Ketawadhu’an ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallahu’anhu

Label:

Disebutkan di dalam Al Mudawwanah Al Kubra, “Ibnul Qasim mengatakan, Aku pernah mendengar Malik membawakan sebuah kisah bahwa pada suatu ketika di masa kekhalifahan Abu Bakar ada seorang lelaki yang bermimpi bahwa ketika itu hari kiamat telah terjadi dan seluruh umat manusia dikumpulkan. Di dalam mimpi itu dia menyaksikan Umar mendapatkan ketinggian dan kemuliaan derajat yang lebih di antara manusia yang lain. Dia mengatakan: Kemudian aku berkata di dalam mimpiku, ‘Karena faktor apakah Umar bin Al Khaththab bisa mengungguli orang-orang yang lain?”

Dia berkata: Lantas ada yang berujar kepadaku, ‘Dengan sebab kedudukannya sebagai khalifah dan orang yang mati syahid, dan dia juga tidak pernah merasa takut kepada celaan siapapun selama dirinya tegak berada di atas jalan Allah.’

Pada keesokan harinya, laki-laki itu datang dan ternyata di situ ada Abu Bakar dan Umar sedang duduk bersama. Maka dia pun mengisahkan isi mimpinya itu kepada mereka berdua. Ketika dia selesai bercerita maka Umar pun menghardik orang itu seraya berkata kepadanya,“Pergilah kamu, itu hanyalah mimpi orang tidur!”

Lelaki itupun bangkit meninggalkan tempat tersebut. Ketika Abu Bakar telah wafat dan Umar memegang urusan pemerintahan, maka beliau pun mengutus orang untuk memanggil si lelaki itu. Kemudian Umar berkata kepadanya,“Ulangi kisah mimpi yang pernah kamu ceritakan dahulu.”
Lelaki itu menjawab,“Bukankah anda telah menolak cerita saya dahulu?!”

Umar mengatakan,“Tidakkah kamu merasa malu menyebutkan keutamaan diriku di tengah-tengah majelis Abu Bakar sementara pada saat itu dia sedang duduk di tempat itu?!”

Syaikh Abdul Aziz As Sadhan mengatakan,“Umar radhiyallahu ‘anhu tidak merasa ridha keutamaan dirinya disebutkan sementara di saat itu Ash Shiddiq (Abu Bakar) -dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu jelas lebih utama dari beliau- hadir mendengarkan kisah itu. walaupun sebenarnya dia tidak perlu merasa berat ataupun bersalah mendengarkan hal itu, akan tetapi inilah salah satu bukti kerendahan hati beliau radhiyallahu ‘anhu.”

(Lihat Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 103-104)
______________________________

 
Test © 2010 | Designed by My Blogger Themes | Blogger Template by Blog Zone