Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau menerangkan tafsir dari firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Mereka itu -sosok- yang disembah -selain Allah- justru berusaha mencari kedekatan diri di sisi Rabb mereka, siapakah di antara mereka yang lebih dekat -kepada-Nya-.”
(QS. al-Israa’: 57).
Beliau berkata, “Dahulu sekelompok bangsa jin masuk Islam, sedangkan sebelum itu mereka dipuja-puja (disembah) -oleh manusia-. Kemudian orang-orang yang dahulu menyembah mereka tetap bertahan untuk menyembah mereka, padahal sekelompok jin -yang disembah itu- telah masuk Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Shahih Bukhari hal. 983 dan Syarh Muslim [9/270])
Hadits yang agung ini mengandung hikmah, antara lain:
1. Hakekat tauhid adalah dengan menujukan ibadah -di antaranya adalah doa- hanya kepada Allah ta’ala (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 80).
Ini artinya, orang yang menujukan ibadah kepada Allah dan juga kepada selain Allah, maka dia belum dianggap sebagai orang yang bertauhid, meskipun bekas sujudnya melekat di dahinya dan bacaan al-Qur’annya bisa membuat menangis semua orang yang mendengarnya!
2. Tauhid mengandung sikap berlepas diri dari segala bentuk kemusyrikan/peribadatan kepada selain Allah. Sehingga tidak ada yang boleh disembah selain Allah siapapun atau apapun bentuknya (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [1/94], al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 32).
3. Bantahan bagi orang yang beranggapan bahwa kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik hanya disebabkan mereka memuja berhala/patung (lihat catatan kaki dalam Fath al-Majid Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 93)
4. Mengabulkan doa merupakan salah satu bagian dari keesaan rububiyah Allah ta’ala (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 80).
Oleh sebab itu menujukan doa kepada selain Allah merupakan kekafiran/pengingkaran kepada tauhid. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang berdoa kepada sesembahan tandingan selain Allah yang tidak ada bukti untuk membenarkannya maka sesungguhnya perhitungannya adalah di sisi Rabbnya, sesungguhnya orang-orang kafir itu tidaklah beruntung.” (QS. al-Mu’minun: 117).
5. Kebatilan peribadatan kaum musyrikin kepada selain Allah, dimana sosok yang mereka ibadahi justru mencari kedekatan diri di sisi Allah serta mengharapkan rahmat dan takut akan siksa-Nya (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 57)
6. Kesalihan yang ada pada diri sosok yang disembah selain Allah tidak bisa dijadikan sebagai dalil/alasan untuk membenarkan perbuatan syirik yang melibatkan diri mereka (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 57). Syirik ya tetap syirik, walaupun yang disembah adalah Nabi atau malaikat, apalagi yang disembah adalah jin!
7. Mengucapkan syahadat saja tidak cukup apabila tidak diiringi dengan sikap mengingkari segala sesembahan selain Allah (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 58).
Oleh sebab itu dakwah yang diserukan oleh para rasul adalah, “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (lihat QS. an-Nahl: 36)
8. Mengimani keberadaan makhluk yang disebut dengan jin. Tidak sebagaimana anggapan sebagian orang yang berpendapat bahwa ‘jin’ adalah sekedar ungkapan yang mewakili segala sesuatu yang samar dan tersembunyi dan bukan nama bagi suatu makhluk tertentu sebagaimana halnya manusia. Apakah mereka tidak membaca al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga sedemikian jauh kesesatan mereka? Allahul musta’aan.
9. Jin ada yang kafir dan ada yang muslim. Hal ini menunjukkan bahwa jin juga dibebani kewajiban beribadah kepada Allah dan mentauhidkan-Nya. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam ayat-Nya (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)