh Mu'aawiyah.
Empat pernyataan Abu Salafy diatas akan saya bahas satu persatu insyaa Allah ta'aala.
Tuduhan Ustadz Abu Salafy bahwasanya Ibnu Taimiyyah mencela Ali dan mencela Umar bin Al-Khottoob radhiallahu 'anhumaa
Ustadz Abu salafy berkata :
((Ibnu Tamiyah –gembong kaum Mujassim dan pentolan yang selalu dibanggakan penyimpangan akidahnya dan kegilaan sikapnya terhadap Imam Ali dan Ahlulbait lainnya oleh kaum Wahhâbi, khususnya yang berbau Nashibi!))
Al-Ustadz Abu Salafy juga berkata ((Sebagaimana menjadikan kami mengetahui sejauh mana kesunnian kaum Wahhâbiyyûn dan kemiripan mereka dengan kaum Nawâshib/para pembenci dan yang selalu menampakkan sikap sinis kepada keutamaan Ahlulbait Nabi saw., disamping tentunya bangga bermesraan dengan para pembenci Ahlulbait ra.))
Para pembaca yang budiman demikianlah Abu Salafy melakukan tipu muslihatnya sehingga mengesankan bahwasanya Ibnu Taimiyyah membenci Ahlul Bait terutama Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu. Oleh karenanya untuk mengungkap tipu muslihat Ustadz Abu Salafy ini maka saya akan mengutarakan hal yang sesungguhnya melalui poin-poin berikut ini:
Sikap Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang sesungguhnya yang jelas dan gamblang terhadap Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu. Yang hal ini akan jelas pada perkara-perkara berikut:
Pertama : Penjelasan Ibnu Taimiyyah tentang Ali radhiallahu 'anhu merupakan Khalifah Rasyid yang mendapat petunjuk, dan orang keempat yang terbaik dari umat Muhammad shallallhu 'alaihi wa sallam setelah Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiallahu ‘anhum. Demikian juga penjelasan beliau bahwasanya Ali lebih benar daripada Mu'aawiyah
Kedua : Penjelasan Ibnu Taimiyyah rahimahullah tentang keutamaan Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu
Ketiga : Bantahan dan celaan Ibnu Taimiyyah rahimahullah terhadap golongan Nashibiyyah yang memusuhi Ali bin Abi Tholib dan Ahlul Bait
Bantahan terhadap Al-Ustadz Abu Salafy, yang saya jelaskan melalui poin-poin berikut:
Pertama : Hakekat buku Minhaajus Sunnah
Kedua : Metode yang digunakan Ibnu Taimiyyah dalam membantah Rofidhoh dalam kitab Minhaajus Sunnah
Ketiga : Bantahan terhadap tuduhan Abu Salafy
Sikap Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang Sesungguhnya yang Jelas dan Gamblang Terhadap Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu.
Saya akan menjelaskannya melalui poin-poin berikut ini :
Pertama : Penjelasan Ibnu Taimiyyah tentang Ali radhiallahu 'anhu merupakan Khalifah Rasyid yang mendapat petunjuk, dan orang keempat yang terbaik dari umat Muhammad shallallhu 'alaihi wa sallam setelah Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiallahu a'nhum. Demikian juga penjelasan beliau bahwasanya Ali lebih benar daripada Mu'aawiyah
Beliau rahimahullah berkata :
((…Sesungguhnya telah sah dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
"Khilafah kenabian selama tiga puluh tahun, kemudian setelah itu jadilah kerajaan". Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiallahu 'anhum merekalah para Khulaafa' Ar- Rosyidin dan para pemimpin yang mendapatkan petunjuk, yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata tentang mereka :
"Wajib bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khulafaa' Ar-Rosyidin, peganglah erat-erat sunnah-sunnah tersebut dan gigilah dengan geraham kalian, dan berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang baru, karena setiap perakra yang baru adalah bid'ah"
Banyak orang berselisih tentang khilafahnya Ali, dan mereka berkata : "Zaman Ali adalah zaman fitnah, tidak ada jama'ah (persatuan) di zaman Ali". Ada kelompok yang berkata, "Adalah suatu yang adanya dua khalifah yang memimpin, Ali adalah khalifah dan Mu'aawiyah juga khalifah, karena umat tidak (seluruhnya) bersatu pada Ali, dan tidak teratur di masa khilafahnya Ali. Dan yang benar yang dipilih oleh para imam yaitu bahwasanya Ali radhiallahu 'anhu termasuk para khulafaa'ur rosyidin dengan dalil hadits ini. Di zaman Ali, beliau menamakan dirinya sebagai Amiirul Mukminin (pemimpin kaum mukminin), dan para sahabat juga menamakan beliau dengan nama tersebut. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Barangsiapa yang tidak menyatakan Ali sebagai khalifah yang keempat maka ia lebih dungu daripada keledainya")) demikian perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam (Majmuu' Al-Fataawa 4/478-479)
Beliau juga berkata :
"Khilafah kenabian selama tiga puluh tahun, kemudian setelah itu jadilah kerajaan". Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiallahu 'anhum merekalah para Khulaafa' Ar- Rosyidin dan para pemimpin yang mendapatkan petunjuk, yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata tentang mereka :
"Wajib bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khulafaa' Ar-Rosyidin, peganglah erat-erat sunnah-sunnah tersebut dan gigilah dengan geraham kalian, dan berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang baru, karena setiap perakra yang baru adalah bid'ah"
Banyak orang berselisih tentang khilafahnya Ali, dan mereka berkata : "Zaman Ali adalah zaman fitnah, tidak ada jama'ah (persatuan) di zaman Ali". Ada kelompok yang berkata, "Adalah suatu yang adanya dua khalifah yang memimpin, Ali adalah khalifah dan Mu'aawiyah juga khalifah, karena umat tidak (seluruhnya) bersatu pada Ali, dan tidak teratur di masa khilafahnya Ali. Dan yang benar yang dipilih oleh para imam yaitu bahwasanya Ali radhiallahu 'anhu termasuk para khulafaa'ur rosyidin dengan dalil hadits ini. Di zaman Ali, beliau menamakan dirinya sebagai Amiirul Mukminin (pemimpin kaum mukminin), dan para sahabat juga menamakan beliau dengan nama tersebut. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Barangsiapa yang tidak menyatakan Ali sebagai khalifah yang keempat maka ia lebih dungu daripada keledainya")) demikian perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam (Majmuu' Al-Fataawa 4/478-479)
Beliau juga berkata :
((Dan Imam Muslim juga meriwayatkan dari Ummu Salamah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
"Akan membunuh 'Ammaar kelompok yang membangkang".
Hadits ini juga menunjukan akan sahnya keimaman (kepemimpinan) Ali dan wajibnya mentaati beliau, dan bahwasanya barangsiapa yang menyeru untuk taat kepada Ali berarti menyeru ke surga, dan barangsiapa yang menyeru untuk memerangi Ali berarti menyeru kepada neraka –meskipun karena adanya takwil-, dan ini adalah dalil tentang tidak bolehnya memerangi Ali. Oleh karenanya orang yang memerangi Ali telah bersalah jika karena ada takwil atau pembangkang jika tanpa takwil. Dan inilah pendapat yang terkuat dari dua pendapat para sahabat kami, yaitu menyatakan salah bagi orang yang memerangi Ali. Dan ini merupakan para imam fiqih yang menjadikan permasalahan ini sebagai dalil tentang permasalahan memerangi para pemberontak (pembangkang) yang karena takwil)) (Majmuu' Al-Fataawaa 4/437-438)
Perkataan-perkataan beliau rahimahullah yang lain tentang pembelaan beliau terhadap Ali bisa dilihat juga di Majmuu' Al-Fataawaa 3/282, 382, 406 dan 4/433, 438, 440, 450, serta 35/51, 73, 77
Beliau juga berkata dalam buku Minhaajus Sunnah (yang dikatakan oleh Ustadz Abu Salafi adalah buku yang mencela Ali bin Abi Tholib):
"Akan membunuh 'Ammaar kelompok yang membangkang".
Hadits ini juga menunjukan akan sahnya keimaman (kepemimpinan) Ali dan wajibnya mentaati beliau, dan bahwasanya barangsiapa yang menyeru untuk taat kepada Ali berarti menyeru ke surga, dan barangsiapa yang menyeru untuk memerangi Ali berarti menyeru kepada neraka –meskipun karena adanya takwil-, dan ini adalah dalil tentang tidak bolehnya memerangi Ali. Oleh karenanya orang yang memerangi Ali telah bersalah jika karena ada takwil atau pembangkang jika tanpa takwil. Dan inilah pendapat yang terkuat dari dua pendapat para sahabat kami, yaitu menyatakan salah bagi orang yang memerangi Ali. Dan ini merupakan para imam fiqih yang menjadikan permasalahan ini sebagai dalil tentang permasalahan memerangi para pemberontak (pembangkang) yang karena takwil)) (Majmuu' Al-Fataawaa 4/437-438)
Perkataan-perkataan beliau rahimahullah yang lain tentang pembelaan beliau terhadap Ali bisa dilihat juga di Majmuu' Al-Fataawaa 3/282, 382, 406 dan 4/433, 438, 440, 450, serta 35/51, 73, 77
Beliau juga berkata dalam buku Minhaajus Sunnah (yang dikatakan oleh Ustadz Abu Salafi adalah buku yang mencela Ali bin Abi Tholib):
"Ali radhiallahu 'anhu tidaklah memerangi seseorang karena tidak menerima kepemimpinan orang tersebut, dan juga tidak seorangpun yang memerangi Ali karena tidak setuju dengan kepemimpinan beliau. Dan di masa khilafah beliau tidak seorangpun yang mengaku bahwasanya ia lebih berhak untuk memimpin daripada Ali, tidak seorangpun, tidak Aisyah, tidak juga Tolhah, tidak juga Az-Zubair, tidak juga Mu'aawiyah dan para sahabatnya, dan tidak juga khowarij. Bahkan seluruh umat mengakui kemuliaan Ali dan kedepanan beliau setelah terbunuhnya Utsmaan, dan bahwasanya tidak ada yang tersisa di kalangan para sahabat orang yang semisal Ali di zaman kepemimpinan beliau" (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/328-329)
Beliau juga berkata :
((Dan tidak seorangpun dari kalangan sahabat setelah mereka (Abu Bakar, Umar, dan Utsman-pent) yang lebih afdhol daripada Ali. Dan tidak ada sebuah kelompokpun dari kaum muslimin yang menyelisihi bahwasanya setelah khilafahnya Utsman tidak ada seorangpun di pasukannya Ali yang lebih afdhol daripada Ali. Tidak ada satu kelompokpun yang ma'ruf yang menyatakan Tolhah dan Az-Zubair lebih mulia daripada Ali, apalagi menyatakan bahwa Mu'aawiyah lebih afdhol daripada Ali.
Meskipun demikian mereka memerangi Ali karena ada syubhat yang mendatangi mereka. Mereka tidaklah memerangi Ali karena ada orang lain yang lebih afdhol daripada Ali, atau ada orang lain yang merupakan Imam selain Ali. Tolhah dan Az-Zubair sama sekali tidak menamakan diri mereka dengan nama kepemimpinan, dan tidak seorangpun yang membai'at mereka berdua karena kepemimpinan)) (Minhaajus Sunnah 6/330)
Beliau juga berkata :
((Mayoritas Ahlus Sunnah sepakat bahwasanya Ali lebih afdhol daripada Tolhah dan Az-Zubair, apalagi Mu'aawiyah dan yang lainnya. Dan mereka berkata : Tatkala kaum muslimin terpecah di zaman Ali sehingga ada sekelompok memerangi Ali dan sekelompok yang lainnya berperang bersama (membela) Ali, maka Ali dan para pengikutnya adalah kelompok yang lebih utama di atas kebenaran daripada kelompok yang lainnya. Hal ini sebagaimana telah sah dalam shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:
"Akan keluar suatu firqoh tatkala kaum muslimin terpecah, firqoh yang keluar tadi akan diperangi oleh salah satu dari dua kelompok kaum muslimin yang lebih utama di atas kebenaran"
Firqoh yang keluar tersebut adalah khowarij yang keluar dari agama maka merekapun diperangi oleh Ali dan para pengikutnya. Maka diketahui bahwasanya kelompok Ali lebih utama di atas kebenaran dari Mu'awiyah dan para pengikutnya)) (Minhaajus Sunnah 4/358)
Kedua : Penjelasan Ibnu Taimiyyah rahimahullah Tentang Keutamaan Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu
Selain membela Ali bin Abi Tholib Ibnu Taimiyyah juga banyak menjelaskan keutamaan Ali, bahkan dalam kitab beliau Minhaajus Sunnah.
Beliau berkata :
((Keutamaan Ali dan kewaliannya bagi Allah serta tingginya manzilahnya di sisi Allah merupakan perkara yang sudah maklum (diketahui) -alhamdulillah- dari jalan-jalan (riwayat-pen) yang valid (sah) yang memberikan keyakinan, sehingga tidak membutuhkan (riwayat) dusta atau riwayat-riwayat yang tidak diketahui kebenarannya)) (Minhaajus Sunnah 8/165)
Beliau juga berkata
((Adapun Ali radhiyallahu ‘anhu tidak diragukan lagi bahwa dia termasuk orang yang mencintai Allah dan yang dicintai Allah … )) (Minhaajus Sunnah 7/218)
Beliau juga berkata
((Adapun status Ali sebagai ahlilbait merupakan sesuatu yang tidak diperselisihkan oleh kaum muslimin, bahkan hal ini lebih diketahui oleh kaum muslimin daripada didatangkan dalil (tentang hal itu -pent), bahkan dia termasuk ahlibait dan keturunan bani hasyim yang paling utama setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telah valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau memutar pakaian beliau pada Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, Beliau bersabda, “Ya Allah mereka ahlibaitku hilangkanlah dari mereka kekejian serta bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya)) (Majmuu Al-Fataawaa 4/496)
Beliau juga berkata
Beliau juga berkata
((Adapun status Ali sebagai ahlilbait merupakan sesuatu yang tidak diperselisihkan oleh kaum muslimin, bahkan hal ini lebih diketahui oleh kaum muslimin daripada didatangkan dalil (tentang hal itu -pent), bahkan dia termasuk ahlibait dan keturunan bani hasyim yang paling utama setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telah valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau memutar pakaian beliau pada Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, Beliau bersabda, “Ya Allah mereka ahlibaitku hilangkanlah dari mereka kekejian serta bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya)) (Majmuu Al-Fataawaa 4/496)
Beliau juga berkata
((Bukanlah dari golongan Ahlus sunnah orang yang menjadikan permusuhan kepada Ali merupakan ketaatan dan juga bukan Ahlus Sunnah orang yang menjadikan kebencian kepada Ali merupakan kebaikan, dan juga bukan Ahlus Sunnah orang yang memerintahkan untuk benci kepada Ali.
Juga bukanlah Ahlus Sunnah orang yang menjadikan semata-mata kecintaan kepada Ali merupakan keburukan dan kemaksiatan dan juga bukan Ahlus Sunnah orang yang tidak melarang hal ini.
Kitab-kitab Ahlusunnah dari seluruh golongan berisi penyebutan tentang keutamaan-keutamaannya, keistimewaan-keistimewaannya serta celaan terhadap orang-orang yang mendholiminya dari seluruh firqoh…
Bahkan mereka seluruhnya sepakat bahwa Ali memiliki kedudukan yang lebih mulia disisi Allah dan Rasul-Nya dan kaum mukminin daripada Muawwiyah, bapaknya dan saudaranya – yang mana ia(saudaranya ini) lebih baik dari dia(Muawwiyah). Ali lebih utama dari orang yang lebih utama dari Muawwiyah radhiyallahu ‘anhu. Demikian juga As Saabiqunal Awaluun yaitu orang-orang yang berbait di bawah pohon (maksudnya para sahabat yang ikut bait ridhwan -pent) mereka semuanya lebih baik daripada para sahabat yang masuk islam ketika fathul Mekkah, pada mereka itu ada orang-orang yang lebih utama dari Muawwiyah, dan orang-orang yang berbait di bawah pohon lebih utama dari mereka itu semua, dan Ali lebih utama dari mayoritas para sahabat yang berbait di bawah pohon bahkan lebih baik dari mereka semua kecuali dari tiga orang. Tidak ada pada ahlussunnah yang menganggap adanya seorang yang lebih utama daripada Ali selain tiga orang (Abu Bakar, Umar dan Utsman –pent). Bahkan mereka mengutamakan Ali di atas seluruh mayoritas sahabat yang ikut perang badar, baiatul ridhwan dan di atas orang –orang yang pertama-tama masuk islam dari kalangan muhajirin dan anshor)) (Minhaajus Sunnah 4/396)
Beliau juga berkata:
((Maka pertama-tama dikatakan, siapa yang menentang di dalam hal ini. Siapa yang mengatakan bahwa Ali bukanlah termasuk pedang di antara pedang-pedang Allah? Sabda Nabi yang terdapat di dalam hadits-hadits yang shahih menunjukkan bahwa Allah memiliki pedang yang banyak dan tidak diragukan lagi bahwa Ali adalah termasuk pedang Allah yang paling agung. Tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang menganggap Khalid lebih utama daripada Ali, sampai dikatakan bahwa mereka menjadikan hal itu khusus bagi Khalid. Penamaan dengan hal itu terjadi dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits yang shahih. Beliau shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sesungguhnya Khalid adalah pedang diantara pedang-pedang Allah.
Kemudian yang kedua dikatakan, “Ali lebih mulia kedudukannya dibanding Khalid, lebih mulia dari orang yang memiliki keutamaan sebagai pedang Allah. Karena Ali memiliki keutamaan dalam ilmu, bayan, agama, iman serta lebih terdahulu (dalam masuk islam –pent). Dia dengan hal-hal ini lebih utama dari orang yang memiliki keutamaan sebagai salah satu pedang diantara pedang-pedang Allah, karena pedang hanya khusus pada peperangan sedangkan Ali maka peperangan hanyalah salah satu keutamaan beliau. Berbeda dengan Khalid, peperangan menjadi keutamaannya yang membedakan dia dengan yang lainnya. Kholid tidaklah menjadi istimewa karena lebih dahulu dalam masuk islam, atau karena banyaknya ilmu dan besarnya zuhud. Kholid hanyalah menjadi istimewa karena peperangan, oleh sebab itu Khalid digelari dengan salah satu pedang diantara pedang-pedang Allah )) (Minhaajus Sunnah 4/480)
Beliau juga berkata :
((Tidak diragukan bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu termasuk sahabat yang gagah berani, termasuk orang yang mana dengan jihadnya Allah telah menolong Islam, dia juga termasuk seniornya orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama masuk islam dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan termasuk pemimpin orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berjihad dijalan Allah serta termasuk orang yang telah membunuh sejumlah besar dari orang-orang kafir dengan pedangnya.)) (Minhaajus Sunnah 8/76)
Beliau juga berkata :
((Adapun kezuhudan Ali terhadap harta maka sesuatu yang tidak diragukan lagi, …)) (Minhaajus sunnah 7/489)
Beliau juga berkata :
((Dan juga Ahlusunnah lebih besar kecintaannya terhadap orang-orang yang tidak memerangi Ali daripada kecintaan mereka terhadap orang-orang yang memeranginya serta lebih mengutamakan orang-orang yang tidak memerangi Ali di atas orang-orang yang memeranginya seperti Sa’ad bin Abi Waqqosh, Usamah bin Zaid, Muhammad bin maslamah, Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhum. Mereka-mereka ini lebih utama daripada orang-orang yang memerangi Ali dari kalangan ahlussunah.
Maka mencintai Ali dan tidak memeranginya adalah lebih baik daripada membencinya dan memeranginya berdasarkan ijma’ ahlussunnah. Mereka bersepakat akan wajibnya loyal terhadap Ali serta mencitainya. Mereka adalah orang yang sangat (bersemangat) untuk membela Ali, menyanggah orang yang mencelanya baik dari orang-orang khawarij dan yang selain mereka dari orang-orang nawashib. Akan tetapi setiap tempat ada pembicaraannya tersendiri.)) (Minhaajus Sunnah 4/395)
Maka dari nukilan perkataan-perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah di atas nampak bagaimana sikap Ibnu Taimiyyah yang sesungguhnya kepada Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu
Ketiga : Celaan Ibnu Taimiyyah terhadap Nasibiyah (firqoh yang membenci Ahlul Bait)
Berikut ini perkataan-perkataan ibnu Taimiyyah dalam kitab beliau Minhaajus Sunnah yang mencela madzhab Nawasib/Nashibiyyah
Ibnu Taimiyyah berkata :
((Dan adapun Ahlus Sunnah maka mereka berwalaa' kepada seluruh kaum mukminin dan mereka berbicara dengan ilmu dan keadilan. Mereka bukanlah termasuk orang-orang yang bodoh dan mengikut hawa nafsu. Mereka berbaroo' (berlepas diri) dari jalannya Rofidhoh dan Nawaashib semuanya, dan mereka berwalaa kepada seluruh As-Saabiquun Al-Awwaluun, dan mereka mengetahui kedudukan, keutamaan, dan kemuliaan para sahabat. Mereka memperhatikan hak-hak Ahlul Bait yang disyariat'kan Allah bagi mereka, dan mereka tidak ridho terhadap apa yang dilakukan oleh Al-Mukhtaar dan para pendusta semisalnya dan juga apa yang dilakukan oleh Al-Hajjaaj dan orang-orang yang dzolim semisalnya)) (Minhaajus Sunnah 2/71)
Beliau juga berkata :
((Dan mereka itulah orang-orang yang menegakan permusuhan kepada Ali dan orang-orang yang berwalaa kepadanya, dan merekalah yang telah menghalalkan untuk membunuh Ali. Dan salah seorang pemimpin mereka yaitu Abdurrahman bin Muljim Al-Muroodi telah membunuh Ali. Maka mereka itulah Nawashib (Nashibiyah), Khowaarij yang telah keluar (dari agama), tatkala mereka berkata bahwasanya Utsman dan Ali dan orang-orang yang bersama mereka berdua telah kafir murtad.)) (Majmuu' Al-Fataawaa 4/468)
Beliau juga berkata –menjelaskan sikap beliau terhadap Ahlul Bait- :
((Jika disebutkan orang-orang yang dzolim seperti Hajjaaj bin Yuusuf dan yang semisalnya di sisi kami maka kami berkata sebagaimana firman Allah dalam Alqur'an "Dan laknat Allah atas orang-orang yang dzolim". Dan kami tidak suka untuk melaknat seseorang dengan ta'yiin (memvonis orang tertentu dengan laknat-pen). Dan sebagian ulama melaknat Hajjaaj, dan ini adalah madzhab yang diperbolehkan ijtihad di dalamnya. Akan tetapi pendapat ini (tidak memvonis laknat pada orang tertentu-pen) lebih baik dan lebih kami sukai.
Adapun orang yang membunuh "Al-Husain" atau membantu dalam membunuhnya atau ridho dengan pembunuhan tersebut maka bagi dia laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia, Allah tidak akan menerima amalan wajibnya dan sunnahnya…
Kecintaan kepada Ahlul Bait di sisi kami merupakan kewajiban yang mendapatkan ganjaran di sisi Allah. Telah sah di sisi kami sebuah hadits dalam shahih Muslim dari Zaid bin Arqom beliau berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkutbah kepada kami di sumber air yang disebut dengan Khumman yang terletak antara Mekah dan Madinah, "Wahai manusia, sesungguhnya aku meninggalkan bagi kalian dua perkara yang penting; Kitaabullah…. dan Kerabatku, Ahlul bait, Aku ingatkan kalian (untuk memperhatikan dan menghormati) Ahlul Bait, Aku ingatkan kalian (untuk memperhatikan dan menghormati) Ahlul Bait"
… Barangsiapa yang memusuhi Ahlul Bait maka bagi dia laknat Allah, laknat para malaikat, dan laknat seluruh manusia. Allah tidak menerima darinya amalan wajib dan sunnah)) (Majmuu' al-Fataawaa 4/487-488)
Bantahan Terhadap Tuduhan Abu salafy Terhadap Ibnu Taimiyyah
Setelah jelas bagi kita bagaimana sikap sesungguhnya Ibnu Taimiyyah terhadap Ali bin Abi Tholib dan juga terhadap Ahlul Bait secara umum maka saya akan beranjak pada tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh Al-Ustadz Abu Salafy.
Namun sebelumnya saya akan menjelaskan tentang :
Pertama : Hakekat buku Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah
Kitab Minhaajus Sunnah ditulis oleh Ibnu taimiyyah dalam rangka membantah sebuah kitab yang berjudul "Minhaajul Karoomah" yang ditulis oleh Ibnul Muthohhir Ar-Rofidhi
Kedua : Metode yang digunakan oleh Ibnu Taimiyyah dalam membantah rofidhoh dalam buku Minhaajus Sunnah
Untuk menghadapi Rofidhoh ada dua metode yang mungkin untuk dilakukan;
Pertama : Dengan membantah syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh Rofidhoh satu persatu. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyyah tatkala membantah syubhat-syubhat yang disebarkan oleh kelompok-kelompok lain selain Rofidhoh. Akan tetapi cara ini menurut Ibnu Taimiyyah kuranglah tepat dan kurang bisa membungkam Rofidhoh. Oleh karenanya dalam buku Minhaajus Sunnah beliau berpaling ke metode yang kedua yaitu
Kedua : Membantah syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh Rofidhoh dengan syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh orang-orang Nashibah. Dan metode ini memiliki beberapa keistimewaan ;
- Setiap syubhat yang dihembuskan oleh rofidhoh mirip dengan syubhat yang dihembuskan oleh kaum Nasibiyyah. Sehingga Ibnu Taimiyyah tidak perlu repot dalam membantah rofidhoh. Karena setiap hujjah yang digunakan oleh Rofihdoh untuk mencela atau mengkafirkan Abu Bakr, Umar dan Utsman maka dibalik oleh Ibnu taimiyyah, karena hujjah tersebut mirip dengan hujjah yang digunakan oleh Nasibiyyah untuk mencela atau mengkafirkan Ali.
Sehingga Ibnu Taimiyyah memojokkan Rofidhoh untuk meninggalkan hujjah-hujjah yang mereka gunakan dalam rangka mencela atau mengkafirkan Abu Bakar, Umar dan Utsmaan. Jika tidak maka hujah-hujjah tersebut bisa digunakan oleh golongan Nashibiyyah untuk mencela atau mengkafirkan Ali bin Abi Tholib.
Oleh karenanya metode yang digunakan oleh Ibnu Taimiyyah ini merupakan metode yang menunjukkan hebatnya beliau rahimahullah dan lebih mampu untuk membungkam Rofidhoh daripada metode yang pertama.
- Metode ini digunakan untuk menjelaskan bahwa madzhab yang benar adalah Madzhab Ahlus Sunnah yang merupakan madzhab tengah yang berada diantara dua madzhab yang ekstrim terhadap para sahabat yaitu madzhab Rofidhoh dan madzhab Nashibiyyah
- Metode ini digunakan Ibnu Taimiyyah untuk memojokkan Rofidhoh bahwasanya tidak ada yang bisa membantah kaum Nashibiyyah kecuali Ahlus Sunnah.
Karenanya janganlah para pembaca heran tatkala Ibnu Taimiyyah menyampaikan perkataan-perkataan yang mencela Ali radhiallahu 'anhu, karena beliau sedang menyebutkan hujjah-hujjahnya kaum Nashibiyyah dalam rangka untuk membungkam Rofidhoh. Adapun sikap beliau terhadap Ali dan ahlul bait yang sesungguhnya maka telah kita ketahui bersama sebagaimana dan telah lalu penjelasannya dengan gamblang dan jelas.
Perhatikan perkataan Ibnu Taimiyyah berikut ini :
Setelah jelas bagi kita bagaimana sikap sesungguhnya Ibnu Taimiyyah terhadap Ali bin Abi Tholib dan juga terhadap Ahlul Bait secara umum maka saya akan beranjak pada tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh Al-Ustadz Abu Salafy.
Namun sebelumnya saya akan menjelaskan tentang :
Pertama : Hakekat buku Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah
Kitab Minhaajus Sunnah ditulis oleh Ibnu taimiyyah dalam rangka membantah sebuah kitab yang berjudul "Minhaajul Karoomah" yang ditulis oleh Ibnul Muthohhir Ar-Rofidhi
Kedua : Metode yang digunakan oleh Ibnu Taimiyyah dalam membantah rofidhoh dalam buku Minhaajus Sunnah
Untuk menghadapi Rofidhoh ada dua metode yang mungkin untuk dilakukan;
Pertama : Dengan membantah syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh Rofidhoh satu persatu. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyyah tatkala membantah syubhat-syubhat yang disebarkan oleh kelompok-kelompok lain selain Rofidhoh. Akan tetapi cara ini menurut Ibnu Taimiyyah kuranglah tepat dan kurang bisa membungkam Rofidhoh. Oleh karenanya dalam buku Minhaajus Sunnah beliau berpaling ke metode yang kedua yaitu
Kedua : Membantah syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh Rofidhoh dengan syubhat-syubhat yang dihembuskan oleh orang-orang Nashibah. Dan metode ini memiliki beberapa keistimewaan ;
- Setiap syubhat yang dihembuskan oleh rofidhoh mirip dengan syubhat yang dihembuskan oleh kaum Nasibiyyah. Sehingga Ibnu Taimiyyah tidak perlu repot dalam membantah rofidhoh. Karena setiap hujjah yang digunakan oleh Rofihdoh untuk mencela atau mengkafirkan Abu Bakr, Umar dan Utsman maka dibalik oleh Ibnu taimiyyah, karena hujjah tersebut mirip dengan hujjah yang digunakan oleh Nasibiyyah untuk mencela atau mengkafirkan Ali.
Sehingga Ibnu Taimiyyah memojokkan Rofidhoh untuk meninggalkan hujjah-hujjah yang mereka gunakan dalam rangka mencela atau mengkafirkan Abu Bakar, Umar dan Utsmaan. Jika tidak maka hujah-hujjah tersebut bisa digunakan oleh golongan Nashibiyyah untuk mencela atau mengkafirkan Ali bin Abi Tholib.
Oleh karenanya metode yang digunakan oleh Ibnu Taimiyyah ini merupakan metode yang menunjukkan hebatnya beliau rahimahullah dan lebih mampu untuk membungkam Rofidhoh daripada metode yang pertama.
- Metode ini digunakan untuk menjelaskan bahwa madzhab yang benar adalah Madzhab Ahlus Sunnah yang merupakan madzhab tengah yang berada diantara dua madzhab yang ekstrim terhadap para sahabat yaitu madzhab Rofidhoh dan madzhab Nashibiyyah
- Metode ini digunakan Ibnu Taimiyyah untuk memojokkan Rofidhoh bahwasanya tidak ada yang bisa membantah kaum Nashibiyyah kecuali Ahlus Sunnah.
Karenanya janganlah para pembaca heran tatkala Ibnu Taimiyyah menyampaikan perkataan-perkataan yang mencela Ali radhiallahu 'anhu, karena beliau sedang menyebutkan hujjah-hujjahnya kaum Nashibiyyah dalam rangka untuk membungkam Rofidhoh. Adapun sikap beliau terhadap Ali dan ahlul bait yang sesungguhnya maka telah kita ketahui bersama sebagaimana dan telah lalu penjelasannya dengan gamblang dan jelas.
Perhatikan perkataan Ibnu Taimiyyah berikut ini :
((Adapun serorang rofidhoh jika ia mencela Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu dengan mengatakan bahwa Mu'aawiyah adalah seorang pembangkang dan dzolim, maka seorang Nashibi akan berkata kepadanya : "Ali pun demikian membangkang dan dzolim tatkala memerangi kaum muslimin untuk pemerintahannya, dan dia yang memulai peperangan dan menyergap mereka dan menumpahkan darah umat tanpa ada faedah bagi mereka, baik faedah agama maupun faedah duniawi. Pedang Ali di masa pemerintahannya terhunus bagi umat Islam dan tersimpan bagi orang-orang kafir.
Orang-orang yang mencela Ali ada beberapa kelompok,
Kelompok yang mencela Ali dan juga mencela orang-orang yang memerangi Ali seluruhnya.
Kelompok yang menyatakan fasiknya salah satu dari dua kelompok (kelompok Ali atau kelompok yang memerangi Ali-pen) tanpa menentukan manakah kelompok yang fasik, sebagaimana yang diucapkan oleh 'Amr bin 'Ubaid dan para ulama mu'tazilah. Mereka juga berkata tentang perang Jamal : "Telah fasik salah satu dari dua kelompok yang berperang", akan tetapi tanpa menentukan manakah kelompok yang fasik. Dan mereka menyatakan bahwa Mu'awiyah fasiq.
Kelompok yang berkata bahwasanya Ali fasik, bukan Mu'aawiyah, sebagaiman dikatakan oleh kelompok Marwaaniyah.
Kelompok yang berkata bahwasanya pada awalnya Ali dalam kebenaran, akan tetapi tatkala menjadikan dua orang sebagai hakim maka Ali telah kafir dan murtad dari Islam, dan meninggal dalam keadaan kafir. Kelompok ini adalah khowaarij.
Maka kelompok Khowarij, kelompok Marwaniyah, dan banyak dari kelompok Mu'tazilah, dan yang lainnya mereka mencela Ali radhiallahu 'anhu. Semuanya salah dalam hal ini, sesat dan mubtadi')) (Minhaajus Sunnah 4/389-390)
Perhatikan juga perkataan beliau berikut ini :
((Dan mereka itulah orang-orang yang menegakkan permusuhan kepada Ali dan orang-orang yang berwalaa kepadanya, dan merekalah yang telah menghalalkan untuk membunuh Ali. Dan salah seorang pemimpin mereka yaitu Abdurrahman bin Muljim Al-Muroodi telah membunuh Ali. Maka mereka itulah Nawashib (Nashibiyah), Khowaarij yang telah keluar (dari agama)….
Jika seandainya Si Nasibi (pembenci Ali-pen) ini berkata kepada seorang rofidhoh : "Sesungguhnya Ali adalah seorang yang kafir atau fasiq atau dzolim, atau Ali berperang demi kekuasaan, untuk meraih kepemimpinan dan bukan karena agama, dan Ali telah membunuh ribuan umat Islam dari umat Muhammad dalam perang Jamal, perang Shiffin, dan dalam perisitwa Haaruuroo', dan Ali tidak membunuh seorang kafirpun setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Ali tidak membuka satu kotapun (untuk perluasan kekuasaan Islam-pen), bahkan Ali memerangi Ahlul Kiblat (umat Islam-pen)", dan perkataan-perkataan yang semisal ini yang diucapkan oleh orang-orang Nasibiyah yang memusuhi Ali radhiallahu 'anhu, maka tidak ada yang bisa membantah perkataan orang-orang Nasibiyyah ini kecuali Ahlus Sunnah yang mencintai para As-Saabiquun Al-Awwaluun seluruhnya dan berwalaa' kepada mereka (Adapun rofidhoh maka tidak bisa membantah Nasibiyyah-pen).
Maka Ahlus Sunnah akan berkata kepada Naasibiyyah : Telah sah dalam khabar yang mutawatir akan keimanan, hijrah, dan jihadnya Abu Bakr, Umar, Tolhah, dan Az-Zubair. Dalam Al-Qur'an Allah memuji mereka dan ridho kepada mereka. Demikian juga dalam hadits-hadits yang shahih Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memuji mereka baik secara khusus atau secara umum. Seperti sabda Nabi yang masyhuur :
"Kalau aku mau mengambil seorang kholil (kekasih) dari penduduk dunia maka aku akan menjadikan Abu Bakr sebagai kekasih"
Dan sabda beliau (tentang Umar-pen) :
"Dahulu pada umat-umat sebelum kalian ada orang-orang yang muhaddatsuun (mendapat ilham), kalau ada seseorang dari umatku yang demikian maka dia adalah Umar"
Dan sabda beliau (tentang Utsman-pen): "Mengapa aku tidak malu kepada orang yang malaikat malu kepadanya"
Beliau juga bersabda kepada Ali :
"Aku akan memberikan bendera (kepemimpinan perang) kepada seseorang yang cinta kepada Allah dan rasulNya dan Allah dan RasulNya (juga) mencintainya, Allah akan memenangkan perang melalui kedua tangannya"
Dan sabda beliau (tentang Az-Zubair) : "Setiap nabi memiliki hawaari (para pengikut setia/para penolong), dan hawaariku adalah Az-Zubair", dan sabda-sabda beliau yang semisal ini.
Adapun Rofidhi maka ia tidak akan mampu untuk menegakkan hujjah yang mengalahkan orang yang memusuhi Ali dari kalangan Nasibiyyah sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah (dalam membantah Nasibiyyah-pen) yang Ahlus Sunnah mencintai seluruh sahabat)) (Majmuu' Al-Fataawaa 4/468-469)
Dari dua perkataan Ibnu Taimiyyah di atas bisa ditarik kesimpulan :
- Ibnu Taimiyyah hanya menukil perkataan Nasibiyyah dalam rangka membantah Rofidhoh,
- Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa seluruh kelompok yang mencela Ali adalah salah, sesat, dan mubtadi'
- Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa Rofidhoh tidak akan mampu membantah Nashibiyyah sebagaimana bantahan Ahlus Sunnah terhadap Nashibiyyah
Tanggapan Terhadap Tuduhan-tuduhan Abu salafy:
Ustadz Abu Salafy berkata :
((Ustadz Firanda yang saya hormati, apakah pantas kita membela orang seperti Ibnu Taimiyah yang sudah jelas sikapnya terhadap Imam Ali ra. dan juga terhadap Sayyidina Umar ra.?)). Lihat ((http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/15/ustadz-firanda-kebakaran-jenggot/))
Al-ustadz Abu Salafy juga berkata :
((Tetapi, buat Ibnu Taimiyah, peperangan yang disulut musuh-muusuh Ali ra. Justeru menjadi kesempatan yang tidak boleh dilewatkan begitu saja tanpa menghina dan menuduh Imam Ali ra. dengan tuduhan keji dan membuat bulu roma kita berdiri dari kebejatan ucapan dan analisa serta vonis kemunafikan yang ia lontarkan dengan tan tanggung jawab….
Dalam menilai peperangan Imam Ali ra., Ibnu Taimiyah bertaka:
وَعليٌ قاتَلَ لِيُطاعَ و يَتَصَرّفُ في النفوسِ و الأموال، فكيف يُجعَلُ هذا قتالاً غلى الدينِ؟!
“Ali berperang agar ia dita’ati dan berbuat sekehendaknya terhadap jiwa-jiwa dan harta-harta, lalu bagaimana peperangan seperti itu dijadikan peperangan demi agama?!” (Minhâj as Sunnah,8/329)
kemudian dalam kesempatan lain ia lebih meningkatkan tensi kecamannya atas Imam Ali ra. Yang menghalalkan darh-darah kaum Muslimin dengan tanpa izin Allah dan Rasul-Nya! Membunuh mereka hanya demi kekuasaannya semata! Walaupun seperti kebiasaannya, ia meminjam mulut kaum Nawâshib untuk menghujat Ali dan Syi’ahnya!
Ibnu Taimiyah begitu menikmati ketika menyajikan kecaman kaum Nawâshib, dan terkadang kecaman itu ia yang meramunya hanya saja ia nisbatkan kepada mereka!
Di sini Ibnu Taimiyah berkata, “Jika kaum Nawâshib berkata kepada kaum Rafidhah: Ali telah menghalalkan darah-darah kaum Muslimin dengan tanpa perintah Allah dan Rasul-Nya hanya demi kekuasaan, sementara Nabi saw. telah bersabda:
“mencaci maki seorang Muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran.” Dan “jangan kalian kembali kafir sepeninggalku, sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain.” Maka Ali adalah kafir karena sebab itu! Maka hujjah kalian (Rafidhah) tidak lebih kuat dari hujjah kau Nawâshib…. “(Minhâj as Sunnah,4/499-500)
Ibnu Taimiyah juga membebankan ke pundak Imam Ali ra. Tangung jawab kerusakan dan korban yang banyak dari kalangan umat Islam dalam peparangan tersebut!
Ia berkata:
“Sesungguhnya Ali berperang demi wilayah/kekuasaan, dan karenanya banyak jiwa mati terbunuh. Pada masa kekuasaannya tidak pernah terjadi peperangan melawan kaum kafir tidak juga menaklukkan negeri-negeri mereka! Dan kaum Muslimin tidak semakin membaik… “(Minhâj as Sunnah,6/191)
Peperangan Imam Ali ra. Hanya menambah perpacahan di tengah-tengahnumat Islam! (Minhâj as Sunnah,7/243)
Semua yang salah hanya Ali ra…. Para pemberontak tidak patut dipersalahkan dan diminta bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan dampak-dampaknya!!
Demikianlah Ibnu Taimiya menilai Imam Ali ra.!! Lalu salahkan para ulama Ahlusunnah yang menvonisnya sebagai gembong kaum Munafik?!
Apa yang saya sajikan di atas baru setetes dari kejahatan mulut si anak taimiyah itu. Pada edisi berikutnya, Anda akan menyaksikan lebih banyak lagi!
Jadi janganlah Anda heran jika kaum Wahhabiyah, Nawâshin Modern; para pengikut dan pemuja kesesatan akidah Ibnu Taimiyah sekarang juga menghembuskan nafas beracun dan memuntahkan luapan kebencian mereka kepada Imam Ali dan keturunan beliau!
Sebab seperti disabdakan Nabi mulia: Tiada mencintai Ali melinakn orang mukmin dan tiada membencinya melaikan oraang munafik!!)) Demikianlah perkataan Ustadz Abu salafy yang meluap-luap penuh dengan emosi dan cacian !!! sebagaimana bisa dilihat di ((http://abusalafy.wordpress.com/2008/05/26/fitnah-ibnu-taimiyah/)
Para pembaca yang budiman, telah saya jelaskan diatas bagaimana sikap yang sesungguhnya dari Ibnu taimiyyah terhadap Ali dan Ahlul bait. Adapun apa yang disampaikan oleh Ustadz Abu Salafy merupakan tipu muslihat yang ia lancarkan sehingga mengesankan bahwa Ibnu taimiyyah adalah seorang Nasibi, padahal telah jelas di atas bahwasanya Ibnu Taimiyyah sedang menukil perkataan Nashibiyyah dalam rangka membungkam dan memojokan Rofidhoh.
Adapun tuduhan ustadz Abu salafy bahwasanya Ibnu Taimiyyah menyatakan Ali berperang bukan karena agama akan tetapi karena kekuasaan maka sungguh ini merupakan kedustaan, penjelasannya sebagai berikut:
- Telah dijelaskan bahwasanya bagaimana metode Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Minhaajus Sunnah dalam membantah Rofidhoh. Yaitu beliau rahimahullah menggunakan syubhat yang dilontarkan oleh Nashibiyyah untuk memojokan Rofidhoh (silahkan lihat kembali poin tentang metode Ibnu Taimiyyah dalam kitab Minhajus Sunnah sebagaimana telah lalu)
- Dalam kitab minhaajus Sunnah Ibnu taimiyyah dengan tegas menjelaskan bahwsanya perkataan "Ali berperang bukan karena agama tetapi karena kekuasaan" merupakan perkataan Nashibiyyah
((Adapun serorang rofidhoh jika ia mencela Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu dengan mengatakan bahwa Mu'aawiyah adalah seorang pembangkang dan dzolim, maka seorang Nashibi akan berkata kepadanya : "Alipun demikian membangkang dan dzolim tatkala memerangi kaum muslimin untuk pemerintahannya, dan dia yang memulai peperangan dan menyergap mereka dan menumpahkan darah umat tanpa ada faedah bagi mereka, baik faedah agama maupun faedah duniawi. Pedang Ali di masa pemerintahannya terhunus bagi umat Islam dan tersimpan bagi orang-orang kafir)) (Minhaajus Sunnah 4/389)
- Dalam kitab beliau yang lain beliau juga menegaskan bahwa hal ini merupakan perkataan Nasibiyyah
((Jika seandainya Si Nasibi (pembenci Ali-pen) ini berkata kepada seorang rofidhoh : "Sesungguhnya Ali adalah seorang yang kafir atau fasiq atau dzolim, atau Ali berperang demi kekuasaan, untuk meraih kepemimpinan dan bukan karena agama, dan Ali telah membunuh ribuan umat Islam dari umat Muhammad dalam perang Jamal, perang Shiffin, dan dalam perisitwa Haaruuroo', dan Ali tidak membunuh seorang kafirpun setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Ali tidak membuka satu kotapun (untuk perluasan kekuasaan Islam-pen), bahkan Ali memerangi Ahlul Kiblat (umat Islam-pen)", dan perkataan-perkataan yang semisal ini yang diucapkan oleh orang-orang Nasibiyah yang memusuhi Ali radhiallahu 'anhu)) (Majmuu' Al-Fataawaa 4/468)
Maka bagaimana ustadz abu Salafy lantas menutup mata dan memaksakan perkataan tersebut adalah aqidah Ibnu Taimiyyah, sehingga akhirnya ustadz Abu Salafy memvonis Ibnu Taimiyyah yang telah berjihad melawan Tatar sebagai seorang munafiq??!!
Kesimpulan :
Pertama : Ustadz Abu Salafy telah melakukan tipu muslihat sehingga mengesankan bahwasanya Ibnu Taimiyyah adalah seorang Nashibi (pembenci Ahlul bait terutama Ali bin Abi Tholib) dengan cara mengambil perkataan Ibnu Taimiyyah secara sepotong-sepotong
Kedua : Dalam buku Minhaajus Sunnah yang dicela habis-habisan oleh Abu Salafy ternyata syarat berisi pujian dan pembelaan Ibnu Taimiyyah kepada Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu. Apakah Abu salafy telah membaca kitab Minhaajus Sunnah?, kenapa perkataan-perkataan yang jelas dari Ibnu Taimiyyah tidak ditampilkan?
Ini merupakan lagu lama yang ditempuh oleh Abu Salafy, meninggalkan perkataan yang jelas dan berusaha menampilkan perkataan yang tidak jelas. Sebagaimana yang telah ia lakukan terhadap perkataan Imam Al-Qurthubi dan Ibnul Jauzi sebagaiamana telah saya ungkap tipu muslihatnya dalam (http://www.firanda.com/index.php/home/31/113-sekali-lagi-tipu-muslihat-abu-salafy-cs-bag-2)
Ketiga : Diantara tuduhan Abu Salafy bahwasanya Ibnu Taimiyyah mencela Umar radhiyallahu 'anhu, maka saya meminta bukti dari ustadz Abu Salafy.
Abu Salafy berkata ((Ustadz Firanda yang saya hormati, apakah pantas kita membela orang seperti Ibnu Taimiyah yang sudah jelas sikapnya terhadap Imam Ali ra. dan juga terhadap Sayyidina Umar ra.?)) (lihat http://abusalafy.wordpress.com/2011/01/15/ustadz-firanda-kebakaran-jenggot/)
Ini adalah tuduhan Abu Salafy bahwasanya Ibnu Taimiyyah tidak hanya mencela Ali bin Abi Tholib akan tetapi juga mencela Umar bin Al-Khothoob. Maka saya berharap Ustadz Abu Salafy mendatangkan bukti, jika tidak maka ini akan dimasukan dalam daftar kebohongan ustadz Abu Salafy yang sedang saya kumpulkan.
Bersambung !!!
Madinah Munawwarah, 17 Safar 1432 / 21 Januari 2011
Firanda Andirjawww.firanda.com
Artikel terkait: