Pendahuluan
Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nyadan memohon pertolongan dan ampunan-Nya serta berlindung kepada Allah darikejahatan hawa nafsu dan kejelekan amalan kita. Siapa yang ditunjuki Allah makatidak ada yang dapat menyesatkannya dan sebaliknya, siapa yang disesatkan makatidak ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecualiAllah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammadadalah hamba dan utusan-Nya. Firman Allah Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allahdengan sebenar-benar takwa dan jangan kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS.Ali Imran : 102)
“Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang telahmenciptakan kamu dari satu jiwa dan mnciptakan darinya isterinya dan Diamemperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Danbertakwalah kepada Allah yang dengan-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah)hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah senantiasa mengawasi kalian.” (QS. AnNisa’ : 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah danberkatalah yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki untukmu amalan kamu danmengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya makasesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab :70-71)
Kemudian dari pada itu :
Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allahdan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘Alaihi WaSallam. Dan sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dansetiap yang diada-adakan adalah bid’ah --(dan setiap bid’ah adalah sesat danyang sesat itu tempatnya di neraka)--.
Dan selanjutnya :
Sungguh saya bersyukur dan memuji Allah yang telahmelindungi Ahli Sunnah dan para imam mereka dari perkataan yang rusak dankeyakinan (i’tiqad) yang lemah dan menganugerahkan kepada mereka kekuatan untukberpegang dengan tali Allah yang kokoh dan Kitab-Nya yang terang serta SunnahRasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang terang-benderang bahkan menjauhkanAhli Sunnah dan para imam mereka dari ucapan-ucapan yang keji dan mengerikan.Sedangkan ucapan mereka mengenai ahli bid’ah terdengar ke seluruh penjuru danucapan orang-orang selain mereka mengenai mereka tertolak dan terbantah denganyang haq.
(Siapakah Ahli Sunnah dan para imam mereka?)
Mereka adalah orang-orang yang bersepakat di atas pendirianbahwa apa pun yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa pun yang tidak Diakehendaki pasti tidak akan terjadi. Dan kita hendaknya menjadi orang-orang yangmengikuti atsar (jejak) dan manhaj (jalan) mereka dan mengakui keutamaanmereka.
“Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yangtelah mendahului kami dalam keimanan.” (QS. Al Hasyr : 10)
Ini adalah risalah ringkas yang berfaedah --Insya Allah--mengenai beberapa topik yang berbeda yang kami nukilkan dari Kitab Allah ‘Azzawa Jalla dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam serta ucapan paraimam Ahli Ilmu yang tersebar dalam berbagai tempat yang saya rangkum dariberbagai kitab tentang sunnah dan saya namakan : “Lamudduril Mantsur MinalQaulil Ma’tsur ”
Dan saya memohon kepada Allah yang Maha Agung Pemilik ‘Arsyyang Mulia agar diberi taufiq dalam memilih nama yang sesuai dengan kedudukanpara imam pembawa petunjuk yang dengan mereka Allah memelihara Sunnah Nabi-Nya.Sebagaimana saya juga meminta kepada-Nya ‘Azza wa Jalla agar risalah inibermanfaat bagi para pembaca dan menjadi amalan saya yang ikhlash mengharapWajah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan sebagai sarana menyebarluaskan AsSunnah dan pembuka mata bagi sesama saudara di jalan Allah yang tertutup darimereka sebagian besar ucapan ulama Salaf.
Termasuk tuntunan As Sunnah dan akhlak adalah membalaskebaikan dengan mensyukuri dan mengakui kebaikan itu sebagaimana firman Allah :
"Tidak ada balasan kebaikan itu selain kebaikan(juga).” (QS. Ar Rahman : 60)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Siapa mendatangimu dengan kebaikan balaslah, jika tidakkamu dapatkan sesuatu untuk membalasnya maka doakanlah kebaikan untuknya sampaikamu ketahui bahwa kamu telah membalasnya.” (HR. Abu Daud 1672 dan 5109, AnNasa’i 2566, dan Ahmad 2/68)
Dan sabda beliau :
“Siapa yang tidak (dapat) bersyukur (berterima kasih kepada)manusia maka ia tidak akan (dapat) bersyukur kepada Allah.” (HR. At Tirmidzy1954 dan Ahmad 3/74)
Dan di sini saya bersyukur --setelah bersyukur kepada AllahTa’ala-- kepada saudara yang terhormat Abu Yasir, Raziq bin Hamid Al Qurasyiyang telah memeriksa dan memperbaiki kesalahan cetakannya. Begitu pula dengankitab sebelumnya yaitu Al Ajwibah Al Mufidah Alal Asilah Al Martahij AlJadiidah dan kitab Al Aimmatul Abrar fil Hukmi Ala As Saharatil Asyrar. SemogaAllah membalasnya atas bantuannya kepada saya dengan segenap kebaikan dan--juga-- mereka yang ikut andil dalam mmembantu terselesaikannya urusan saya.
Akhirulkalam, sekali lagi saya memohon kepada Allah agarmelimpahkan taufiq kepada kita untuk dapat mengikuti sunnah RasulullahShallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan mematikan kita di atasnya serta mengumpulkankita bersama para shahabat Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Akhir doa kita adalah Alhamdulillahi Rabbil Alamin.
Thaif, 10 Muharram 1417 H
Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al Haritsi
BAB 1 : Berpegang Dengan Al Quran Dan As Sunnah, MengikutiAtsar Salafus Shalih, Dan Menjauhi Bid’ah
1. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allahdengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaanMuslim. Dan berpeganglah kamu semua dengan tali Allah dan janganberpecah-belah. Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu ketika kamu salingbermusuhan maka Dia satukan hati kamu lalu kamu menjadi bersaudara dengannikmat-Nya dan ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Diaselamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamuayat-ayat-Nya agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran : 102-103)
2. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilahdia dan jangan kamu ikuti jalan-jalan (lainnya) sebab jalan-jalan itu akanmencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamumudah-mudahan kamu bertaqwa.” (QS. Al An’am : 153)
3. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidinyang terbimbing, gigitlah dengan gerahammu dan hati-hatilah kamu terhadapperkara yang baru karena sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.”
(HR. Ahmad 4/126, At Tirmidzy 2676, Al Hakim 1/96, AlBaghawy 1/205 nomor 102)
4. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya Allah meridlai tiga perkara untuk kamu --diantaranya beliau bersabda-- : “ ... dan hendaknya kamu semua berpegang dengantali Allah.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Baghawy 1/202 nomor 101)
5. Hudzaifah bin Al Yaman radliyallahu 'anhu berkata :
“Hai para Qari’ (pembaca Al Quran) bertaqwalah kepada Allahdan telusurilah jalan orang-orang sebelum kamu sebab demi Allah seandainya kamumelampaui mereka sungguh kamu melampaui sangat jauh dan jika kamu menyimpang kekanan dan ke kiri maka sungguh kamu telah tersesat sejauh- jauhnya.” (AlLalikai 1/90 nomor 119, Ibnu Wudldlah dalam Al Bida’ wan Nahyu ‘anha 17, AsSunnah Ibnu Nashr 30)
6. Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu berkata :
“Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah! Sebab sungguh itu telahcukup bagi kalian. Dan (ketahuilah) bahwa setiap bid’ah adalah sesat.” (Ibnu Nashr28 dan Ibnu Wudldlah 17)
7. Imam Az Zuhry berkata, ulama kita yang terdahulu selalumengatakan :
“Berpegang dengan As Sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmuitu tercabut dengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkandengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama).” (AlLalikai 1/94 nomor 136 dan Ad Darimy 1/58 nomor 16)
8. Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu berkata :
“Berpeganglah kamu dengan ilmu (As Sunnah) sebelum diangkatdan berhati- hatilah kamu dari mengada-adakan yang baru (bid’ah) dan melampauibatas dalam berbicara dan membahas suatu perkara, hendaknya kalian tetapberpegang dengan contoh yang telah lalu.” (Ad Darimy 1/66 nomor 143, Al IbanahIbnu Baththah 1/324 nomor 169, Al Lalikai 1/87 nomor 108, dan Ibnu Wadldlah 32)
9. Dan ia juga mengatakan bahwa :
“Sederhana dalam As Sunnah lebih baik daripadabersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Ibnu Nashr 30, Al Lalikai 1/88 nomor 114,dan Al Ibanah 1/320 nomor 161)
10. Sa’id bin Jubair (murid dan shahabat Ibnu Abbas) berkata--mengenai ayat- - : “Dan beramal shalih kemudian mengikuti petunjuk.” (QS.Thaha : 82)
Yaitu senantiasa berada di atas As Sunnah dan mengikuti AlJama’ah. (Al Ibanah 1/323 nomor 165 dan Al Lalikai 1/71 nomor 72)
11. Imam Al Auza’i berkata :
“Kami senantiasa mengikuti sunnah kemanapun ia beredar.” (AlLalikai 1/64 nomor 47)
12. Imam Ahmad bin Hambal berkata :
“Berhati-hatilah kamu jangan sampai menulis masalah apapundari ahli ahwa’ sedikit atau pun banyak. Dan berpeganglah dengan Ahli Atsar danSunnah.” (As Siyar 11/231)
13. Umar bin Abdul Aziz dalam risalahnya untuk salah seorangaparatnya mengatakan :
Dari Umar bin Abdul Aziz Amirul Mukminin kepada Ady binArthaah :
“Segala puji hanya bagi Allah yang tidak ada sesembahan yanghaq kecuali Dia.
Kemudian daripada itu :
Saya wasiatkan kepadamu, bertaqwalah kepada Allah dansederhanalah dalam (menjalankan) perintah-Nya dan ikutilah sunnah Nabi-NyaShallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan tinggalkanlah apa yang diada-adakan ahlibid’ah terhadap sunnah yang telah berlalu dan tidak mendukungnya, tetaplah kamuberpegang dengan sunnah karena sesungguhnya ia telah diajarkan oleh orang yangtahu bahwa perkara yang menyelisihinya adalah kesalahan atau kekeliruan, kebodohan,dan keterlaluan (ghuluw). Maka ridlailah untuk dirimu apa yang diridlai olehkaum itu (shahabat) untuk diri mereka sebab mereka sesungguhnya berhenti denganilmu dan menahan diri dengan bashirah yang tajam dan mereka dalam menyingkaphakikat segala perkara lebih kuat (mampu) apabila di dalamnya ada balasan yangbaik. Jika kamu mengucapkan bahwa ada suatu perkara yang terjadi sesudah merekamaka ketahuilah tidak ada yang mengada-adakan sesuatu sesudah mereka melainkanorang-orang yang mengikuti sunnah yang bukan sunnah mereka (shahabat) danmenganggap dirinya tidak membutuhkan mereka. Padahal para shahabat itu adalahpendahulu bagi mereka. Mereka telah berbicara mengenai agama ini dengan apayang mencukupi dan mereka telah jelaskan segala sesuatunya dengan penjelasanyang menyembuhkan, maka siapa yang lebih rendah dari itu berarti kurang dansebaliknya siapa yang melampaui mereka berarti memberatkan. Maka sebagianmanusia ada yang telah mengurangi hingga mereka kaku sedangkan para shahabatitu berada di antara keduanya yaitu di atas jalan petunjuk yang lurus.” (AsySyari’ah 212)
14. Ibnu Baththah berkata :
“Sungguh demi Allah, alangkah mengagumkannya kecerdasan kaumitu, betapa jernihnya pikiran mereka, dan alangkah tingginya semangat merekadalam mengikuti sunnah nabi mereka dan kecintaan mereka telah mencapaipuncaknya hingga mereka sanggup untuk mengikutinya dengan cara seperti itu.Oleh sebab itu ikutilah tuntunan orang-orang berakal seperti mereka ini --wahaisaudara- saudaraku-- dan telusurilah jejak-jejak mereka niscaya kalian akanberhasil menang dan jaya.” (Al Ibanah 1/245)
15. Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma berkata :
“Tetaplah kamu beristiqamah dan berpegang dengan atsar sertajauhilah bid’ah.” (Al I’tisham 1/112)
16. Al Auza’i berkata :
“Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih meskipun seluruhmanusia menolakmu dan jauhilah pendapatnya orang-orang (selain mereka) meskipunmereka menghiasi perkataannya terhadapmu.” (Asy syari’ah 63)
BAB 2 : Perintah Komitmen Dengan Jamaah Muslimin dan ImamMereka Serta Peringatan Bahayanya Perpecahan
17. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah sejengkalsaja maka ia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya.” (As Sunnah IbnuAbi Ashim dan dishahihkan Syaikh Al Albani 892 dan 1053)
18. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang mati tanpa mempunyai imam maka ia matidalam keadaan jahiliyyah.” (As Sunnah Ibnu Abi Ashim dihasankan Syaikh AlAlbani 1057)
19. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Tetaplah kamu bersama Al Jamaah dan jauhilah perpecahan,sesungguhnya syaithan selalu bersama orang yang sendirian dan ia lebih jauhdari yang berdua dan siapa yang ingin tinggal di tengah-tengah kebun surga makahendaknya tetap berpegang dengan Al Jamaah.” (Shahih As Sunnah Ibnu Abi Ashim88)
20. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Berjamaah itu rahmat dan perpecahan itu adzab.” (Haditshasan dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 93)
21. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan AlJamaah maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hadits shahih dalam As SunnahIbnu Abi Ashim 93 dan 1064)
22. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Tiga hal yang tidak ditanya dari mereka yaitu seseorangyang memisahkan diri dari Al Jamaah dan orang yang mendurhakai imamnya dan matidalam keadaan maksiat.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 89, 100,dan 1060)
23. Mu’adz bin Jabal radliyallahu 'anhu berkata :
“Tangan Allah ada di atas Al Jamaah, maka siapa menyimpangmaka Allah tidak akan mempedulikan dia dengan penyimpangannya itu.” (Al Ibanah1/289 nomor 119)
24. Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu berkata :
“Hai manusia, tetaplah kalian taat dan berada dalam AlJamaah karena sesungguhnya itu adalah tali Allah yang Ia perintahkan berpegangdengannya dan sesungguhnya apapun yang tidak disukai dalam jamaah jauh lebihbaik daripada apapun yang disukai di dalam perpecahan.” (Al Ibanah 1/297 nomor133)
25. Al Auza’i berkata :
“Dikatakan bahwa terdapat lima hal yang shahabat MuhammadShallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para tabi’in di atasnya, di antaranyamenetapi Al Jamaah.” (Al Lalikai 1/64 nomor 48)
BAB 3 : Perintah Mentaati Dan Memuliakan Penguasa SertaTidak Memberontak Kepadanya
26. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Meskipun kamu diperintah oleh budak Habsyi yang (jelek)terpotong hidungnya tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya selama iamemimpinmu dengan Kitab Allah.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim1062)
27. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang mentaatiku berarti ia mentaati Allah dansiapa yang bermaksiat kepadaku maka ia bermaksiat kepada Allah dan siapa yangtaat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) berarti ia mentaatiku dan siapa yangbermaksiat kepada amirnya (pemimpin/penguasa) maka ia berarti bermaksiatkepadaku dan amirnya adalah tameng.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu AbiAshim 1065- 1068)
(Menurut Imam Al Qurthuby yang dinukil oleh Imam As Suyuthidalam Kitab Az Zahrur Riba, arti tameng di sini adalah ia (amir itu) diikutipendapat dan pandangannya dalam beberapa peraturan dalam menghadapi keadaanyang mengkhawatirkan, pent.)
28. Dari Ady bin Hatim ia berkata, kami berkata :
“Ya Rasulullah, kami tidak bertanya tentang ketaatan kepadaorang yang bertaqwa tapi (bagaimana) terhadap orang yang berbuat begini danbegitu -- ia menyebut berbagai kejelekan--.” Beliau berkata : “Bertaqwalah kamukepada Allah dan tetaplah kamu mendengar dan mentaatinya.” (Hadits shahih dalamAs Sunnah Ibnu Abi Ashim 1069)
29. Dari Abi Sa’id Al Khudri ia berkata, RasulullahShallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Akan ada nanti para pemimpin yang kulit menjadi lunakterhadap mereka sedangkan hati tidak tenteram kemudian akan ada pula parapemimpin yang hati manusia gemetar karena mereka dan bulu kuduk berdiri karena(takut) kepada mereka.” Lalu ada yang bertanya : “Ya Rasulullah apakah tidakdiperangi saja mereka?” Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab : “Tidak,selama mereka menegakkan shalat.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashimnomor 1077)
30. Dari Abu Dzar radliyallahu 'anhu ia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mendatangiku ketikasaya di mesjid lalu beliau menyentuhku dengan kakinya dan bersabda : “Apakahkamu sedang tidur di tempat ini?” Saya menjawab : “Wahai Rasulullah, matakumengalahkanku.” Beliau bersabda : “Bagaimana jika kamu diusir dari sini?” Makasaya menjawab : “Sungguh saya akan memilih tanah Syam yang suci dan diberkahi.”Beliau bertanya lagi : “Bagaimana jika kamu diusir dari Syam?” Saya berkata :“Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya perangi dia, ya Rasulullah?” BeliauShallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab : “Maukah aku tunjukkan jalan yang lebihbaik dari tindakan itu dan lebih dekat kepada petunjuk --beliau ulangi duakali--? Yaitu kamu dengar dan taati, kamu akan digiring kemanapun merekamenggiringmu.” (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1074)
31. Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan ia berkata, ketika AbuDzar keluar menuju Rabdzah, serombongan pengendara dari Iraq menemuinya laluberkata :
“Hai Abu Dzar, apa yang menimpamu telah sampai kepada kami,pancangkanlah bendera jihad (berontak) niscaya akan datang kepadamu orang-orangberapapun kamu kehendaki.” Ia berkata : [Tenanglah hai kaum Muslimin,sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallambersabda :
“Akan ada sesudahku nanti penguasa maka hormatilah dia, barangsiapayang mencari-cari kesalahannya maka ia berarti benar-benar merobohkansendi-sendi Islam dan tidak akan diterima taubatnya sampai mengembalikannyaseperti semula.”] (Hadits shahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim nomor 1079)
32. Dari Qathn Abul Haitsami ia berkata bahwa Abu Ghalibbercerita kepada kami, saya berada di sisi Abu Umamah ketika seseorang berkatakepadanya :
“Apa pendapat Anda mengenai ayat :
Dia-lah yang telah menurunkan kepadamu Al Kitab di antaranya(berisi) ayat-ayat yang muhkam itulah Ummul Kitab dan ayat lainnya adalah ayatmutasyabihat. Maka adapun orAng-orang yang dalam hati mereka ada zaigh (condongkepada kesesatan) maka mereka akan mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat. (QS.Ali Imran : 7)
Siapakah mereka (orang yang di hatinya terdapat zaigh) ini?”Ia berkata : “Mereka adalah Khawarij, --beliau melanjutkan-- dan tetaplah kamuberiltizam (komitmen) dengan As Sawadul A’zham.” Saya berkata : “Engkau telahmengetahui apa yang ada pada mereka (penguasa).” Ia menjawab : “Kewajibanmereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajiban kamu adalah apayang dibebankan kepadamu, taatilah mereka niscaya kamu akan mendapat petunjuk.”(As Sunnah Ibnu Nashr 22 nomor 55)
33. Dari Daud bin Abil Furat ia berkata, Abu Ghalib berceritakepadaku bahwa Abu Umamah bercerita bahwa Bani Israil terpecah menjadi 71golongan dan ummat ini lebih banyak satu golongan dari mereka, semua di nerakakecuali As Sawadul A'zham, yakni Al Jamaah. Saya berkata:
“Terkadang dapat diketahui apa yang ada pada As SawadulA'zham --di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan--.” Ia berkata : “Ketahuilah,sungguh demi Allah saya benar-benar tidak suka perbuatan mereka namun bagikewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka dan kewajibanmuadalah apa yang dibebankan kepadamu, di samping itu mendengar dan taat kepadamereka lebih baik daripada durhaka dan bermaksiat kepada mereka.” (As SunnahIbnu Nashr 22 nomor 56)
34. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memuliakan penguasa (yang dijadikan) AllahYang Maha Suci dan Maha Tinggi di dunia maka Allah memuliakannya pada harikiamat dan siapa yang menghinakan penguasa Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggidi dunia maka Allah hinakan dia pada hari kiamat.” (Ash Shahihah Al Albani2297)
35. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Lima perkara, barangsiapa yang mengamalkan salah satunya iamendapat jaminan dari Allah Azza wa Jalla, yaitu (antara lain) barangsiapa yangmasuk kepada imam (pemimpinnya) untuk memuliakan dan menghormatinya.” (Haditsshahih dalam As Sunnah Ibnu Abi Ashim 1021)
36. Dari Ubadah bin Ash Shamit radliyallahu 'anhu dari NabiShallallahu 'Alaihi Wa Sallam (beliau) bersabda :
“Dengar dan taatilah mereka baik --dalam-- kesulitan ataukemudahan, gembira dan tidak suka, dan (meskipun) mereka bersikap egois(sewenang-wenang) terhadapmu, walaupun mereka memakan hartamu dan memukulpunggungmu.” (Ibid, dishahihkan Al Albani 1026)
37. Dari Rabi’i bin Harrasy ia berkata, saya mendatangiHudzaifah radliyallahu 'anhu di Madain pada malam hari ketika banyak orang yangmendatangi Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu maka ia berkata :
“Hai Rabi’i! Apa yang dilakukan kaummu?” Saya menjawab :“Tentang kejadian mana yang Anda tanyakan?” Ia berkata : “Tentang siapa di antaramereka yang keluar (unjuk rasa/memberontak) kepada orang itu (Utsman)?” Makasaya sebutkan nama-nama beberapa orang di antara mereka. Lalu kata Hudzaifah :“Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
Barangsiapa yang memisahkan diri dari Al Jamaah danmerendahkan pemerintah maka ia akan menemui Allah Azza wa Jalla dalam keadaantidak mempunyai muka lagi --dalam lafaz Adz Dzahabi, tidak mempunyai hujjah--.”(HR. Ahmad 5/387, Al Hakim menshahihkannya, dan disetujui Adz Dzahabi 1/119)
38. Imam Al Barbahary berkata, Imam Ahmad bin Hanbalmengatakan :
“Dengar dan taatilah para pemimpin dalam perkara yangdicintai dan diridlai Allah! Dan siapa yang diserahi jabatan kekhalifahandengan kesepakatan dan keridlaan manusia kepadanya maka ia adalah AmirulMukminin. Tidak halal bagi siapapun untuk berdiam satu malam dalam keadaantidak menganggap adanya imam baik orang yang shalih ataupun durhaka.” (ThabaqatHanabilah 2/21 dan Syarhus Sunnah 77-78)
Kata Syaikh Jamal bin Farihan, ijma’ (kesepakatan manusiadan keridlaan mereka) di sini maksudnya adalah manusia dari kalangan Ahlul Haliwal ‘Aqdi (ulama mujtahid) bukan seluruh rakyat yang di dalamnya banyakterdapat orang-orang yang bodoh. Maka perhatikanlah hal ini!
39. Kata beliau (dalam Syarhus Sunnah hal 77-78) :
“Barangsiapa yang keluar (demonstrasi/memberontak) kepadaimam kaum Muslimin maka ia Khawarij dan sungguh mereka telah mematahkantongkatnya kaum Muslimin, menyelisihi atsar maka mereka mati dalam keadaanjahiliyyah.”
40. Dan kata beliau lagi :
“Tidak halal memerangi (memberontak) kepada penguasa dankeluar (demonstrasi) terhadap mereka meskipun mereka jahat karena tidak adadalam As Sunnah (tuntunan) memerangi penguasa sebab yang demikian mengakibatkankerusakan dunia dan agama.”
BAB 4 : Bersabar Atas Kejahatan Penguasa
41. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang melihat pada amirnya terdapat satu halyang dia benci hendaknya ia (tetap) bersabar.” (Hadits dalam As Sunnah Ibnu AbiAshim 1101)
42. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Adapun sesudah itu, sesungguhnya kamu akan melihat sikapatsarah (egois dan suka melebihkan orang lain selain kamu) maka bersabarlahsampai kamu berjumpa denganku.” (Ibid 1102)
BAB 5 : Tanda-Tanda Ahlus Sunnah
43. Imam Al Barbahary berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencintai Abu Hurairah, Anas binMalik, dan Usaid bin Hudlair radliyallahu 'anhum maka ketahuilah bahwa iapengikut sunnah --Insya Allah-- dan jika kamu lihat seseorang mencintai Ayyub,Ibnu ‘Aun, Yunus bin ‘Ubaid, ‘Abdullah bin Idris Al Audi, Asy Sya’bi, Malik binMighwal, Yazid bin Zurai, Mu’adz bin Mu’adz, Wahb bin Jarir, Hammad binSalamah, Hammad bin Zaid, Malik bin Anas, Al Auza’i, dan Zaidah bin Qudamahmaka ketahuilah bahwa ia pengikut sunnah begitu pula jika ada seseorangmencintai Ahmad bin Hanbal, Al Hajjaj bin Al Minhal, Ahmad bin Nashr sertamenyebut kebaikan mereka dan berpendapat dengan pendapat mereka maka ketahuilahia adalah seorang Sunni.” (Syarhus Sunnah 119-121)
Saya (Jamal bin Farihan) mengatakan, dan jika kamu melihatpada masa kini ada seseorang yang mencintai para ulama di negeri ini (Saudi)dan negeri lainnya yang berpegang teguh dengan As Sunnah dan manhaj SalafusShalih serta berpendapat dengan pendapat mereka maka ketahuilah bahwa ia adalahseorang Sunniy.
44. Kata beliau (ibid 107) :
“Dan siapa yang mengetahui apa yang dibuang dan ditinggalkanahli bid’ah dari Sunnah ini dan ia justru berpegang teguh dengannya maka iaadalah pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah dan ia berhak untuk diikuti(diteladani), dibantu, dan dijaga bahkan dia termasuk yang dipesankan oleh NabiMuhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
45. Dan kata beliau (ibid 116) :
“Dan jika kamu lihat seseorang mendoakan kebaikan untukpenguasa maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut Sunnah --Insya Allah--.”
Saya katakan ringkasnya : “Jika kamu lihat seseorangmencintai Ahli Sunnah di mana pun berada dan benci kepada ahli bid’ah dan ahliahwa’ di manapun mereka menetap dan berpindah maka ketahuilah ia adalah AhlusSunnah.”
46. Abu Hatim berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencintai Imam Ahmad ketahuilahia adalah pengikut Sunnah.” (As Siyar 11/198)
47. Dari Ja’far bin Muhammad ia berkata, saya mendengarQutaibah berkata :
“Apabila kamu melihat seseorang mencintai Ahli Haditsseperti Yahya bin Sa’id dan Abdurrahman bin Mahdi dan Ahmad bin Hanbal sertaIshaq bin Rahawaih --ia menyebut beberapa orang lagi-- maka ketahuilah bahwa iaberada di atas Sunnah dan siapa yang menyelisihi mereka maka ketahuilah bahwaia seorang mubtadi’ (ahli bid’ah).” (Al Lalikai 1/67 nomor 59)
BAB 6 : Tanda-Tanda Ahli Bid’ah Dan Ahli Ahwa’
48. Ayyub As Sikhtiyani berkata :
“Saya tidak mengetahui ada seseorang dari ahli ahwa’ yangberdebat kecuali dengan perkara (ayat) mutasyabihat.” (Al Ibanah 2/501, 605,609)
49. Imam Al Barbahary berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencela salah seorang shahabatRasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam maka ketahuilah bahwa sesungguhya diatelah mengucapkan kata-kata yang buruk dan termasuk ahli ahwa’.” (Halaman 115nomor 133)
50. Ia juga berkata :
“Jika kamu mendengar seseorang mencerca atsar(hadits-hadits), menolaknya, dan menginginkan selain itu maka curigailah keislamannyadan jangan kamu ragu bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu dan mubtadi’.” (Ibid115-116 nomor 134)
51. Kata beliau juga :
“Jika kamu lihat seseorang mendoakan kejelekan terhadappenguasa maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu.” (Ibid 116 nomor136)
52. Abu Hatim berkata :
“Salah satu tanda ahli bid’ah adalah adanya cercaan merekaterhadap Ahli Atsar.” (Al Lalikai 1/179)
Abu Abdillah Jamal berkata : “Jika kamu lihat seseorang mencercaulama As Sunnah dan manhaj Salafus Shalih di negeri ini dan lainnya makaketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa.”
53. Ibnul Qaththan berkata :
“Tidak ada di dunia ini seorang mubtadi’ melainkan sangatmembenci Ahli Hadits.” (Aqidah Salaf Ash Shabuni 102 nomor 163)
54. Imam Ash Shabuni berkata :
Dan tanda-tanda ahli bid’ah itu sangat jelas terlihat padamereka dan salah satu tanda yang paling menonjol adalah kerasnya permusuhanmereka terhadap para pembawa berita dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi WaSallam, menghina, dan meremehkan mereka.” (Ibid 101 nomor 162)
55. Dari Qutaibah bin Sa’id berkata :
“Apabila kamu lihat seseorang mencintai Ahli Hadits makaketahuilah bahwa ia di atas As Sunnah dan siapa yang menyelisihi perkara inimaka ketahuilah bahwa ia adalah mubtadi’.” (Muqaddimah muhaqqiq Kitab Syi’arAshhabul Hadits lil Hakim 7)
BAB 7 : Sebab-Sebab Hilangnya Agama
56. Abdullah bin Ad Dailamy berkata :
“Sesungguhnya sebab pertama hilangnya agama ini adalahmeninggalkan As Sunnah. Agama ini akan hilang sunnah demi sunnah sebagaimanalepasnya tali seutas demi seutas.” (Al Lalikai 1/93 nomor 127, Ad Darimy 1/58nomor 97, dan Ibnu Wadldlah dalam Al Bida’ 73)
57. Ia juga berkata, saya mendengar Amru berkata :
“Tidaklah dilakukan suatu bid’ah melainkan akan bertambahcepat berkembangnya dan tidaklah ditinggalkan As Sunnah kecuali bertambah cepathilangnya.” (Al Lalikai 1/93 nomor 128 dan Ibnu Wadldlah 73)
58. Dari Abdullah bin Mas’ud radliyallahu 'anhu ia berkata :
“Ketahuilah hendaknya jangan satupun dari kalian bertaqlidkepada siapapun dalam perkara agamamu sehingga (bila) ia beriman ikut berimanbila ia kafir ikut pula menjadi kafir. Maka jika kamu tetap ingin berteladanmaka ambillah contoh dari yang telah mati sebab yang masih hidup tidak amandari fitnah.” (Al Lalikai 1/93 nomor 130 dan Al Haitsamy dalam Al Majma’ 1/180)
59. Al Auza’i menyebutkan dari Hassan bin Athiyyah, iaberkata :
“Tidaklah suatu kaum berbuat satu bid’ah dalam Dien merekamelainkan Allah cabut dari mereka satu Sunnah yang semisalnya dan tidak akankembali kepada mereka sampai hari kiamat.” (Ad Darimy 1/58 nomor 98)
60. Dari Yunus bin Zaid dari Az Zuhri ia berkata :
“Ulama kami yang terdahulu selalu mengingatkan bahwaberpegang teguh dengan As Sunnah itu adalah keselamatan dan ilmu akan tercabutdengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan agama dan dunia sedang denganhilangnya ilmu hilang pula semuanya.” (Ad Darimy 1/58 nomor 16)
BAB 8 : Jeleknya Ahli Ahwa’ dan Ahli Bid’ah
61. Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu ia berkata,Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Akan ada di akhir zaman nanti para dajjal dan pendusta,mereka mendatangimu dengan hadits-hadits yang belum pernah didengar oleh kamudan bapak-bapak kamu maka hati-hatilah kamu dari mereka, mereka jangan sampaimenyesatkan kamu dan menimbulkan fitnah terhadapmu.” (HR. Muslim dalamMuqaddimah 7)
62. Dari Khalid bin Sa’d ia berkata bahwa menjelang wafatnyaHudzaifah bin Al Yaman datang kepadanya Abu Mas’ud Al Anshary --radliyallahuanhuma-- lalu berkata :
“Hai Abu Abdillah, berpesanlah untuk kami.” Hudzaifahberkata : “Bukankah telah datang kepadamu perkara yang yaqin, ketahuilahsesungguhnya kesesatan itu benar-benar kesesatan kalau kamu anggap ma’ruf(baik) apa yang sebelumnya kamu ingkari dan mengingkari apa yang telah kamuketahui, hati-hatilah kamu dari sikap berbeda-beda (berpecah-belah, pent.)dalam agama Allah karena sesungguhnya agama Allah ini hanya satu.” (Al Hujjahfi Bayanil Mahajjah 1/33 dan Al Lalikai 1/90 nomor 120)
63. Dari Abi Qilabah dari Zaid bin Umairah ia berkata,Mu’adz bin Jabbal berkata :
“Hai manusia, sesungguhnya akan terjadi fitnah yang padawaktu itu harta benda berlimpah, Al Quran terbuka (tersebar) hingga mudahdibaca oleh seorang Mukmin, munafiq, pria dan wanita, anak-anak kecil maupunorang dewasa sampai-sampai seseorang berkata:
‘Kita telah membaca Al Quran tapi tidak ada yang maumengikuti, tidakkah sebaiknya kita bacakan terang-terangan kepada mereka?’
Maka mereka membacanya terang-terangan dan tetap tidak adasatupun yang mengikutinya maka ia berkata:
‘Saya telah membacanya terang-terangan tidak ada juga yangmengikutiku.’
Lalu ia membangun tempat shalat di rumahnya lalu mengucapkanperkataan bid’ah yang bukan dari Kitab Allah bahkan tidak juga dari SunnahRasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam maka hati-hatilah kamu dari bid’ahnyakarena sesungguhnya bid’ah itu sesat.” (Al Lalikai 1/89 nomor 117, Al Hujjah1/303, Ibnu Wadldlah 33, dan Abu Daud 4611)
64. Dari Ashim Al Ahwal ia berkata, Abul Aliyah berkata :
“Pelajarilah Al Islam! Maka jika telah kamu pelajarijanganlah kamu membencinya dan tetaplah kamu di atas shirathal mustaqim karenaitulah sesungguhnya Al Islam dan jangan kamu menyimpang ke kanan dan ke kiri.Dan berpeganglah dengan Sunnah Nabimu Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan apayang dipegang oleh kaum Muslimin sebelum mereka membunuh shahabat merekasendiri (Utsman bin Affan) dan sebelum mereka berbuat apa yang telah merekaperbuat. Maka sesungguhnya kami telah membaca Al Quran sebelum merekaberselisih (saling memerangi) dan sebelum mereka melakukan apa yang telahmereka lakukan selama 15 tahun. Dan berhati-hatilah kamu dari hawa nafsu iniyang senantiasa menimbulkan permusuhan dan kebencian di tengah-tengah manusia.”
Kemudian saya sampaikan hal ini kepada Al Hasan Al Bashry,katanya :
“Ia benar dan telah memberi nasihat.”
Dan saya ceritakan pula kepada Hafshah bintu Sirin, katanya:
“Keluargaku tebusanmu, apakah telah kau sampaikan kepadaMuhammad (Ibnu Sirin) cerita ini?”
Saya menjawab tidak (belum). Lalu katanya :
“Jika begitu sampaikanlah kepadanya!” (As Sunnah Ibnu Nashr13 nomor 26, Al Ibanah 1/299 nomor 136, Al Lalikai 1/56, 127 nomor 17, 214)
BAB 9 : Peringatan Bahayanya Duduk Dengan Ahli Bid’ah danAhli Ahwa serta Bergaul dan Berjalan Bersama Mereka
65. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Siapa yang duduk dengan ahli bid’ah maka berhati-hatilahdarinya dan siapa yang duduk dengan ahli bid’ah tidak akan diberi Al Hikmah.Dan saya ingin jika antara saya dan ahli bid’ah ada benteng dari besi yangkokoh. Dan saya makan di samping yahudi dan nashrani lebih saya sukai daripadamakan di sebelah ahli bid’ah.” (Al Lalikai 4/638 nomor 1149)
66. Hanbal bin Ishaq berkata, saya mendengar Abu Abdillah(Imam Ahmad) berkata :
“Tidak pantas seseorang itu bersikap ramah kepada ahlibid’ah, duduk dan bergaul dengan mereka.” (Al Ibanah 2/475 nomor 495)
67. Dari Habib bin Abi Az Zabarqan ia berkata, Muhammad binSirin apabila mendengar ucapan ahli bid’ah, menutup telinganya dengan jarinyakemudian berkata :
“Tidak halal bagiku mengajaknya berbicara sampai ia berdiridan meninggalkan tempat duduknya.” (Al Ibanah 2/473 nomor 484)
68. Seorang ahli ahwa’ berkata kepada Ayyub As Sikhtiyani :
“Hai Abu Bakr, saya ingin bertanya tentang satu kalimat.”
Beliau menukas --sambil berisyarat dengan jarinya-- :
“Tidak, meskipun setengah kalimat. Tidak, meskipun setengahkalimat.” (Al Ibanah 2/447 nomor 402)
69. Imam Ahmad berkata dalam risalahnya untuk Musaddad :
“Jangan kamu bermusyawarah dengan ahli bid’ah dalam urusanagamamu dan jangan jadikan dia teman dalam safarmu (bepergian).” (Al AdabusSyari’ah Ibnu Muflih 3/578)
70. Ibnul Jauzy berkata :
“Allah, Allah. Janganlah berteman dengan mereka ini (ahlibid’ah). Dan wajib kamu cegah anak-anak kecil bergaul dengan mereka agar janganterpatri sesuatu (perkara bid’ah) dalam hati mereka dan jadikan mereka sibuk(mempelajari) hadits- hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam agarwatak mereka terbentuk di atasnya.” (Ibid 3/577-578)
71. Imam Al Barbahary berkata :
“Apabila tampak bagimu satu perkara bid’ah pada seseorangmaka jauhilah dia sebab sesungguhnya yang dia sembunyikan darimu jauh lebihbanyak dari yang dia tampakkan.” (Syarhus Sunnah 123 nomor 148)
72. Dan kata beliau :
“Perumpamaan ahli bid’ah itu seperti kalajengking, merekamenyembunyikan kepala dan badan mereka di dalam tanah dan mengeluarkan ekornyamaka jika mereka telah mantap dengan posisinya maka mereka menyengat mangsanya.Demikian pula ahli bid’ah, mereka menyembunyikan bid’ah di tengah-tengahmanusia lalu apabila mereka telah mantap dengan kedudukannya mereka sampaikanapa yang mereka inginkan.” (Thabaqat Hanabilah 2/44)
Saya (Jamal bin Farihan) katakan, demikianlah keadaanIkhwanul Muslimin (dan kelompok dakwah sempalan lainnya, pent.) mereka mencarikedudukan dan jika telah mantap posisi mereka maka mulailah mereka melancarkantindakan-tindakan dalam menyelisihi Ahlus Sunnah.
BAB 10 : Peringatan Salafus Shalih Akan Bahayanya BergaulDengan Ahli Bid’ah dan Menyebut Nama Tokoh-Tokoh Mereka Bukan Ghibah
73. Abu Nu’aim berkata, Sufyan Ats Tsauri memasuki mesjidpada hari Jum’at, tiba- tiba ia melihat Al Hasan bin Shalih bin Hayy sedangshalat, beliau berkata :
“Kami berlindung kepada Allah dari khusyuknya munafiq.”
Lalu beliau mengambil sandalnya dan berpindah.
Katanya lagi --juga dari Ats Tsauri-- : “Dia itu adalahorang yang menganggap bolehnya menumpahkan darah ummat.” (At Tahdzib 2/249nomor 516)
74. Bisyr bin Al Harits berkata, Zaidah biasa duduk dimasjid memperingatkan manusia dari Ibnu Hayy dan shahabat-shahabatnya, katanya:
“Mereka itu menganggap halal menumpahkan darah kaumMuslimin.” (Ibid)
75. Abu Shalih Al Farra’ berkata, saya menyampaikan kepadaYusuf bin Asbath dari Waki’ mengenai perkara fitnah, ia berkata :
“Dia --Al Hasan bin Hayy-- itu seperti gurunya.”
Lalu saya berkata kepada Yusuf :
“Apakah kamu tidak takut kalau ini ghibah?”
Ia menjawab :
“Mengapa, hai bodoh? Saya lebih baik terhadap merekadibanding bapak ibu mereka. Saya mencegah manusia beramal dengan apa yangmereka ada-adakan agar manusia tidak mengikuti pula dosa-dosa mereka itu danorang yang menyanjung mereka justru jauh lebih berbahaya daripada mereka.”(Ibid)
76. Abdullah bin (Al Imam) Ahmad bin Hanbal berkata, sayamendengar ayahku berkata : “Barangsiapa yang mengatakan ucapanku (lafadhku)dengan Al Quran adalah makhluk maka ini adalah ucapan yang sangat jelek danrendah dan ini adalah perkataan orang-orang Jahmiyyah.”
Saya katakan padanya : “Sesungguhnya Husain Al Karabisiymengatakan hal ini.”
Beliau berkata : “Dia dusta, semoga Allah membuka aibnyayang jelek itu. Sungguh ia telah menggantikan Bisyr Al Marisiy.” (As Sunnah liAbdillah 1/165-166 nomor 186-188)
77. Kata beliau juga :
“Saya bertanya kepada Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbiytentang Husain Al Karabisiy lalu beliau berkata dengan ucapan yang jelek danrendah tentang Husain.” (Ibid)
78. Abdullah berkata --lagi-- :
“Saya bertanya kepada Al Hasan bin Muhammad Az Za’faranitentang Husain Al Karabisiy ternyata ia mengatakan hal yang sama dengan AbuTsaur.” (Ibid)
79. Imam Ahmad berkata :
“Bisyr Al Marisiy telah mati dan ia digantikan oleh HusainAl Karabisiy.” (Tarikh Baghdad 8/66)
80. Dari Muhammad bin Al Hasan bin Harun Al Maushuly iaberkata, saya bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang ucapan AlKarabisiy :
“Ucapanku dengan Al Quran adalah makhluk.”
Maka beliau berkata kepadaku :
“Hai Abu Abdillah, hati-hatilah kamu, hati-hatilah kamuterhadap Al Karabisiy, jangan ajak dia bicara dan jangan pula kamu ajak bicaraorang yang bicara dengannya.”
Beliau ucapkan 4 atau 5 kali. (Ibid 8/65)
81. Sampai berita kepada Umar bin Al Khaththab radliyallahu'anhu bahwa ada seorang laki-laki yang terkumpul pada dirinya beberapa perkarabid’ah maka beliau melarang manusia duduk dengannya. (Majmu’ Fatawa 35/414)
Ibnu Taimiyyah berkata : “Maka apabila seseorang bergauldengan orang yang jahat secara rahasia tetap harus diperingatkan manusiadarinya.” (Ibid)
82. Ayyub As Sikhtiyani berkata, Abu Qilabah berkatakepadaku :
“Jangan beri kesempatan ahli ahwa’ itu mendengar sesuatudari kamu nanti ia akan melontarkan terhadapnya apa yang mereka kehendaki.” (AlLalikai 1/134 nomor 246 dan Al Ibanah 2/445 nomor 397)
83. Utsman bin Zaidah berkata, Sufyan (Ats Tsauri) berwasiatkepadaku :
“Janganlah kamu bergabung dengan ahli bid’ah.” (Al Ibanah2/463 nomor 452-456)
84. Al Faryabi berkata :
“Sufyan Ats Tsauri selalu melarangku duduk dengan si Fulan--yaitu seorang ahli bid’ah--.” (Ibid)
85. Ibnul Mubarak berkata :
“Hati-hatilah kamu jangan sampai duduk dengan ahli bid’ah.”(Ibid)
86. Muqatil bin Muhammad berkata, Abdurrahman bin Mahdiberkata kepadaku :
“Hai Abul Hasan, janganlah kamu duduk dengan ahli bid’ah inisesungguhnya mereka senantiasa berfatwa tentang perkara yang Malaikat tidakmampu (menuliskannya).” (Ibid)
87. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Saya telah mendapatkan bahwa sebaik-baik manusia seluruhnyaadalah Ahli Sunnah dan mereka senantiasa melarang bergaul dengan ahli bid’ah.”(Al Lalikai 1/138 nomor 267)
88. Yahya bin Abi Katsir berkata :
“Kalau kamu bertemu ahli bid’ah di suatu jalan maka ambillahjalan lain.”
Begitu pula kata Al Fudlail bin Iyyadl. (Al I’tisham 1/172,Al Ibanah 2/474-475 nomor 490 dan 493, Ibnu Wudldlah dalam Al Bida’ 55, AsySyari’ah 67, dan Al Lalikai 1/137 nomor 259)
89. Abu Qilabah berkata :
“Janganlah kamu duduk bersama ahli ahwa’ dan janganberdialog dengan mereka sebab sesungguhnya saya tidak aman kalau-kalau merekamembenamkan kamu dalam kesesatan mereka atau mengaburkan apa-apa yang telahkamu ketahui.” (Al Bida’ 55, Al I’tisham 1/172, Al Lalikai 1/134 nomor 244, AdDarimy 1/120 nomor 391, Al Ibanah 2/473 nomor 369, Asy Syari’ah 61)
90. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Jangan kamu duduk (bermajelis) bersama ahli bid’ah sebabsesungguhnya saya khawatir kamu tertimpa laknat.” (Al Lalikai 1/137 nomor 261dan 262)
91. Ia --juga-- berkata :
“Hati-hatilah kamu (jangan) masuk kepada ahli bid’ah karenasesungguhnya mereka itu selalu menghalangi orang dari Al Haq.” (Ibid)
92. Al Hasan Al Bashry dan Ibnu Sirin berkata :
“Janganlah duduk (bermajelis) bersama ahli ahwa’ dan jangankamu berdialog dengan mereka dan jangan dengar ucapan mereka.” (Al Ibanah 2/444nomor 395 dan Ad Darimy 1/121 no 401)
93. Ibrahim An Nakha’i berkata :
“Janganlah duduk (bermajelis) bersama ahli ahwa’ karena sayakhawatir kalau- kalau hatimu berbalik (murtad).” (Al Ibanah 2/439 nomor 373, AlBida’ 56, Al I’tisham 1/172)
94. Al Hasan Al Bashry berkata :
“Janganlah kamu duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’ sebabyang demikian menjadikan hati berpenyakit.” (Al Bida’ 54, Al Ibanah 2/438 nomor373 juga dari Abdullah Al Mula’i nomor 373 dan Ibnu Abbas nomor 371)
95. Mujahid berkata :
“Janganlah kamu berada dalam satu majelis dengan ahli ahwa’sebab mereka mempunyai cacat seperti kurap.” (Al Ibanah 2/441 nomor 382)
96. Muhammad bin Muslim berkata, Allah mewahyukan kepadaMusa bin Imran Alaihis Salam :
“Hendaknya kamu jangan duduk dengan ahli ahwa’ karena(dikhawatirkan) engkau akan mendengar satu ucapan yang menyebabkan kamu ragulalu sesat dan masuk neraka.” (Al Bida’ 56)
97. Ibnu Mas’ud berkata :
“Barangsiapa yang suka memuliakan Diennya maka tinggalkanlahbermajelis dengan ahli ahwa’ sebab yang demikian itu lebih sulit lepasnyadibanding penyakit kulit (koreng, dan sebagainya).” (Ibid 57)
98. Al Hasan Al Bashry berkata :
“Janganlah duduk dengan pengekor hawa nafsu lalu iamelemparkan sesuatu dalam hatimu dan kamu ikuti lalu kamu celaka atau kamumenolaknya akibatnya hatimu menjadi sakit.” (Ibid)
99. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Ahli bid’ah itu jangan kamu mempercayainya dalam soalagamamu dan jangan ajak dia bermusyawarah dalam urusanmu dan jangan dudukdengannya. Maka siapa yang duduk dengannya, Allah wariskan kepadanya kebutaan(dari Al Haq).” (Al Lalikai 1/138 nomor 264)
100. Ibrahim An Nakha’i berkata :
“Janganlah duduk dengan ahli ahwa’ sebab sesungguhnya dudukdengan mereka melenyapkan cahaya iman dari dalam hati dan menghilangkankeindahan wajah dan mewariskan kebencian di dalam hati kaum Mukminin.” (AlIbanah 2/439 nomor 375)
101. Dari Atha’ ia berkata, Allah Azza wa Jallamewahyukan kepada Musa Alaihis Salam :
“Janganlah kamu duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’ sebabsesungguhnya mereka akan menimbulkan perkara baru yang belum pernah ada didalam hatimu.” (Ibid 2/433 nomor 358)
102. Salamah bin Alqamah berkata :
“Muhammad bin Sirin selalu melarang manusia berbicara danduduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’.” (Ibid 2/522 nomor 624)
103. Aly bin Abi Khalid menceritakan bahwa ia berkata kepadaImam Ahmad bin Hanbal :
“Orang tua ini --sambil mengisyaratkan kepada syaikh itu--adalah jiranku dan saya telah melarangnya bergaul dengan seseorang (bid’iy) dania lebih suka mendengar perkataan Anda dalam perkara ini --mengenai Harits AlQashir-- (Harits Al Muhasibi) dan Anda pernah melihatku bersamanya selamabeberapa tahun lalu Anda katakan pada saya :
‘Jangan duduk (bermajelis) dengannya dan jangan ajakbicara.’
Maka sejak saat itu saya tidak pernah mengajaknya bicarasampai saat ini sedangkan orang tua ini senang duduk (bermajelis) dengannyamaka bagaimana pendapat Anda dalam hal ini?”
Saya lihat wajah Imam Ahmad memerah, urat lehernyamembengkak dan matanya melotot marah dan saya belum pernah melihatnya sepertiitu sama sekali kemudian beliau menghembuskan nafas dan mulai berkata :
“Orang itu! Allah telah berbuat terhadapnya apa yang Diaperbuat, tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang berpengalaman danmengenalnya, uwaiyyah, uwaiyyah, uwaiyyah, dia itu tidak ada yang mengetahuinyakecuali yang pernah bergaul dan mengenalnya, dia itu yang pernah dudukbersamanya Al Maghazily, Ya’qub, dan Fulan lalu ia menggiring mereka kepadapemikiran Jahm akhirnya mereka binasa karenanya.”
Orang tua itu berkata : “Wahai Abu Abdillah, ia jugameriwayatkan hadits, lembut, khusyu’ dan orang tua itu terus menceritakankebaikan Harits Al Muhasibi.”
Imam Ahmad marah dan berkata :
“Janganlah kau tertipu dengan kekhusyukan dan kelembutannya.Dan jangan kamu terpedaya dengan kebiasaannya menundukkan kepala karenasesungguhnya dia adalah laki-laki yang jahat, dia itu tidaklah mengetahuinyakecuali yang telah berpengalaman dengannya, jangan kamu ajak dia bicara. Tidakada kemuliaan baginya. Apakah setiap yang meriwayatkan hadits-hadits RasulullahShallallahu 'Alaihi Wa Sallam padahal ia seorang mubtadi’ kamu akan dudukbersamanya? Tidak! Jangan. Tidak ada kemuliaan baginya dan jangan kitamembutakan mata!”
Beliau mengulangi-ulangi ucapannya : “Tidak ada yang mengetahuinyakecuali yang pernah mengujinya dan mengenalnya.” (Thabaqat Hanabilah 1/233-234nomor 325)
104. Dari Abduus bin Malik Al Aththar ia berkata, sayamendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal berkata:
“Dasar-dasar As Sunnah menurut kami adalah --beliau sebutkandi antaranya-- : ‘ ... dan tidak duduk (bermajelis) dengan ahli ahwa’.” (Ibid1/241 nomor 338)
105. Imam Ahmad ketika ditanya tentang Al Karabisiy, beliaumenjawab :
“Dia itu seorang mubtadi’.” (Tarikh Baghdad 8/66)
106. Diberitakan kepada Yahya bin Ma’in bahwa Husain AlKarabisiy mengatakan sesuatu tentang Ahmad bin Hanbal maka katanya :
“Siapa Husain Al Karabisiy itu? Semoga Allah melaknatnya.Dia itu selalu membicarakan perkara yang masih tersamar bagi manusia, Husainitu rendah dan Ahmad itu tinggi kedudukannya.” (Ibid 8/65)
107. Juga diceritakan kepadanya bahwa Husain mengatakansesuatu tentang Imam Ahmad maka ia berkata :
“Alangkah pantasnya ia dipukul.” (Ibid 8/64)
108. Yusuf bin Asbath berkata :
“Ayahku seorang Qadariy sedangkan saudara-saudara ibukuadalah Rafidly (Syiah ekstrim) lalu Allah menyelamatkanku dengan (bimbingan)Sufyan.” (Al Lalikai 1/60 nomor 32)
BAB 11 : Bolehnya Meninggalkan Tokoh Tertentu Ahli Bid’ah,Majelis Mereka, Dan Menjauhkan Manusia Dari Mereka
109. Farwah bin Yahya biasa duduk dengan Abdul KarimKhashifa, datang kepada mereka Salim Al Afthas dari Iraq lalu berbicara tentangpemikiran Murjiah maka mereka berdiri dari majelis tersebut katanya (rawi) :
“Sering saya lihat dia duduk sendirian tanpa seorang punyang mendekatinya.” (Al Ibanah 2/452 nomor 418)
110. Seseorang berkata kepada Ibnu Sirin :
“Sesungguhnya si Fulan ingin menemui Anda dan tidak akanberbicara tentang apa pun.”
Katanya : “Katakan kepadanya, tidak! Ia tidak usah menemuikukarena sesungguhnya hati anak Adam itu lemah dan saya takut mendengar satu katasaja dari dia yang menyebabkan hatiku tidak kembali kepada keadaanya semula.”(Ibid 2/446 nomor 399-401)
111. Ma’mar berkata, ketika Ibnu Thawus sedang duduk, datangseorang Mu’tazilah dan mulai berbicara katanya (rawi) lalu ia menutuptelinganya dengan jarinya dan berkata kepada anaknya :
“Wahai anakku, tutuplah telingamu dengan jarimu dankeraskanlah dan jangan kau dengar ucapannya sedikitpun.” (At Tahdzib 2/117 danTarikh baghdad 8/215)
112. Abdur Razzaq berkata, Ibrahim bin Muhammad bin AbiYahya berkata kepadaku --ia seorang Mu’taziliy-- :
“Saya lihat kaum Mu’tazilah banyak di sekitarmu?” Sayakatakan : “Betul dan mereka menyangka kamu termasuk golongan mereka.” Katanya :“Apakah tidak sebaiknya kamu ikut denganku ke warung ini agar saya berbicaradenganmu?” Saya berkata : “Tidak usah.” Ia bertanya : “Mengapa?” Jawabku :“Karena hati manusia itu sangat lemah sedangkan agama itu bukan kepunyaan orangyang menang berdebat.” (At Tahdzib 2/117 dan Tarikh Baghdad 8/215)
113. Ibrahim An Nakha’i berkata kepada Muhammad bin As Saib:
“Janganlah kamu mendekati kami selama kamu masih berpegangdengan pendapatmu ini (pemikiran Murjiah). (Karena dia seorang Murjiah,pent.).” (Al Bida’ 59)
114. Abul Qasim An Nashr Abadzy berkata :
“Sampai kepadaku bahwa Al Harits Al Muhasibiy mengucapkansesuatu tentang Al Kalam (Al Quran) maka Imam Ahmad bin Hanbal menjauhinya, iapun bersembunyi dan ketika ia mati tidak ada yang mendatanginya kecuali 4orang.” (At Tahdzib 2/117 dan Tarikh Baghdad 8/216)
115. Ketika ditanya tentang Al Muhasibi dan kitab-kitabnya,Abu Zur’ah menjawab :
“Tinggalkan olehmu kitab-kitab ini (karena) ini adalahkitab-kitab bid’ah dan sesat. Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih sebabsesungguhnya akan kamu dapatkan padanya segala sesuatu yang mencukupi kamu. Dantidak perlu kitab- kitab ini.”
Lalu dikatakan kepadanya : “Di dalam kitab ini ada jugaibrah (pelajaran yang dapat diambil).”
Beliau berkata : “Barangsiapa yang tidak dapat mengambilibrah dari Kitab Allah maka dia tidak akan mendapatkan ibrah dari sumber yanglain.” Kemudian katanya lagi : “Alangkah cepatnya manusia itu menuju bid’ah.”(At Tahdzib 2/117 dan Tarikh Baghdad 8/215)
116. Dengan sanad yang shahih, Al Khathib Al Baghdadi<meriwayatkan bahwa Imam Ahmad pernah mendengar ucapan Al Muhasibi makaiapun berkata kepada para shahabatnya :
“Aku belum pernah mendengar tentang perkara hakikat sepertiucapan orang ini akan tetapi saya menganggap tidak perlu kamu bergauldengannya.” (At Tahdzib 2/117)
117. Daud Al Ashbahani tiba di Baghdad dan dia punyahubungan baik dengan Shalih bin (Al Imam) Ahmad bin Hanbal. Ia meminta Shalihagar berlemah-lembut memintakan izin kepada ayahandanya untuk dirinya. MakaShalih mendatangi ayahnya lalu berkata :
“Seseorang memintaku agar ia boleh menemui Anda.” Beliaubertanya : “Siapa namanya?” Shalih berkata : “Daud.” Kata beliau : “Asalnyadari mana?” Kata Shalih : “Dari penduduk Ashbahan.” Beliau bertanya lagi : “Apayang diperbuatnya?” Kata (rawi), Shalih selalu mengelak mengenalkannya kepadaayahandanya dan Imam Ahmad selalu berusaha untuk bertanya sampai akhirnyabeliau mengerti betul siapa yang datang. Maka kata beliau : “Tentang orang ini,Muhammad bin Yahya An Naisaburi telah menuliskannya kepadaku lewat surat bahwaia menganggap bahwa Al Quran adalah muhdats (makhluk) maka janganlah iamendekatiku.”
Kata Shalih : “Wahai ayahanda, ia pun menolak danmengingkarinya.” Maka kata beliau : “Ucapan Muhammad bin Yahya lebih jujur dariorang ini, jangan izinkan dia mendatangi saya.” (Tarikh Baghdad 8/373,374 danAs Siyar 13/99)
118. Abdullah bin Umar As Sarkhasi berkata, saya pernahmakan di sisi seorang ahli bid’ah lalu sampai berita ini kepada Ibnul Mubarakmaka katanya :
“Saya tidak akan mengajaknya bicara selama tiga puluh hari.”(Al Lalikai 1/139 nomor 274)
119. Al Faryabi berkata :
“Sufyan Ats Tsauri selalu melarangku duduk (bermajelis)dengan Fulan --yakni seorang ahli bid’ah--.” (Al Ibanah 2/463 nomor 452-456)
120. Dua orang ahli ahwa’ mendatangi Ibnu Sirin lalu berkata:
“Hai Abu Bakr, (bolehkah) kami menyampaikan satu haditskepadamu?”
Ia berkata : “Tidak.” Keduanya berkata lagi : “Atau kamibacakan ayat Al Quran kepadamu?”
Ia menjawab : “Tidak. Kalian pergi dari saya atau saya yangakan pergi?”
Lalu keduanya keluar maka sebagian orang berkata : “Hai AbuBakr, mengapa Anda tidak mau mereka membacakan ayat-ayat Al Quran kepadamu?”Beliau menjawab :
“Sesungguhnya saya khawatir ia bacakan kepadaku satu ayatlalu mereka menyelewengkannya sehingga berbekas dalam hatiku.” (Ad Darimy 1/120nomor 397)
121. Salam berkata, seorang ahli ahwa berkata kepada Ayyub :
“Saya ingin bertanya mengenai satu kalimat kepada Anda.”Ayyub segera berpaling dan berkata : “Tidak perlu meski setengah kalimatwalaupun setengah kalimat.” --Ia mengisyaratkan jarinya--. (Al Ibanah 2/447nomor 402, Al Lalikai 1/143 nomor 291, As Sunnah li Abdillah 1/138 nomor 101,Ad Darimy 1/121 nomor 398)
122. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Jauhilah olehmu duduk dengan orang yang dapat merusakhatimu dan jangan duduk dengan pengekor hawa nafsu karena sesungguhnya sayakhawatir kamu terkena murka Allah.” (Al Ibanah 2/462-463 nomor 451-452)
123. Ismail Ath Thusi mengatakan, Ibnul Mubarak berkatakepadaku :
“Hendaknya majelismu itu bersama orang-orang miskin danberhati-hatilah jangan duduk bersama ahli bid’ah.”
124. Nafi’ menceritakan bahwa Shabigh Al Iraqi mulaibertanya-tanya tentang sesuatu dari Al Quran di tengah-tengah pasukan Musliminsampai tiba di Mesir lalu Amru bin Al Ash mengirimnya kepada Umar bin AlKhaththab. Maka ketika utusan menemuinya dengan surat dari Amru, Umar bin AlKhaththab segera membacanya, katanya :
“Mana orang itu?” Utusan itu berkata : “Ia di kendaraan.”Kata Umar : “Awasi dia! Kalau dia hilang, kamu akan kena hukuman yangmenyakitkan.”
Maka dibawalah Shabigh, kata Umar : “Kamu bertanya-tanyasoal yang baru (belum pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu 'AlaihiWa Sallam).” Lalu Umar minta pelepah kurma yang masih segar dan memukulkannyake punggung Shabigh sampai remuk kemudian ditinggalkan sampai pulih kembali dandiulangi lagi kemudian ia dipanggil agar menghadap maka kata Shabigh : “JikaAnda ingin membunuhku maka bunuhlah dengan baik kalau Anda ingin mengobatikumaka sungguh demi Allah saya sudah sembuh (dari keinginan bertanya- tanya).”
Kemudian ia diizinkan kembali ke negerinya dan Umar menulissurat kepada Abu Musa Al Asy’ari, jangan ada seorang pun dari kaum Musliminduduk bersamanya. Akhirnya hal ini terasa sangat berat bagi Shabigh kemudian(setelah ia bertaubat) Abu Musa menulis surat kepada Umar bin Al Khaththab bahwaShabigh telah baik keadaannya, setelah itu Umar menulis surat kepada Abu Musaagar manusia diizinkan untuk duduk bersamanya. (Ad Darimy 1/67 nomor 148, AlHujjah 1/194, dan Al Bida’ 63)
125. Salah seorang Salaf berkata :
“Saya pernah berjalan bersama Amru bin Ubaid dan dilihatoleh Ibnu Aun, sejak itu iapun menjauhiku selama dua bulan.” (Al Bida’ 58)
BAB 12 : Jeleknya Berdebat dan Berbantahan Mengenai Agama
126. Abul Harits berkata, saya mendengar Imam Ahmad (AbuAbdillah) berkata :
“Apabila kamu lihat seseorang suka berdebat maka jauhilahdia.”
Dan diceritakan kepadaku tentang Abu Imran Al Ashbahani iaberkata, saya mendengar Imam Ahmad berkata : “Jangan duduk dengan orang yangsuka berdebat meskipun untuk membela As Sunnah sebab sesungguhnya yang demikiantidak akan berubah menuju kebaikan.”
Maka jika ada yang berkata : “Anda telah memperingatkan kamiagar menjauhi perbantahan, percekcokan, debat dan berdiskusi dan kami tahu iniadalah kebenaran dan merupakan jalannya ulama dan para shahabat serta orang-orangyang berakal dari kaum Mukminin dan ulama yang berpandangan tajam (memilikibashirah). Seandainya seseorang mendatangi saya dan menanyakan suatu perkaradari ahwa ini yang telah nyata dan tentang madzhab-madzhab rusak yang telahtersebar dan ia mengajak dialog dengan sesuatu yang menuntut jawaban dari sayasedangkan saya termasuk orang yang dianugerahi Allah Yang Maha Mulia ilmu danbashirah untuk menjawab dan membongkar syubhatnya itu. Apakah saya harustinggalkan dia mengatakan apa yang dia inginkan dan tidak dijawab dan sayabiarkan dia dengan hawa nafsunya serta bid’ahnya itu dan saya tidak membantahucapannya yang rusak tersebut?”
Maka saya katakan di sini : “Ketahuilah saudaraku --semogaAllah merahmatimu- -. Sesungguhnya ujian yang kamu hadapi dari orang yangseperti ini tidak terlepas dari salah satu dalam tiga hal :
Bisa jadi ia seorang yang Anda kenal baik jalannya,madzhabnya, dan kecintaannya kepada keselamatan dan keinginannya untuk menujusikap istiqamah hanya saja ia biarkan telinganya mendengar ucapan orang-orangyang hati mereka dihuni oleh para syaithan dan berbicara dengan berbagai ucapankekafiran lewat lisan mereka dan ia tidak mengetahui jalan keluar dari bencanayang menimpanya itu maka bisa jadi pertanyaannya adalah pertanyaan yangmenginginkan bimbingan lalu ia mencari jalan keluar dari apa yang dialaminyadan mencari obat untuk mengobati sakitnya dan bisa jadi Anda rasakanketaatannya dan aman dari penentangannya maka orang yang seperti inilah yangwajib bagimu menghentikannya dan membimbingnya menjauhi jaring-jaring tipu dayapara syaithan dan hendaknya bekalmu membimbing dalan menyelamatkannya itubersumber dari Al Quran dan As Sunnah dan atsar yang shahih dari ulama ummatini dari kalangan shahabat dan tabi’in yang tentunya semua itu harus dilakukandengan Al Hikmah dan mau’izhah (nasihat) yang baik. Jauhilah olehmu sikaptakalluf (memberat-beratkan) terhadap perkara yang tidak kamu kenal lalu kamubawakan pendapatmu (ra’yu) dan berbelit-belit dalam pembahasan. Jika kamu lakukanmaka perbuatanmu ini adalah bid’ah meskipun kamu dengan perkataanmu itu ingin(membela) As Sunnah. Karena keinginanmu menuju Al Haq akan tetapi tidak melaluijalan yang Haq merupakan kebathilan. Sedangkan ucapanmu tentang As Sunnah tapitidak denngan tuntunan As Sunnah adalah bid’ah maka janganlah kamu carikan obatuntuk shahabatmu dengan sakitnya jiwamu dan jangan harapkan keselamatannyadengan kerusakan dirimu. Maka sesungguhnya tidak dinasihati manusia itu olehorang yang menipu dirinya sendiri. Barangsiapa yang tidak memiliki kebaikanuntuk dirinya sendiri maka ia tidak akan dapat memberikan kebaikan kepada oranglain. Siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah berikan ia taufiq danAllah luruskan dia dan siapa yang bertaqwa maka Allah akan menolong danmemenangkannya.” (Al Ibanah 2/540-541 nomor 679)
127. Dari Abu Aly Hanbal bin Ishaq bin Hanbal ia berkata,seseorang menyurati Imam Ahmad minta izin untuk menulis kitab menerangkanbantahan terhadap ahli bid’ah dan berdialog dengan mereka untuk membantahmereka maka Imam Ahmad membalasnya :
“Semoga Allah memperbaiki akhir hidupmu, menghindarkanmudari hal yang tidak disenangi dan dihindari. Sebagaimana yang kita dengar dankita dapatkan dari para Ahli Ilmu bahwa sesungguhnya mereka tidak suka berdebatdan duduk bersama ahli zaigh (yang condong kepada kesesatan, ahli bid’ah).Bahwasanya perkara agama ini adalah menerima dan kembali (merujuk) kepada apayang diterangkan dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi WaSallam bukan duduk bersama ahli bid’ah dan ahli zaigh untuk membantah merekakarena sesungguhnya mereka akan mengelabui kamu (dalam perdebatan itu)sedangkan mereka tetap tidak akan kembali. Maka yang selamat --Insya Allah--adalah menjauhi majelis mereka dan tidak memperdalam pembahasan (bersamamereka) tentang bid’ah dan kesesatan mereka. Oleh sebab itu hendaknya seseorangbertakwa kepada Allah dan kembali kepada apa yang memberi manfaat baginya padamasa mendatang (yakni akhirat) berupa amalan shalih yang ia usahakan untukdirinya dan hendaknya janganlah ia termasuk orang yang mengada-adakan urusankarena ketika perkara baru itu keluar darinya ia membutuhkan hujjah dan berartiia membawa dirinya kepada sesuatu yang mustahil dan ia mencarikan hujjah bagiperkara yang ia ada-adakan itu dengan sesuatu yang haq dan yang bathil agar iadapat menghiasi bid’ahnya dan apa yang ia ada-adakan itu. Dan yang lebihberbahaya lagi dari itu semua adalah kalau ia menuliskannya dalam sebuah kitabyang memuat perkara tersebut, ia akan menghiasinya dengan perkara yang haq danbathil walaupun Al Haq itu telah jelas dan bukan seperti itu. Dan kami memohonkepada Allah agar memberi taufiq untuk kami dan kamu, Wassalamu’alaika.” (AlIbanah 2/471-472 nomor 481)
128. Dari Yahya bin Sa’id ia berkata, Umar bin Abdul Azizberkata :
“Siapa yang menjadikan agamanya bahan perdebatan danperbantahan maka ia adalah orang yang paling sering berpindah-pindah(pemikirannya).” (Asy Syari’ah 62 dan Ad Darimy 1/102 nomor 304)
129. Dari Abdus Shamad bin Ma’qil ia berkata, saya mendengarWahb mengatakan :
“Tinggalkanlah percekcokan dan perdebatan dalam urusanmukarena sesungguhnya kamu tidak mungkin melemahkan salah satu dari dua lawanmuyaitu seorang yang lebih alim darimu maka bagaimana mungkin kamu membantah danmendebat orang yang jelas lebih alim dari kamu? Dan seorang yang kamu lebihalim dari dia maka apakah pantas kamu membantah dan mendebat orang yang lebihbodoh dari kamu? Sedangkan ia tidak akan mentaati kamu, putuslah yang demikianatasmu.” (Asy Syari’ah 64)
130. Dari Ma’n bin Isa ia berkata, pada suatu hari Jum’atImam Malik bin Anas keluar dari mesjid sambil bersandar ke lenganku, seseorangbernama Abul Huriyyah menyusulnya --ia diduga seorang Murjiah-- katanya :
“Hai Abu Abdillah, dengarkanlah! Saya mengajakmu bicaratentang sesuatu. Dan saya akan membantahmu dan mengeluarkan pendapatkukepadamu.”
Beliau berkata : “Kalau kamu mengalahkanku bagaimana?” Orangitu berkata : “Kalau aku menang kamu ikut saya.” Kata beliau lagi : “Bagaimanajika datang seseorang lalu mengajak kita berdebat dan mengalahkan kita?”Laki-laki itu menjawab : “Kita ikuti dia.” Maka berkatalah Imam Malikrahimahullah :
“Hai hamba Allah! Allah mengutus Muhammad Shallallahu'Alaihi Wa Sallam membawa agama yang satu tapi saya melihat kamu selaluberpindah dari satu agama ke agama yang lain.” (Ibid 62)
131. Imam Abu Bakr Al Ajurri berkata :
Jika ada yang berkata : “Apabila seseorang telah diberiiilmu oleh Allah Azza wa Jalla lalu seseorang mendatanginya bertanya tentangagama ini, orang itu membantah dan mendebatnya. Bagaimana pendapat Andabolehkah ia mendebat orang itu sampai ditegakkan hujjah dan dibantahucapannya?”
Katakan kepadanya : “Inilah yang dilarang kita melakukannyadan inilah yang telah diperingatkan para imam kaum Muslimin yang terdahulu.”
Oleh sebab itu jika ada yang berkata : “Lalu apa yang haruskita perbuat?”
Katakan kepadanya : “Jika ia menanyakannya kepadamu denganpertanyaan untuk mencari petunjuk kepada jalan yang haq tanpa ingin berdebatmaka tunjukilah dia dengan tuntunan yang berisi keterangan ilmu dari Al Qurandan As Sunnah serta pendapat para shahabat dan para imam kaum Muslimin. Adapunjika ia ingin berdebat denganmu dan ia membantahmu maka inilah yang tidakdisukai ulama untukmu maka jangan kamu berdialog dengannya dan berhati-hatilahterhadapnya dalam agamamu.”
Kemudian jika ada yang berkata : “Apakah kami biarkan merekaberbicara dengan kebathilan dan kami berdiam diri dari mereka?”
Katakan kepadanya : “Diamnya kamu dari mereka (tidakmemperdulikan mereka), menyingkirnya kamu dari mereka jauh lebih menyakitkanbagi mereka daripada kamu berdiskusi dengan mereka, demikianlah yang dikatakanSalafus Shalih.”
BAB 13 : Menghinakan dan Tidak Menghormati Ahli Bid’ah
132. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Siapa yang menghormati ahli bid’ah berarti ia memberibantuan untuk meruntuhkkan Islam dan siapa yang tersenyum kepada ahli bid’ahmaka ia telah menganggap remeh apa yang diturunkan Allah Azza wa Jalla kepadaMuhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan siapa yang menikahkan puterinyakepada mubtadi’ maka ia telah memutuskan hubungan silaturrahimnya dan siapayang mengiringi jenazah seorang mubtadi’ akan senantiasa berada dalam kemarahanAllah sampai ia kembali.”
Ia juga mengatakan : “Saya makan bersama yahudi dan nashranidan tidak makan bersama mubtadi’.” (Syarhus Sunnah 139)
BAB 14 : Jangan Tertipu Oleh Ahli Bid’ah
133. Dari Ismail bin Ishaq As Siraj ia mengatakan, ImamAhmad bin Hanbal pada suatu hari berkata kepadaku :
“Saya dengar bahwa Al Harits Al Muhasibi sering berkumpul ditempatmu, kalau kamu mengundangnya ke rumahmu dan kau tempatkan saya di tempatyang tidak terlihat olehnya tentu saya akan dapat mendengar perkataannya.” Makasaya berkata : “Saya dengar dan saya patuhi untuk Anda, hai Abu Abdillah danini menyenangkan saya.” Lalu saya mendatangi Al Harits dan memintanya datangmalam ini, saya katakan : “Engkau ajaklah shahabatmu hadir bersamamu.”
Katanya : “Hai Abu Ismail, mereka banyak maka jangan berimereka lebih dari minyak dan kurma dan perbanyaklah keduanya semampumu.”
Saya pun melakukan apa yang dia minta dan saya berangkat ketempat Imam Ahmad dan menceritakan hal ini kepadanya, beliau hadir sesudahmaghrib dan naik ke kamar dan berusaha untuk tetap hadir sampai selesai.Kemudian Al Harits datang beserta shahabat-shahabatnya lalu mereka makankemudian shalat pada sepertiga awal malam dan tidak shalat lagi sesudahnya.Setelah itu mereka duduk di hadapan Al Harits dan diam tidak berbicara hinggatengah malam kemudian mulailah salah seorang bertanya kepada Al Harits tentangsesuatu dan ia mulai berbicara sementara shahabatnya memperhatikan seakan-akandi atas kepala mereka bertengger seekor burung (karena tenangnya), di antaramereka ada yang menangis adapula yang menjerit dan Al Harits tetap berbicarakemudian saya naik ke kamar melihat keadaan Imam Ahmad, saya dapati beliaumenangis sampai tidak sadarkan diri. Saya pun berpaling melihat keadaan orang-orang itu ternyata mereka tetap dalam keadaan seperti itu sampai shubuh lalumereka berdiri dan berpisah. Saya segera menemui Imam Ahmad sedang ia terlihatlain maka saya berkata : “Bagaimana pendapat Anda tentang mereka ini, wahai AbuAbdillah?”
Beliau menjawab : “Belum pernah saya mengetahui adaorang-orang seperti mereka ini dan saya belum pernah mendengar tentang ilmuhakikat seperti ucapan laki-laki itu (Al Harits) dan meskipun saya terangkankeadaan mereka ini, saya tetap tidak memandang perlunya kamu bergaul denganmereka.” Lalu ia berdiri dan keluar. (Tarikh Baghdad 8/214-215)
BAB 15 : Ahli Bid’ah Lebih Jahat Dari Orang Yang Fasiq
134. Abu Musa berkata :
“Bertetangga dengan yahudi dan nashrani lebih aku sukaidaripada bertetangga dengan pengekor hawa nafsu (ahli bid’ah) karena inimenyebabkan hatiku berpenyakit.” (Al Ibanah 2/468 nomor 469)
135. Yunus bin Ubaid berkata kepada anaknya :
“Saya larang kamu berzina, mencuri, dan minum khomer namunseandainya kamu bertemu Allah Azza wa Jalla dengan (masih) berbuat ini lebihsaya sukai daripada kamu bertemu Allah membawa pemikiran Amru bin Ubaid danshahabat- shahabatnya.” (Al Ibanah 2/466 nomor 464)
136. Abul Jauza berkata :
“Seandainya tetanggaku kera dan babi itu lebih aku sukaidaripada seorang dari ahli ahwa menjadi tetanggaku dan sungguh mereka termasukyang disebut dalam ayat :
Dan jika mereka bertemu kamu, mereka berkata : “Kamiberiman.” Dan jika mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jarinya lantaranmarah dan benci kepadamu. Katakanlah : “Matilah kamu karena kemarahanmu itu.”Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (QS. Ali Imran : 119) (AlIbanah 2/467 nomor 466-467)“
137. Al Awwam bin Hausyab berkata mengenai anaknya, Isa :
“Demi Allah, sungguh jika aku lihat Isa duduk dengan tukangmusik dan peminum khomr dan orang yang bicara sia-sia lebih aku sukai daripadaaku melihatnya duduk dengan tukang debat ahli bid’ah.” (Al Bida’ 56)
138. Yahya bin Ubaid berkata :
Seorang Mu’tazili menemuiku ingin bicara. Lalu saya berdiri danberkata :
“Kamu yang pergi dari sini atau saya karena sesungguhnyasaya berjalan dengan nashrani lebih saya sukai daripada berjalan bersamamu.”(Al Bida’ 59)
139. Arthaah bin Al Mundzir berkata :
“Seandainya anakku termasuk salah satu dari orang yang fasiqlebih aku sukai daripada dia menjadi seorang pengekor hawa nafsu (ahlibid’ah).” (Asy Syarhu wal Ibanah Ibnu Baththah 132 nomor 87)
140. Sa’id bin Jubair berkata :
“Seandainya anakku berteman dengan orang fasiq licik tapisunniy lebih aku cintai daripada ia berteman dengan ahli ibadah namunmubtadi’.” (Ibid nomor 89)
141. Ketika dikatakan kepada Malik bin Mighwal bahwa anaknyabermain-main dengan burung, ia berkata:
“Alangkah baiknya apa yang menyibukkannya dari bertemandengan mubtadi’.” (Ibid 133 nomor 90)
142. Imam Al Barbahary berkata :
“Jika kamu dapati seorang sunniy yang jelek thariqah danmadzhabnya, fasiq dan fajir (durhaka), ahli maksiat sesat namun ia berpegangdengan sunnah, bertemanlah dengannya, duduklah bersamanya sebab kemaksiatannyatidak akan membahayakanmu. Dan jika kamu lihat seseorang giat beribadah,meninggalkan kesenangan dunia, bersemangat dalam ibadah, pengekor hawa nafsu(ahli bid’ah) maka jangan bermajelis atau duduk bersamanya dan jangan puladengarkan ucapannya serta jangan berjalan bersamanya di suatu jalan karena sayatidak merasa aman kalau kamu merasa senang berjalan dengannya lalu kamu celakabersamanya.” (Syarhus Sunnah 124 nomor 149)
143. Abu Hatim berkata, saya mendengar Ahmad bin Sinanmengatakan :
“Seandainya bertetangga denganku pemusik tetap lebih akusukai daripada ahli bid’ah yang jadi jiranku. Karena pemusik itu mungkin dapatuntuk saya larang dan saya hancurkan musiknya (tamburnya) sedang mubtadi’ iamerusak semua manusia, tetangga maupun para pemuda (tanpa disadari, ed.)” (AlIbanah 2/469 nomor 473)
144. Imam Asy Syafi’iy --rahimahullah-- berkata :
“Jika seorang hamba menghadap Allah dengan segenap dosakecuali syirik jauh lebih baik (lebih ringan dosanya, ed.) daripada iamenghadap Allah membawa sesuatu berupa hawa nafsu (bid’ah).” (Syarhus Sunnahhalaman 124, disandarkan kepada Al Baihaqy dalam I’tiqad 158)
145. Imam Ahmad berkata :
“Kuburan Ahli Sunnah pelaku dosa besar bagaikan taman sedangkuburnya ahli bid’ah biarpun ahli zuhud adalah jurang (neraka). Orang fasiq dikalangan Ahli Sunnah termasuk wali-wali Allah sedang orang-orang zuhud (ahliibadah) dari kalangan ahli bid’ah adalah musuh-musuh Allah.” (ThabaqatHanabilah 1/184)
BAB 16 : Kapan Dibolehkan Atau Diwajibkannya MenerangkanKeadaan Seseorang
146. Hamdun Al Qashshar ditanya : “Kapankah waktumembicarakan seseorang?”
Ia menjawab : “Jika telah pasti baginya untuk menunaikankewajiban Allah ini berdasarkan ilmunya atau ia khawatir orang banyak celakakarena bid’ah itu dan ia berharap agar Allah menyelamatkannya.” (Al I’tisham1/127)
147. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
[Jika nasihat itu adalah kewajiban bagi kemaslahatan agamasecara khusus maupun umum seperti penukilan hadits yang mereka bersalah atauberdusta sebagaimana kata Yahya bin Sa’id :
Saya bertanya kepada Imam Malik dan Ats Tsauri dan Al Laitsbin Sa’d --saya menduganya Al Auza’iy-- tentang seseorang yang tertuduh dalamperiwayatan hadits atau tidak hafal. Mereka mengatakan :
“Terangkan keadaannya itu.”
Dan sebagian ada yang berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal :“Sesungguhnya berat bagiku mengatakan bahwa Fulan begitu, Fulan begini.”
Maka kata beliau : “Jika kamu dan saya diam dalam masalahini maka kapan orang yang jahil itu tahu mana hadits yang shahih dan mana yangcacat?! Dan seperti imam-imam ahli bid’ah yang memiliki berbagai pendapat danibadah yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah maka menjelaskan keadaan merekadan memperingatkan manusia dari mereka adalah wajib berdasarkan kesepakatankaum Muslimin (Ahli Ilmu).”
Sampai dikatakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal : “Seseorangberpuasa, shalat, i’tikaf lebih Anda cintai ataukah jika ia menerangkan keadaanahli bid’ah?”
Beliau berkata : “Jika ia puasa, shalat, dan i’tikaf makaitu untuk dirinya sendiri sedangkan apabila ia menerangkan keadaan ahli bid’ahmaka ini adalah untuk kebaikan kaum Muslimin dan ini lebih utama makamenerangkan perkara ini agar berguna bagi kaum Muslimin dalam agama merekatermasuk salah satu jihad di jalan Allah sebab membersihkan jalan Allah danagama, manhaj, dan syariat-Nya serta menghalau kejahatan ahli bid’ah danpermusuhan mereka adalah Fardlu Kifayah menurut kesepakatan kaum Muslimin. Danapabila tidak ada orang yang Allah bangkitkan untuk menolak bahaya ahli bid’ahini benar-benar akan hancurlah agama ini. Dan kerusakannya jauh lebih besardaripada kerusakan akibat penjajahan musuh dari kalangan orang-orang yang kafiryang mesti diperangi. Sebab mereka ini jika berkuasa belum tentu mampu merusakhati manusia yang dijajahnya kecuali pada kesempatan berikutnya sedangkan ahlibid’ah ini jika mereka berkuasa akan merusak hati lebih dahulu.” ] (Majmu’Fatawa 28/231 dan 232)
BAB 17 : Salafus Shalih Menilai Seseorang Dengan MelihatTeman Dekatnya
148. Abu Qilabah berkata :
[ Qaatalallahu! Semoga Allah binasakan penyair yangmengucapkan syair :
Janganlah bertanya siapa dia tapi tanyakan siapa temannya
Karena setiap orang akan meniru temannya ]
Saya katakan : “Ucapan Abu Qilabah (Qaatalallahu) ini adalahungkapan yang menunjukkan kekagumannya dengan bait syair tersebut dan iniadalah syairnya Ady bin Zaid Al Abadiy.”
Al Ashma’iy berkata : “Saya belum pernah menemukan satu baitsyair yang paling menyerupai As Sunnah selain ucapan Ady ini.”
149. Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi WaSallam bersabda :
“(Agama) seseorang (dikenal) dari agama temannya makaperhatikanlah siapa temanmu.” (As Shahihah 927)
150. Ibnu Mas’ud berkata :
“Nilailah seseorang itu dengan siapa ia berteman karenaseorang Muslim akan mengikuti Muslim yang lain dan seorang fajir akan mengikutiorang fajir yang lainnya.” (Al Ibanah 2/477 nomor 502 dan Syarhus Sunnah AlBaghawi 13/70)
151. Dan ia berkata :
“Seseorang itu akan berjalan dan berteman dengan orang yangdicintainya dan mempunyai sifat seperti dirinya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 499)
152. Beliau melanjutkan :
“Nilailah seseorang itu dengan temannya sebab sesungguhnyaseseorang tidak akan berteman kecuali dengan orang yang mengagumkannya (karenaseperti dia).” (Al Ibanah 2/477 nomor 501)
153. Abu Darda mengatakan :
“Tanda keilmuan seseorang (dilihat) dari jalan yangditempuhnya, tempat masuknya, dan majelisnya.” (Al Ibanah 2/464 nomor 459-460)
154. Yahya bin Abi Katsir mengatakan, Nabi Sulaiman bin DaudAlaihis Salam bersabda :
“Jangan menetapkan penilaian terhadap seseorang sampai kamumemperhatikan siapa yang menjadi temannya.” (Al Ibanah 2/480 nomor 514)
155. Musa bin Uqbah Ash Shuriy tiba di Baghdad dan hal inidisampaikan kepada Imam Ahmad bin Hanbal lalu beliau berkata :
“Perhatikan dimana ia singgah dan kepada siapa diaberkunjung.” (Al Ibanah 2/479- 480 nomor 511)
156. Qatadah berkata :
“Sesungguhnya kami, demi Allah belum pernah melihatseseorang menjadikan teman buat dirinya kecuali yang memang menyerupai dia makabertemanlah dengan orang-orang yang shalih dari hamba-hamba Allah agar kamudigolongkan dengan mereka atau menjadi seperti mereka.” (Al Ibanah 2/477 nomor500)
157. Syu’bah berkata, aku dapati tulisan dalam catatanku(menyatakan) bahwasanya seseorang akan berteman dengan orang yang ia sukai. (AlIbanah 2/452 nomor 419-420)
158. Al Auza’iy berkata :
“Siapa yang menyembunyikan bid’ahnya dari kita tidak akandapat menyembunyikan persahabatannya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 498)
159. Al A’masy mengatakan :
“Biasanya Salafus Shalih tidak menanyakan (keadaan)seseorang sesudah (mengetahui) tiga hal yaitu jalannya, tempat masuknya, danteman-temannya.” (Al Ibanah 2/476 nomor 498)
160. Ayyub As Sikhtiyani diundang untuk memandikan jenazahkemudian beliau berangkat bersama beberapa orang. Ketika penutup wajah jenazahitu disingkapkan beliau segera mengenalinya dan berkata :
“Kemarilah --kepada-- temanmu ini, saya tidak akanmemandikannya karena saya pernah melihatnya berjalan dengan seorang ahlibid’ah.” (Al Ibanah 2/478 nomor 503)
161. Abdullah bin Mas’ud berkata :
“Nilailah tanah ini dengan nama-namanya dan nilailah seorangteman dengan siapa ia berteman.” (Al Ibanah 2/479 nomor 509-510)
162. Muhammad bin Abdullah Al Ghalabiy mengatakan :
“Ahli bid’ah itu akan menyembunyikan segala sesuatu kecualipersatuan dan persahabatan (di antara mereka).” (Al Ibanah 1/205 nomor 44 dan2/482 nomor 518)
163. Mu’adz bin Mu’adz berkata kepada Yahya bin Sa’id :
“Hai Abu Yahya, seseorang walapun dia menyembunyikanpemikirannya tidak akan tersembunyi hal itu pada anaknya tidak pula padateman-temannya atau teman duduknya.”
164. Amru bin Qais Al Mulaiy berkata :
“Jika kamu lihat seorang pemuda tumbuh bersama Ahli Sunnahwal Jamaah harapkanlah dia dan bila ia tumbuh bersama ahli bid’ahberputus-asalah kamu dari (mengharap kebaikan)nya. Karena pemuda itu bergantungdi atas apa yang pertama kali ia tumbuh dan dibentuk.” (Al Ibanah 1/205 nomor44 dan 2/482 nomor 518)
165. Ia --juga-- mengatakan :
“Seorang pemuda itu benar-benar akan berkembang maka jika ialebih mementingkan duduk dengan Ahli Ilmu ia akan selamat dan jika ia condongkepada yang lain ia akan celaka.”
166. Ibnu Aun mengatakan :
“Siapa pun yang duduk dengan ahli bid’ah ia lebih berbahayabagi kami dibanding ahli bid’ah itu sendiri.” (Al Ibanah 2/273 nomor 486)
167. Ketika Sufyan Ats Tsaury datang ke Bashrah melihatkeadaan Ar Rabi’ bin Shabiih dan kedudukannya di tengah ummat, Yahya bin Sa’idAl Qaththan berkata : “Ia bertanya apa madzhabnya?”
Mereka menjawab bahwa madzhabnya tidak lain adalah AsSunnah, ia berkata lagi : “Siapa teman baiknya?”
Mereka menjawab : “Qadary.”
Beliau berkata : “Berarti ia seorang Qadariy.” (Al Ibanah2/453 nomor 421)
Ibnu Baththah berkata : [ Semoga Allah merahmati Sufyan AtsTsauri, ia sungguh telah berbicara dengan Al Hikmah maka alangkah tepatucapannya itu dan ia juga telah berkata dengan ilmu yang sesuai dengan Al Qurandan As Sunnah serta apa-apa yang sesuai dengan hikmah, realita, dan pemahamanAhli Bashirah, Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu ambil menjaditeman kepercayaanmu orang-orang yang bukan golonganmu (sebab) mereka senantiasamenimbulkan bahaya bagi kamu dan mereka senang dengan apa yang menyusahkanmu.”(QS. Ali Imran : 118) ]
168. Imam Abu Daud As Sijistaniy berkata, saya berkatakepada Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal (jika) saya melihat seorang Sunniybersama ahli bid’ah apakah saya tinggalkan ucapannya?
Beliau menjawab : “Tidak. Sebelum kamu terangkan kepadanyabahwa orang yang kamu lihat bersamanya itu adalah ahli bid’ah. Maka jika iamenjauhinya, tetaplah bicara dengannya dan jika tidak mau gabungkan sajadengannya (anggap saja ia ahli bid’ah). Ibnu Mas’ud pernah berkata, seseorangitu (dinilai) siapa teman dekatnya.” (Thabaqat Hanabilah 1/160 no 216)
169. Ibnu Taimiyyah mengatakan :
“Dan siapa yang selalu berprasangka baik terhadap mereka(ahli bid’ah) --dan mengaku belum mengetahui keadaan mereka-- kenalkanlah ahlibid’ah itu padanya maka jika ia telah mengenalnya namun tidak menampakkanpenolakan terhadap mereka, gabungkanlah ia bersama mereka dan anggaplah ia darikalangan mereka juga.” (Al Majmu’ 2/133)
170. Utbah Al Ghulam berkata :
“Barangsiapa yang tidak bersama kami maka dia adalah lawankami.” (Al Ibanah 2/437 nomor 487)
171. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Ruh-ruh itu adalah juga sepasukan tentara maka yang salingmengenal akan bergabung dan yang tidak mengenal akan berselisih.” (HR. AlBukhary 3158 dan Muslim 2638)
172. Al Fudlail bin Iyyadl mengomentari hadits ini denganberkata :
“Tidak mungkin seorang Sunniy akan berbasa-basi kepada ahlibid’ah kecuali jika ia dari kalangan munafiq.” (Lihat Ar Rad Alal Mubtadi’ah liIbni Al Banna)
173. Ibnu Mas’ud berkata :
“Jika seorang Mukmin memasuki mesjid yang di dalamnyaberkumpul 100 orang dan yang muslim hanya satu ia tentu akan masuk ke dalamnyalalu duduk di dekatnya dan jika seorang munafiq memasuki mesjid yang didalamnya berkumpul 100 orang dan hanya terdapat satu orang munafiq juga ia akantetap masuk dan duduk di dekatnya.”
174. Hammad bin Zaid mengatakan, Yunus berkata kepadaku :
“Hai Hammad, sesungguhnya jika saya melihat seorang pemudaberada di atas perkara yang mungkar saya tetap tidak akan berputus-asamengharapkan kebaikannya kecuali bila saya melihatnya duduk bersama ahli bid’ahmaka ketika itu saya tahu kalau dia binasa.” (Al Kifayah 91, Syarh Ilal AtTirmidzy 1/349)
175. Ahmad bin Hanbal berkata :
“Jika kamu melihat seorang pemuda tumbuh bersama Ahli Sunnahwal Jamaah maka harapkanlah (kebaikannya) dan jika kamu lihat dia tumbuhbersama ahli bid’ah maka berputus-asalah kamu dari (mengharap kebaikan)nya.Karena sesungguhnya pemuda itu tergantung di atas apa ia pertama kali tumbuh.”(Al Adabus Syari’ah Ibnu Muflih 3/77)
176. Dlamrah bin Rabi’ah berkata, (saya mendengar) dari IbnuSyaudzab Al Khurasaniy berkata :
“Sesungguhnya di antara kenikmatan yang Allah berikan kepadapara pemuda ialah ketika ia beribadah dan bersaudara dengan seorang AhliSunnah. Dan ia akan bergabung bersamanya di atas As Sunnah.” (Al Ibanah 1/205nomor 43 dan Ash Shughra 133 nomor 91 dan Al Lalikai 1/60 nomor 31)
177. Dari Abdullah bin Syaudzab dari Ayyub ia berkata :
“Termasuk kenikmatan bagi seorang pemuda dan orang-orang nonArab ialah jika Allah menurunkan taufiq kepada mereka untuk mengikuti orangyang berilmu di kalangan Ahli Sunnah.” (Al Lalikai 1/60 nomor 30)
BAB 18 : Bukanlah Ghibah Menceritakan Keadaan Ahli Bid’ahMenurut Salafus Shalih
178. Dari Al A’masy dari Ibrahim ia berkata :
“Bukanlah ghibah menceritakan keadaan ahli bid’ah.” (AlLalikai 1/140 nomor 276)
179. Al Hasan Al Bashry berkata :
“Menerangkan keadaan ahli bid’ah dan kefasikan orang yangberbuat fasiq terang-terangan bukan perbuatan ghibah.” (Al Lalikai nomor279-280)
180. Dan kata beliau selanjutnya :
“Bukanlah ghibah menceritakan kesalahan (aib) ahli bid’ah.”(Ibid nomor 279-280)
181. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Siapa yang masuk kepada ahli bid’ah maka tidak adakehormatan baginya.” (Al Lalikai nomor 282)
182. Dari Sufyan bin Uyainah berkata, Syu’bah pernah berkata:
“Kemarilah kita (berbuat) ghibah di jalan Allah Azza waJalla.” (Al Kifayah 91 dan Syarah Ilal At Tirmidzy 1/349)
183. Dari Abi Zaid Al Anshary An Nahwiy berkata, Syu’bahmendatangi kami pada waktu turun hujan dan berkata :
“Ini bukanlah hari (pelajaran) hadits, hari ini adalah harighibah, marilah melakukan ghibah tentang para pembohong itu.” (Al Kifayah 91)
184. Dari Makky bin Ibrahim ia berkata, Syu’bah mendatangiImran bin Hudair dan berkata : “Hai Imran, marilah kita ghibah sesaat di jalanAllah Azza wa Jalla.”
Kemudian mereka menyebut-nyebut kejelekan (kesalahan) paraperawi hadits. (Al Kifayah 91)
185. Abu Zur’ah Ad Dimasyqi berkata, saya mendengar AbuMushir (ketika) ditanya tentang seorang rawi yang keliru dan kacau sertamenambah-nambah dalam meriwayatkan hadits, ia berkata : “Terangkan keadaanorang itu!”
Maka saya bertanya kepada Abu Zur’ah : “Apakah itu tidakAnda anggap ghibah?”
Ia menjawab : “Tidak.” (Syarh Ilal At Tirmidzy 1/349 dan AlKifayah 91 dan 92)
186. Ibnul Mubarak berkata : “Al Ma’la bin Hilal adalah rawihanya saja jika datang satu hadits ia berdusta (berbuat dusta dengan haditsitu).”
Seorang Sufi berkata : “Hai Abu Abdirrahman, Anda berbuatghibah?”
Maka beliau menjawab : “Diamlah kau! Jika kami tidakmenerangkan hal ini bagaimana mungkin dapat diketahui mana yang haq mana yangbathil?” (Al Kifayah 91 dan 92 dan Syarh Ilal At Tirmidzy 1/349)
187. Abdullah bin (Imam) Ahmad bin Hanbal berkata, Abu TurabAn Nakhsyabi datang kepada ayahku lalu beliau mulai berkata : “Si Fulan dlaif,si Fulan tsiqah.”
Berkatalah Abu Turab : “Wahai Syaikh, janganlah mengghibahulama.”
Ayahku segera menoleh ke arahnya dan berkata : “Celakalahkamu! Ini adalah nasihat bukan ghibah.” (Al Kifayah 92 dan Syarh Ilal AtTirmidzy 1/350)
188. Muhammad bin Bundar As Sabbak Al Jurjaniy berkata, sayamengatakan kepada Imam Ahmad bahwa sangat berat bagi saya untuk mengatakan siFulan dlaif, si Fulan pendusta.
Maka beliau berkata : “Jika kamu diam dalam perkara ini dansaya juga diam maka siapa lagi yang akan menerangkan kepada orang-orang yangawam mana hadits yang shahih dan mana yang lemah?!” (Al Kifayah 92, Syarh IlalAt Tirmidzy, dan Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 28/231)
189. Dari Syaudzab (katanya) dari Katsir Abu Sahl ia berkata:
“Dikatakan bahwa ahli ahwa (ahli bid’ah) itu tidak mempunyaikehormatan.” (Al Lalikai 1/140 nomor 281)
190. Dari Al Hasan bin Aly Al Iskafy ia berkata, sayabertanya kepada Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal tentang pengertian ghibah,beliau menerangkan : “Ghibah itu ialah jika kamu tidak menolak aib seseorang.”
Saya bertanya lagi, bagaimana dengan seorang yang mengatakan: “Si Fulan tidak mendengar hadits dari seseorang dan si Fulan keliru?”
Beliau menjawab : “Seandainya hal ini ditinggalkan manusiamaka tidak akan pernah diketahui shahih atau tidaknya suatu hadits.” (SyarhIlal At Tirmidzy 1/350)
191. Ismail Al Khathaby berkata, Abdullah bin (Imam) Ahmadmenceritakan kepada kami bahwa ia berkata kepada ayahandanya :
“Apa yang Anda katakan mengenai para rawi yang mendatangiseorang syaikh yang barangkali ia seorang Murjiah atau Syi’iy atau dalam dirisyaikh itu terdapat perkara yang menyelisihi As Sunnah apakah ada kelonggaranbuat saya untuk diam dalam hal ini ataukah saya harus memperingatkan manusiaagar berhati-hati dari syaikh ini?”
Ayahku menjawab : “Jika ia mengajak orang kepada bid’ahsedangkan dia adalah imam ahli bid’ah maka benar kamu harus memperingatkanmanusia dari syaikh ini.” (Al Kifayah 93 dan Syarh Ilal At Tirmidzy 1/350)
BAB 19 : Pengaruh Buruk Akibat Memuji Ahli Bid’ah
192. Abul Walid Al Baji dalam Kitabnya, Ikhtishar FiraqilFuqaha ketika menyebutkan keadaan Abu Bakar Al Baqillaniy mengatakan : “AbuDzar Al Harawy telah menceritakan kepadaku bahwa ia condong kepada madzhab AlAsy’ari.”
Maka saya tanyakan dari mana ia dapatkan madzhab ini.Katanya : “Saya pernah berjalan bersama Abu Al Hasan Ad Daraquthniy dan kamibertemu dengan Abu Bakr bin Ath Thayyib Al Qadli lalu Ad Daraquthniy memeluknyadan mencium wajah dan kedua matanya maka setelah kami berpisah saya bertanyasiapa laki-laki tadi?”
Ia menjawab : “Imamnya kaum Muslimin, pembela Islam, (yaitu)Al Qadli Abu Bakr bin Ath Thayyib.”
Abu Dzar berkata : “Sejak saat itu saya berulang-ulangmendatanginya bersama ayahku dan akhirnya kami mengikuti madzhabnya.” (AtTadzkirah 3/1104-1105 dan As Siyar 17/558-559)
Saya berkata : “Ini merupakan istidlal (pengambilan dalil)yang jelas sekali. Karena jika seorang alim diam dalam permasalahan ahli bid’ahdan tidak menerangkan kebid’ahan mereka maka ia akan membahayakan orang lainyang jahil hingga akhirnya mereka dapat terjatuh dalam kebida’ahan pula.
Dan yang lebih berbahaya serta lebih pahit lagi dari diamnyaitu adalah apabila keluar ungkapan-ungkapan pujian dan sanjungan terhadap ahlibid’ah yang mungkin (pada dirinya) tampak keshalihan dan ketaqwaan.”
BAB 20 : Hukuman Terhadap Ahli Bid’ah
193. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan :
“Dan wajib dikenakan hukuman terhadap orang-orang yangmenisbatkan dirinya kepada ahli bid’ah, membela dan memuji mereka ataumenyanjung dan mengagungkan tulisan-tulisan mereka atau mengemukakan alasanbahwa ucapan (bid’ah) ini tidak dapat difahami apa maksudnya? Ataumempertanyakan benarkah mereka yang menulis kitab ini? Dan alasan-alasan yangseperti ini yang sesungguhnya tidak akan diucapkan kecuali oleh orang yangjahil atau munafiq. Bahkan wajib pula dihukum setiap orang yang sudahmengetahui keadaan mereka tetapi tidak membantu menegakkan hukuman itu terhadapmereka (ahli bid’ah) itu maka sesungguhnya menegakkan hukuman terhadap orang-orangyang seperti ini merupakan kewajiban yang sangat agung. Karena mereka merusakakal dan agama seluruh makhluk dari kalangan masyayikh, para ulama, raja-rajadan para pemimpin bahkan menyebarluaskan kerusakan di muka bumi ini danmenghalangi manusia dari jalan Allah.” (Majmu’ Fatawa 2/132)
194. Syaikh Bakr Abu Zaid mengomentari ucapan beliau denganmengatakan :
“Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah danmemberinya minum dari mata air Jannah Salsabil (Aamiin). Sesungguhnya ucapanbeliau ini benar-benar berada pada puncak ketelitian dan urgensi (kepentingan)yang sangat tinggi dan ini meskipun ditujukan khusus untuk menghadapiorang-orang sesat dari kalangan Al Ittihadiyyah (paham manunggaling kawulogusti) namun ternyata berlaku juga terhadap seluruh firqah sempalan (dahulu dansekarang). Maka siapa pun yang mendukung tindakan ahli bid’ah, menghormatinyadan memuliakan karya-karya mereka dan menyebarkannya di tengah-tengah kaumMuslimin dan membanggakannya serta ikut menyiarkan bid’ah dan kesesatan yangada di dalamnya dan tidak membongkar cacat dan (tidak pula menjelaskan)penyimpangan aqidah yang terdapat di dalamnya (jika ia melakukan hal ini)berarti ia meremehkan perintah ini. Wajib dihentikan kejahatannya itu agartidak menimpa (menular) kepada kaum Muslimin.
Dan kita pun telah diuji pada masa ini dengan(didatangkannya) orang-orang yang berjalan di atas metode ini yakni merekamemuliakan ahli bid’ah (mubtadi’) menyebarkan ucapan-ucapan mereka tanpamemberi peringatan atas kekeliruan para mubtadi’ tersebut juga kesesatan jalanyang dilaluinya. (Bahkan di antara mereka ada yang menganggap ahli bid’ah danpekerjaan-pekerjaan mereka mengandung kebaikan dan layak untuk dibaca dandiperhatikan, pent.). Oleh sebab itu peringatkanlah untuk menjauhi parapimpinan kebodohan pelaku bid’ah (mubtadi’) ini. Dan kita berlindung kepadaAllah dari kehinaan dan orang-orangnya.” (Hijrul Mubtadi’ 48-49)
195. Rafi’ bin Asyras berkata :
“Hukuman orang fasiq yang (juga) mubtadi’ adalah janganmenyebut kebaikan-kebaikannya.” (Syarh Ilal At Tirmidzy 1/353)
196. Asy Syathibi berkata :
“Maka sesungguhnya golongan yang selamat --Ahlussunnah--mereka diperintah untuk menunjukkan permusuhan terhadap ahli bid’ah, menjauhimereka, dan menjatuhkan sanksi terhadap orang-orang yang bergabung dengan ahlibid’ah dengan hukuman mati atau yang lebih rendah dari itu. Sesungguhnya paraulama telah memperingatkan ummat agar jangan berteman dan duduk dengan merekakarena hal itu merupakan sebab timbulnya permusuhan dan kebencian. Akan tetapitindakan demikian hanya berlaku terhadap mereka yang menjadi sebab seseorangkeluar dari Al Jamaah dengan bid’ahnya dan tidak mengikuti jalan kaum Mukmininbukan karena permusuhan secara mutlak (umum). Bagaimana tidak? Kita diperintahuntuk memusuhi mereka dan sebaliknya mereka diperintah untuk loyal (setia dantunduk) kepada kita dan kembali kepada Al Jamaah?!” (Al I’tisham 158-159)
197. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
“Adapun dai yang mengajak ummat menuju bid’ah sangat pantas(berhak) mendapat sanksi berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin dan sanksi itudapat berupa hukuman bunuh (diperangi) dan terkadang dapat pula dengan selainitu. Dan apabila dengan pertimbangan tertentu seorang mubtadi’ belum pantasdiberi sanksi atau tidak mungkin mendapat hukuman maka --mau tidak mau--haruslah dijelaskan kepada ummat kebida’ahannya dan mengingatkan mereka agarmenjauhinya karena hal ini termasuk dalam perbuatan amar ma’ruf nahy munkaryang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.” (Majmu’ Fatawa 35/414)
BAB 21 : Titik (Tujuan) Akhir Ahli Bid’ah Dan Sifat-SifatMereka
198. Dari Abu Qilabah ia berkata :
“Tidaklah seseorang berbuat bid’ah melainkan (suatu saat) iaakan menganggap halal menghunus pedang (menumpahkan darah).” (Al I’tisham 1/112dan Ad Darimy 1/58 nomor 99)
199. Ayyub menamakan para mubtadi’ itu (sebagai) Khawarijdan ia menyatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Khawarij itu nama dan julukanmereka berbeda namun mereka bersepakat dalam menghalalkan darah kaum Muslimin.(Al I’tisham 1/113)
200. Abu Qilabah berkata :
“Sesungguhnya ahlul ahwa itu adalah orang-orang yang sesatdan saya tidak menganggap ada tempat kembali mereka selain neraka.” (AlI’tisham 1/112 dan Ad Darimy 1/158)
201. Seseorang berkata kepada Ibnu Abbas : “Segala pujihanya bagi Allah yang telah menjadikan hawa nafsu kami (berjalan) di atas hawanafsu kalian (para shahabat).”
Ibnu Abbas menukas : “Sesungguhnya Allah tidak menjadikankebaikan sedikitpun di dalam hawa nafsu ini. Dan ia dinamakan hawa karena iamenjerumuskan pemiliknya ke dalam neraka.” (Asy Syarhu wal Ibanah 123 nomor 62)
202. Pendapat tersebut juga berasal dari Al Hasan Al Bashry,Mujahid, Abul Aliyah, dan Asy Sya’bi. (Asy Syarhu 124 nomor 63 dan Ad Darimy1/120 nomor 395)
203. Ibnu Sirin berpendapat bahwa orang yang paling segeramurtad adalah ahlul ahwa (mubtadi’). (Al I’tisham 1/113)
204. Dari Abi Ghalib dari Umamah, ia berkata mengenai ayat :
“Lalu mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat (samar)”(QS. Ali Imran : 7)
Bahwa ayat ini menerangkan keadaan orang Khawarij dan paraahli bid’ah. (Al Ibanah 2/606 nomor 783)
205. Dari Ma’mar dari Qatadah ia menerangkan maksud ayat :
“Adapun orang-orang yang di hatinya terdapat zaigh(kecenderungan kepada kesesatan)”
Ia berkata : “Jika yang dimaksud ayat ini bukan Khawarij dankaum Sabaiyyah, saya tidak tahu lagi siapa mereka. Demi Allah, seandainya orangKhawarij itu di atas hidayah tentulah mereka akan bersatu namun ternyata merekadi atas kesesatan maka mereka bercerai-berai. Begitupula segala perkara yangbukan berasal dari sisi Allah tentu akan terdapat di dalamnya perselisihan yangsangat banyak. Demi Allah sungguh Haruriyyah itu benar-benar bid’ah danSabaiyyah juga benar-benar bid’ah yang tidak pernah ada dalam satu kitab pundan tidak pula disunnahkan oleh seorang Nabi pun.”
Ibnu Baththah Al Ukbary berkata : “Al Haruriyyah adalahKhawarij dan As Sabaiyyah adalah kaum Rafidliy pengikut Abdullah bin Saba’ yangdibakar oleh Aly bin Abi Thalib dan hanya tertinggal sebagian di antaramereka.” (Al Ibanah 2/607 nomor 785)
206. Dari Ayyub dari Abu Qilabah ia berkata :
[ Sesungguhnya ahlil ahwa adalah orang-orang yang sesat.Saya menganggap tidak ada tempat kembali mereka selain neraka. Cobalah kalian ujimereka maka tidak ada satu pun dari mereka yang meyakini suatu ucapan atauberpendapat dengan satu pendapat lalu urusan mereka berakhir kecuali denganpedang (menumpahkan darah). Dan sesungguhnya karakter kemunafikan ituberaneka-ragam modelnya. Kemudian ia membaca :
“Di antara mereka ada yang mengikat janji kepada Allah.”(QS. At Taubah : 75)
“Di antara mereka ada yang mencelamu dalam (pembagian)zakat.” (QS. At Taubah : 58)
“Dan di antara mereka ada yang menyakiti Nabi.” (QS. AtTaubah : 61)
Ucapan mereka berbeda-beda namun mereka bersatu dalamkeraguan, kedustaan, dan pedang (penumpahan darah kaum Muslimin). Dan sayamenganggap bahwa tempat kembali mereka tidak lain adalah neraka. ] (Ad Darimy1/58 nomor 100)
Kemudian Ayyub mengatakan : “Abu Qilabah adalah --demiAllah-- salah seorang dari para fuqaha’ yang berakal (cerdas).”
207. Sa’id bin Anbasah berkata :
“Tidak akan ada seseorang yang mengerjakan suatu kebid’ahankecuali dengki hatinya terhadap kaum Muslimin dan tercabut amanah daridirinya.” (Ibanah Ash Shughra 135 nomor 98-100)
208. Al Auza’iy berkata :
“Tidaklah seseorang berbuat suatu bid’ah melainkan hilangsikap wara’-nya.” (Ibid)
209. Al Hasan Al Bashry berkata :
“Tidaklah seseorang berbuat suatu bid’ah melainkankeimanannya akan berlepas diri darinya.” (Ibid)
210. Imam Al Barbahary berkata (Syarhus Sunnah halaman 122):
“Dan ketahuilah sesungguhnya hawa nafsu itu semuanya rendahdan selalu mengajak kepada pedang (penumpahan darah).”
Saya (Jamal) berkata : “Engkau lihat firqah-firqah dan hizb(golongan) yang ada dewasa ini seperti Ikhwanul Muslimin, Sururiyyah, Al Jabhah(di Aljazair), Tandhimul Jihad, Firqah At Turabi, Hizb Mas’udi dan lain-lain dimanapun juga. Seolah-olah mereka berselisih sesama mereka namun (ternyata)mereka bersepakat dalam (urusan) pedang yaitu menghalalkan darah kaum Muslimindan memusuhi Ahlus Sunnah.”
BAB 22 : Adakah Taubat Bagi Ahli Bid’ah?
211. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah menghalangi taubat dari ahli bid’ah.”(Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah nomor 1620)
212. Dari Abu Amru Asy Syaibani ia berkata :
“Selalu dikatakan bahwa Allah enggan (menolak) memberitaubat kepada ahli bid’ah dan ia tidak berpindah kecuali menuju yang lebihjelek lagi.” (Ibnu Wadldlah 61 dan 62)
213. Dari Ibnu Syaudzab ia berkata, saya mendengar Abdullahbin Al Qasim berkata :
“Tidaklah seorang hamba yang berada di atas hawa nafsu laluia meninggalkannya melainkan ia berpindah kepada yang lebih jelek lagi.”
Kemudian saya menyebutkan hadits ini (hadits pada poin 211)kepada sebagian shahabat kami lalu katanya :
[ Pembenarannya terdapat dalam hadits Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wa Sallam yang mengatakan :
Mereka lepas dari agama ini seperti lepasnya panah (menembuskeluar) dari sasarannya dan tidak akan kembali sampai mati.” ] (Ibnu Wudldlah :61-62)
214. Dari Hammad bin Zaid dari Ayyub ia berkata, adaseseorang yang berpendapat dengan satu pendapat lalu kembali danmeninggalkannya maka saya mendatangi Muhammad (bin Sirin) dengan gembira untukmenyampaikan berita ini kepada beliau dan mengatakan : “Bagaimana perasaanmubahwa si Fulan telah meninggalkan pemikirannya yang selama ini dianutnya?”
Beliau menjawab : “Perhatikanlah ke mana dia berpindah,sesungguhnya penutup hadits (tentang Khawarij, ed.) ini lebih keras lagiterhadap mereka dibanding awalnya yaitu mereka lepas dari agama Islam dan tidakakan kembali kepadanya.” (Ibid)
215. Dari Mu’awiyah bin Shalih (ia mengatakan) bahwa Al Hasanbin Abil Hasan Al Bashry berkata :
“Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi enggan memberi izinahli bid’ah untuk bertaubat.” (Al Lalikai 1/141 nomor 285)
216. Seseorang berkata kepada Ayyub : “Hai Abu Bakr,sesungguhnya Amru bin Ubaid sudah kembali meninggalkan pemikirannya.”
Beliau berkata : “Sesungguhnya ia tidak akan kembali.”
Orang itu berkata lagi : “Benar. Sungguh ia telah kembali!”
Ayyub berkata pula :
[ Sungguh dia tidak akan kembali --diulanginya tiga kali--.Ketahuilah bahwa dia tidak akan kembali. Tidakkah kamu mendengar sabdaRasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (ketika beliau berkata) :
“Mereka lepas dari agama ini seperti keluarnya anak panahdari buruannya (sasarannya) yang kemudian tidak akan kembali sampai mati.” ](Al Lalikai nomor 286)
217. Abdullah bin Al Mubarak berkata :
“Wajah ahli bid’ah itu diliputi kegelapan (tidak bercahaya)meskipun ia meminyakinya sehari tiga kali.” (Al Lalikai nomor 284)
218. Dari Ibnul Mubarak dari Al Auza’i dari Atha’ AlKhurasani sesungguhnya ia berkata :
“Hampir-hampir Allah itu tidak mengizinkan ahli bid’ah itutaubat.” (Al Lalikai 283)
219. Sufyan Ats Tsaury berkata :
“Bid’ah itu lebih dicintai iblis daripada kemaksiatan karena(pelaku) maksiat dapat (diharapkan) bertaubat sedangkan (pelaku) bid’ah tidakdapat (diharapkan) untuk bertaubat.” (Majmu’ Fatawa 11/372)
BAB 23 : Sebab-Sebab Jatuhnya Seseorang Kepada Bid’ah DanHawa Nafsu
220. Ibnu Baththah Al Ukbary berkata :
“Saya pernah melihat sekelompok manusia yang dahulunyamelaknat dan mencaci ahli bid’ah lalu mereka duduk bersama ahli bid’ah untukmengingkari dan membantah mereka dan terus menerus orang-orang itubermudah-mudah sedangkan tipu daya itu sangat halus (tersamar) dan kekafiransangat lembut (merambat) dan akhirnya tercurah kepada mereka.” (Al Ibanah2/470)
221. Muhammad bin Al Ala’ Abu Bakr menceritakan kepada kamidari Mughirah ia berkata, Muhammad bin As Saib keluar --dan ia bukan ahlibid’ah-- ia berkata :
“Pergilah bersama kami sampai kita mendengar ucapan mereka(ahli bid’ah)”, maka ia tidak kembali sampai akhirnya ia menerima kebid’ahanitu dan hatinya terikat dengan ucapan mereka.” (Al Ibanah 2/470 nomor 476-477dan Tahdzibut Tahdzib 8/113)
222. Al Ashma’i berkata :
“Mu’tamir menceritakan kepada kami dari Utsman Al Buty, iaberkata bahwa Imran bin Haththan adalah seorang Sunniy lalu datang pelayan daripenduduk Amman seperti bighal (seorang mubtadi’, ed.) maka ia membalikkanhatinya di tempat duduknya (berubah saat itu juga, ed.).” (Bayan Fadlli IlmisSalaf halaman 36)
223. Abu Hatim berkata, diceritakan kepadaku dari Abu Bakrbin Ayyasy, ia berkata, Mughirah mengatakan bahwa Muhammad bin As Saib berkata:
“Marilah kita menuju ke tempat orang Murjiah agar mendengarucapan mereka.”
(Kata Mughirah) akhirnya ia tidak kembali sampai hatinyaterpaut dengan ucapan itu. (Al Ibanah 2/462-471 nomor 449 dan 480)
BAB 24 : Pedoman Agar Tidak Jatuh Kepada Kebid’ahan Dan HawaNafsu
224. Ahmad bin Abil Hawary berkata, Abdullah bin As Sariy--seorang yang khusyu’ dan belum pernah saya dapati orang yang lebih khusyu’daripadanya-- ia berkata :
“Bagi kami bukanlah dikatakan Sunnah jika kamu membantahahli bid’ah namun Sunnah itu adalah bahwa kamu tidak mengajak ahli bid’ah berbincang-bincang.”(Al Ibanah 2/471 nomor 478 dan 479)
225. Hammad bin Zaid dari Ayyub ia berkata :
“Tidak ada bantahanku terhadap mereka yang lebih kerasdaripada diamku (tidak mengajak mereka berbicara, ed.).” (Ibid)
226. Abu Abdillah bin Baththah berkata :
[ Allah, Allah, wahai kaum Muslimin, janganlah ada seorangpun dari kalian yang terbawa oleh sikap baik sangka terhadap dirinya sendiriatau oleh pengetahuannya tentang madzhab yang benar untuk (mencoba) masuk kedalam bahaya yang mengancam agamanya (seandainya) ia duduk dengan ahli bid’ahlalu ia berkata :
“Saya akan menemui mereka untuk mematahkan hujjah merekaatau saya akan membuat mereka keluar dari madzhab mereka yang rusak ini.”
Sebab sesungguhnya ahli bid’ah itu lebih berbahaya daridajjal dan ucapan mereka lebih melekat dari penyakit kudis bahkan lebihmembakar dari lidah api. ] (Ibid)
227. Imam Ahmad berkata :
“Yang selalu kami dengar dan kami dapatkan dari uraian AhliIlmu bahwa mereka sangat membenci perbincangan dan duduk dengan ahli zaigh dansesungguhnya perkara penting dalam agama ini adalah sikap menerima (tunduk) dankembali kepada apa yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah bukan duduk-dudukdengan ahli bid’ah dan ahli zaigh untuk membantah argumentasi mereka karenasesungguhnya mereka tentu akan mengelabui kamu sedangkan mereka tidak akankembali (kepada yang haq). Maka yang selamat --Insya Allah-- adalah denganmeninggallkan majelis mereka dan tidak membahas bid’ah dan kesesatan mereka.”(Al Ibanah 2/472 nomor 481)
BAB 25 : Membantah Ahli Bid’ah Harus Dengan As Sunnah
228. Umar bin Al Khaththab berkata :
“Akan datang orang-orang yang akan mendebatmu denganayat-ayat mutasyabihat dari Al Quran maka bantahlah mereka dengan As Sunnahkarena sesungguhnya Ahlus Sunnah paling tahu kandungan Kitab Allah Azza waJalla.” (Al Hujjah 1/313, Asy Syari’ah 58, Ad Darimy 1/62 nomor 119, Al Lalikai1/123 nomor 202, Al Ibanah 1/250 nomor 83 dan 84, Al Baghawy 1/202)
229. Ini juga dikatakan Aly bin Abi Thalib. (Al Lalikai1/123 nomor 203 dan Al Hujjah 1/313)
230. Ibnu Rajab Al Hanbaly menukil keterangan sebagian ulamaSalafus Shalih bahwa dikatakan kepadanya : “Bolehkah seseorang yang mempunyaiilmu tentang As Sunnah membantah ahli bid’ah?” Ia menjawab : “Tidak! Tapihendaknya ia menerangkan As Sunnah itu kalau diterima itu lebih baik baginyadan jika tidak maka (sebaiknya) ia diam saja (jangan berdebat, ed.).” (BayanuFadlli Ilmis Salaf ala Ilmil Khalaf halaman 36)
231. Ibnu Baththah Al Akbary berkata :
“Hendaknya bekalmu untuk membimbing dan menghentikan bid’ahbersumber dari Al Quran dan As Sunnah serta Atsar yang shahih yang datang dariulama ummat ini baik dari shahabat maupun tabi’in.” (Al Ibanah 2/541)
BAB 26 : Shifat Al Ghuraba’
232. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Ikutilah jalan-jalan petunjuk! Dan tidak akan merugikanmumeskipun sedikit orang yang menempuhnya. Sebaliknya jauhilah jalan-jalankesesatan! Dan jangan tertipu dengan banyaknya orang-orang yang celaka didalamnya.” (Al I’tisham 1/112)
233. Al Hasan Al Bashry berkata :
“Amal yang sedikit dalam Sunnah lebih baik daripada amalanyang banyak di dalam bid’ah.” (Tahdzibut Tahdzib 10/180)
234. Beliau juga berkata :
“Wahai Ahlus Sunnah, berteman baiklah kalian! --Semoga Allahmerahmati kamu-- sesunggguhnya kalian adalah kelompok manusia yang sangatsedikit jumlahnya.” (Al Lalikai 1/57 nomor 19)
235. Dari Yunus bin Ubaid ia berkata :
“Seorang yang disampaikan kepadanya As Sunnah kemudianmenerimanya akhirnya menjadi orang yang asing namun lebih asing lagi adalahyang menyampaikannya. (Beruntunglah orang-orang yang asing, pent.).” (AlLalikai 1/58 nomor 21 dan Al Hilyah Abu Nu’aim 3/12)
236. Abu Idris Al Khulaniy berkata :
“Saya mendengar bahwa dalam Islam ini terdapat tali tempatbergantung manusia dan tali itu akan terurai seutas demi seutas tali maka yangpertama terlepas dari tali itu adalah sifat halim (lemah-lembut) dan yangpaling akhir adalah shalat.” (Ibnu Wudldlah 73)
237. Dari Ibnul Mubarak dari Sufyan Ats Tsauri ia berkata :
“Berwasiatlah kamu terhadap Ahlis Sunnah dengan kebaikankarena sesungguhnya mereka adalah Ghuraba’ (orang-orang yang asing).” (AlLalikai 1/644 nomor 49-50)
238. Dari Yusuf bin Asbath ia berkata, saya mendengar SufyanAts Tsauri berkata :
“Jika kamu mendengar berita bahwa di belahan bumi timur adaseorang Ahli Sunnah dan di barat ada seorang Ahli Sunnah, kirimkanlah salambuat keduanya dan doakan kebaikan untuk mereka! Sungguh alangkah sedikitnyaAhlus Sunnah wal Jamaah itu.” (Ibid)
BAB 27 : Menilai Seseorang Dengan Kecintaan dan KebenciannyaTerhadap Ahlus Sunnah
239. Dari Ibnul Madiniy ia berkata bahwa saya mendengarAbdurrahman bin Mahdi berkata :
“Jika kamu lihat seseorang mencintai Ibnu Aun di kalanganpenduduk Bashrah maka percayailah dia. Dan di kalangan penduduk Kufah, Malikbin Mighwal dan Zaidah bin Qudamah maka jika kamu lihat orang mencintai merekaharapkanlah kebaikannya. Demikian pula jika kamu lihat orang mencintai AlAuza’i dan Abu Ishaq Al Fazary di Syam serta Malik bin Anas di Hijaz.” (AlLalikai 1/62 no 41)
240. Ibnu Mahdy berkata :
“Jika kamu lihat ada penduduk Syam mencintai Al Auza’i danAbu Ishaq Al Fazary harapkanlah kebaikannya.” (Al Jarh wa Ta’dil 1/217)
241. Ia juga berkata :
“Jika kamu lihat ada penduduk Syam mencintai Al Auza’i danAbu Ishaq Al Fazary maka ia adalah Ahlus Sunnah.” (Ibid)
242. Dari Ahmad bin Yunus dari Ats Tsaury ia berkata :
“Ujilah sikap penduduk Mosul terhadap Al Mu’afy bin Imran.”(Tahdzibut Tahdzib 10/180)
243. Imam Al Barbahary berkata :
“Menguji keadaan seseorang di dalam Islam adalah bid’ahadapun saat ini maka menguji dilakukan dengan Sunnah.” (Syarhus Sunnah 126nomor 152 dan Thabaqat Hanabilah 2/38)
244. Dari Ahmad bin Zuhair ia berkata, saya mendengar Ahmadbin Abdullah bin Yunus berkata :
“Ujilah penduduk Mosul dengan Al Mu’afy bin Imran. Jikamereka mencintainya maka mereka adalah Ahli Sunnah dan sebaliknya apabilamereka membencinya maka mereka adalah ahli bid’ah sebagaimana penduduk Kufahjuga diuji dengan (sikap mereka terhadap) Yahya.” (Al Lalikai 1/66 nomor 58)
BAB 28 : Beberapa Faedah, Nasihat, dan Adab
245. Yahya bin Mu’adz berkata :
[ Sejelek-jelek saudara adalah yang kamu sampai butuhmengatakan :
“Ingatlah saya dalam doamu ... .”
Dan sebagian besar manusia pada hari ini hanya salingmengenal jarang ada yang berteman secara zhahir apalagi persaudaraan danpersahabatan. Ini adalah sesuatu yang telah lenyap. Maka janganlah kamu terlalumengharapkannya. Saya tidak tahu ada seseorang yang murni bersahabat dengannyasaudaranya senasab (keturunan) juga anak dan isterinya maka tinggalkanlahkeinginan untuk mencari persahabatan yang murni dan tulus. Jadilah orang yangasing dan bergaullah sebagaimana bergaulnya Al Ghuraba’. Dan berhati-hatilah kamu(jangan) tertipu oleh orang yang menampakkan rasa cinta kepadamu karenasesungguhnya seiring perjalanan waktu akan tampak olehmu cacat cinta yangditunjukkannya.
Dan Al Fudlail bin Iyyadl berkata :
“Jika kamu ingin berteman dengan seseorang maka buatlah agaria marah maka jika kamu lihat keadaannya sesuai dengan syari’at makabertemanlah dengannya.”
Situasi saat ini sangat mengerikan sebab jika kamumembuatnya marah maka ia akan menjadi musuhmu saat itu juga. Adapun penyebabhilangnya persahabatan yang murni adalah kecintaan terhadap dunia yangmenguasai hati. Sedangkan Salafus Shalih, perhatian mereka senantiasa hanyatertuju kepada akhirat maka mereka pun memurnikan niat dalam mencari saudaradan mereka bergaul dengan sesamanya karena agama bukan karena dunia. Maka jikakamu lihat berkaitan dengan masalah agama maka ujilah ketika ia marah. ](Adabus Syari’ah 3/581)
246. Al Qadhi Abu Ya’la berkata :
[ Jika kamu berjalan janganlah menoleh-noleh karenapelakunya dapat dikatakan sebagai orang yang bodoh.
Syaikh Abdul Qadir berkata : “Bersiul dan bertepuk tanganadalah dua hal yang dibenci. Begitu pula bersandarnya seseorang hingga keluardari posisi duduknya sebab hal itu adalah tindakan kesombongan dan menghinateman duduk kecuali karena uzur dan juga dibenci menggigit-gigit (permen) karetkarena ini adalah perbuatan yang rendah. Juga dibenci tertawa terbahak-bahakdan meninggikan suara tanpa ada kepentingannya. Dan sepantasnya seseorang ituberjalan dengan sederhana (seimbang-tenang, pent.) tidak perlu terburu-burusehingga menabrak orang lain dan menyusahkan diri sendiri. Jangan pula berjalanselangkah demi selangkah yang dapat menimbulkan rasa bangga terhadap dirisendiri. Dan termasuk pula perkara yang dibenci adalah menangis meratap-ratapdan menyanyikan lagu-lagu kematian kecuali jika itu karena takut kepada AllahSubhanahu wata’ala dan menyesal karena kehilangan waktu yang sia-sia (tanpaamal) yang juga merupakan perbuatan yang dibenci adalah membuka tutup kepala ditengah-tengah manusia dan bagian tertentu yang bukan aurat namun biasanyatertutup.” ] (Adabus Syari’ah 3/375)
247. Al Fudlail berkata :
“Saya lihat jiwaku ini ramah bergaul dengan mereka yangdinamakan teman maka saya cari dari pengalaman ternyata kebanyakan merekaadalah orang-orang yang iri (dengki) terhadap nikmat (kebahagiaan) temannya danmereka tidak menyembunyikan kekeliruan (zallah) temannya dan senang mengabaikanhak teman duduknya juga tidak mau membantu temannya dengan harta mereka makasebab itu (ketika) saya perhatikan perkara ini ternyata kebanyakan teman ituiri (dengki) dengan kenikmatan orang lain. Padahal Al Haq (Allah) Yang MahaSuci sangat cemburu kepada hati seorang Mukmin yang cenderung jinak dengansesuatu (selain Allah) maka Ia keruhkan dunia dan penghuninya agar si Mukminhanya menyenangi- Nya (jinak kepada Allah).
Maka sepantasnya kamu menganggap semua makhluk itu sebagaikenalan dan jangan kamu tampakkan rahasiamu kepada mereka. Jangan kamu anggapsahabat orang yang tidak cocok untuk digauli tetapi pergaulilah mereka secarazhahir.
Jangan bercampur dengan mereka kecuali dalam keadaan daruratdan itupun sejenak saja kemudian tinggalkanlah mereka. Setelah itu hadapilahurusanmu sambil berserah diri kepada Penciptamu (Allah) sebab sesungguhnyatidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan selain Allah dan tidak ada yangdapat menolak kejelekan kecuali Dia.” (Al I’tisham 1/158)
248. Ia juga berkata :
“Apabila terjadi kekasaran di antara kamu dan seseorang makaberhati-hatilah kamu darinya jangan kamu harapkan persahabatan yang murni danmempercayainya sebab sesungguhnya dia akan selalu memperhatikan tindak-tandukmusedangkan kedengkiannya tersembunyi. Adapun orang yang awam maka menjauh darimereka merupakan keharusan. Karena mereka tidak termasuk jenismu maka jika kamuterpaksa duduk bersama dalam majelis mereka maka (lakukanlah) sesaat saja danjagalah kewibawaan dan kewaspadaanmu sebab bisa jadi kau mengucapkan satu katadan mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang keji. Jangan kau menyuguhkan ilmukepada orang yang jahil dan (jangan pula) kamu suguhkan orang-orang yang lalai(suka bermain-main) dengan fiqih dan orang yang dungu dengan keterangan (AlBayan) tapi perhatikanlah apa yang menyelamatkan mereka dengan lemah-lembut danberwibawa. Jangan meremehkan musuh-musuhmu karena mereka mempunyai tipu dayayang tersembunyi dan kewajibanmu hanyalah bergaul dan berbuat baik kepadamereka secara zhahir. Dan termasuk di antara mereka adalah orang-orang yangdengki maka tidak pantas mereka mengetahui nikmat yang kamu dapatkan. Dansesungguhnya Al Ain itu haq sedangkan bergaul dengan mereka secara zhahir ituharus.” (Al Hujjah 1/304)
249. Asy Syathibi berkata :
“Asal kerusakan ini --yaitu mencerca Salafus Shalih-- datangdari Khawarij merekalah yang pertama melaknat Salafus Shalih bahkanmengkafirkan shahabat -- radliyallahu anhum ajmaiin-- dan perbuatan yangseperti ini semuanya menimbulkan permusuhan dan kebencian.” (Al I’tisham 1/158)
250. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
“Tidak ada seorangpun yang berhak menjadikan orang tertentusebagai panutan lalu mengajak manusia ke jalan (madzhabnya), bersikap loyal danmemusuhi di atas jalan itu selain Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallamdan tidak pula ada yang berhak melahirkan ucapan yang dijadikan pegangan(pedoman) untuk bersikap loyal dan memusuhi selain Kalam Allah dan ucapanRasul-Nya dan apa yang telah disepakati oleh ummat (shahabat). Sebab hal itutidak lain merupakan perbuatan ahli bid’ah yang senang mengangkat orang tertentudan melontarkan suatu perkataan yang justru pada akhirnya memecah belah ummat.Mereka menyerahkan loyalitasnya demi pendapat tersebut atau yang merekanisbatkan (sandarkan) diri mereka kepadanya dan memusuhi orang lain demimembela pendapat dan penisbatan tersebut.” (Majmu’ Fatawa 20/164)
251. Umar bin Abdul Aziz berkata :
“Jika kamu lihat satu kaum berbisik-bisik dengan satu urusantanpa diikuti (diketahui) oleh khalayak ramai berarti mereka di atas landasankesesatan.” (Ad Darimy 1/103 nomor 307)
252. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
“Adapun jika mereka berpindah dari satu madzhab ke madzhablainnya karena perintah agama misalnya telah jelas baginya keterangan yanglebih kuat lalu ia kembali berpegang dengan pendapat yang ia pandang lebih dekatkepada apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya maka ia diberi pahala dengan sikapyang demikian akan tetapi wajib bagi setiap orang untuk tidak menyimpang ataumengikuti siapapun yang menyelisihi hukum Allah dan Rasul-Nya apabila telahjelas baginya ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Karena sesungguhnya Allah telahmewajibkan ketaatan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di atasketaatan kepada siapapun dan dalam keadaan bagaimanapun.” (Fatawa Al Kubra5/96)
253. Umar bin Al Khaththab berkata :
“Sesungguhnya saya benci kepada orang yang berjalan sia-siayaitu tidak karena urusan dunia dan tidak pula akhirat.” (Adabus Syariah 3/588)
254. Ibnu Mas’ud berkata :
“Sungguh saya benar-benar membenci orang yang kosong tidakberamal untuk dunia dan tidak pula untuk akhirat.” (Bayan Fadlli Ilmis Salafhalaman 38)
255. Ibnul Atsir berkata :
“Sesungguhnya meninggalkan ahli ahwa dan ahli bid’ah terusberlangsung seiring perjalanan masa selama mereka tidak menampakkan taubat dankembali kepada yang haq.” (An Nihayah 5/245)
256. Ibnu Umar berkata :
“Saya tidak mengetahui satu perkara di dalam Islam ini yangmenurutku lebih utama daripada selamatnya hatiku dari hawa nafsu yang sukaberselisih ini.” (Al Hujjah fi Bayanil Mahajjah 1/304)
Abu Abdillah Jamal bin Farihan berkata :
“Saya pun tidak mengetahui satu perkara di dalam agama Islamini yang menurutku lebih utama daripada aku diselamatkan Allah dari sikapfanatik golongan yang sangat dibenci ini yang menelan kurban dari kalanganpemuda dan sebagian para dai di masa kini dan fanatisme itu juga telahmengotori pikiran mereka dan menghalangi mereka dari manhaj Salafus Shalih.”
257. Ayyub bin Al Qariyyah berkata :
“Orang yang paling berhak mendapatkan penghormatan ada tigayaitu ulama, saudara (sesama Mukmin), dan para penguasa maka siapa yangmeremehkan ulama berarti ia merusak kepribadiannya sendiri dan siapa meremehkanpenguasa berarti ia merusak dunianya dan orang yang berakal itu tidak akanmeremehkan siapapun, adapun yang disebut sebagai orang yang berakal adalahorang yang menjadikan agama itu sebagai dasar syariatnya dan kesantunan adalahwataknya sedangkan logika yang baik adalah pembawaannya.” (Jami’ Bayanil IlmiIbnu Abdil Barr 231)
258. Diriwayatkan dari Aly bin Abi Thalib bahwa ia berkata :
[ Di antara hak-hak orang yang berilmu yang harus kamupenuhi adalah jika kamu mendatanginya berilah salam khusus untuknya lalu untukseluruhnya kemudian duduklah di hadapannya dan jangan memberi isyarat dengantanganmu dan jangan memandangnya dengan remeh dan jangan berkata :
“Si Fulan mengatakan pendapat yang berbeda dengan pendapatAnda!”
Dan jangan menarik pakaiannya, jangan mendesak dalambertanya karena sesungguhnya kedudukannya bagaikan kurma yang masih basah yangakan selalu jatuh kepadamu. ] (Ibid)
259. Imam An Nawawi berkata :
“Dalam hadits ini [sikap Ibnul Mughaffal yang meninggalkanshahabatnya yang menolak (tetap melempar) sesudah dilarangnya padahal telahdisampaikannya sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam] terdapatpelajaran tentang bolehnya meninggalkan ahli bid’ah dan kefasikan sertaorang-orang yang menolak As Sunnah padahal ia telah mengetahuinya. Bahkansesungguhnya boleh pula meninggalkan (menjauhi)nya selama-lamanya.” (SyarhShahih Muslim 13/106)
260. Dikatakan kepada Imam Al Mizzy : “Si Fulan membencimu!”
Ia menjawab : “Dekat kepadanya bukanlah keramahan dan jauhdarinya bukanlah sesuatu yang menakutkan.” (Adabus Syari’ah 3/575)
261. Al Ashma’i berkata, Abu Amru bin Al Ala’ berkatakepadaku :
“Wahai Abdul Malik, berhati-hatilah kamu terhadap orang yangmulia jika kamu menghinanya dan terhadap si pencela jika kamu memuliakannya,serta waspadalah terhadap orang yang berakal jika kamu menyulitkannya, jugaterhadap orang yang bodoh jika kamu bergurau dengannya. Dan berhati-hatilahkamu terhadap orang yang jahat jika kamu bergaul dengannya dan bukanlahtermasuk adab (akhlak yang baik, ed.) menjawab orang yang tidak menanyaimu ataukamu bertanya pada orang yang tidak dapat menjawab atau kamu berbicara denganorang yang tidak mau diam memperhatikan (ucapan)mu.” (Ibid)
262. Umar bin Abdul Aziz berkata :
“Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu (Salafus Shalih)itu berhenti di atas dasar ilmu dengan bashirah yang tajam (menembus) mereka,menahan (dirinya), dan mereka lebih mampu dalam membahas sesuatu jika merekaingin membahasnya.” (Bayan Fadlli Ilmis Salaf 38)
Ibnu Rajab berkata :
“Dan sungguh orang yang datang belakangan lebih banyakterfitnah dalam perkara ini. Mereka menyangka bahwa orang yang banyakucapannya, debatnya ataupun bantahannya dalam masalah agama adalah orang yangpaling berilmu dibanding orang yang tidak seperti itu maka ini sesungguhnyabenar-benar kebodohan yang murni, coba perhatikan para pembesar shahabat danulama mereka seperti Abu Bakr, Umar, Aly, Mu’adz, Ibnu Mas’ud, dan Zaid binTsabit radliyallahu anhum, bagaimana keadaan mereka padahal ucapan mereka lebihringkas dari ucapan Ibnu Abbas dan mereka jelas lebih alim dibanding IbnuAbbas. Begitu pula dengan para tabi’in, ucapan mereka lebih banyak daripada ucapanpara shahabat sedangkan para shahabat lebih alim dibandingkan mereka juga paratabi’ut tabi’in, ucapan mereka lebih banyak daripada ucapan para tabi’in namunpara tabi’in lebih alim (berilmu) dari mereka. Jadi jelaslah bahwa ilmu tidakdiukur dengan banyaknya periwayatan apalagi pendapat akan tetapi ilmu ituadalah cahaya yang diletakkan Allah di dalam hati seorang hamba sehingga iadapat mengenal yang haq dan membedakannya dari yang bathil serta mampumenerangkan yang haq itu dengan ungkapan-ungkapan yang ringkas dan tepatmenurut tujuannya.” (Ibid)
Begitu pula para ulama Rabbani seperti Syaikh Al AllamahAbdul Aziz bin Baaz, Al Albani, Al Utsaimin, dan Syaikh Shalih Al Fauzan.Ucapan mereka lebih ringkas dibandingkan ucapan orang-orang yang menjuluki dirisendiri sebagai dai padahal mereka memenuhi isi kaset ceramah mereka denganberbagai ungkapan yang panjang lebar (bertele-tele, pent.) sedangkanbeliau-beliau ini jauh lebih alim daripada mereka.
263. Ibnu Rajab berkata :
[ Maka wajib diyakini bahwa tidaklah setiap orang yang luaspembahasan dan perkataannya dalam masalah ilmu lebih alim dari orang yang tidakdemikian keadaannya. Dan sungguh kita pernah diuji dengan kebodohan sebagianmanusia yang meyakini bahwa luasnya pembahasan orang-orang yang datangbelakangan menunjukkan mereka lebih berilmu daripada orang-orang yangterdahulu. [Seperti ungkapan mereka : “Perkataan Khalaf (orang-orang yangdatang belakangan itu lebih berhikmah (ahkam), berilmu (a’lam) dan lebihselamat (aslam). Tidakkah mereka tahu apa bedanya bintang tsurayya dan apa yangdi bawah (tahta) ats tsara?? Setiap kebaikan (hanya) dengan mengikuti Salaf,pent.] ] (Ibid)
264. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
“Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhajSalafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajibmenerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhajSalafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran.” (Al Fatawa 4/149)
BAB 29 : Syair-Syair
265. Ibnu Baththah menyebutkan bait-bait ini, Asy Sya’bi iaberkata, Aly bin Abi Thalib berkata kepada seorang laki-laki yang bertemandengan seseorang yang ia tidak suka laki-laki itu bergaul dengannya :
Janganlah berteman dengan saudara yang bodoh, hati-hatilahkamu dan jauhilah dia
Betapa banyak orang yang bodoh menjahili orang yang sabarketika dianggap saudara
Seseorang itu dinilai dengan temannya ketika ia berjalanbersamanya
Dan sesuatu dengan yang lainnya mengandung kias dankeserupaan
Juga ruh dengan ruh yang lain sebagai bukti ketika salingbertemu
Orang yang cerdas jika ia melihat apa yang menakutkannyaakan berjaga-jaga
Orang yang lalai akan tertipu seiring dengan peredaran masaia akan tertimpa petaka
Siapa yang memahami perjalanan waktu tidak akan meremehkannikmat yang ada padanya
Dan ia berkata --juga-- :
Jika kamu tidak sakit berteman dengan orang sakit danmenjadi temannya berarti kamu orang yang sakit
266. Ibnu Baththah juga menyebutkan bahwa Abu Bakr bin AlAnbary berkata kepada kami, Ubay mengucapkan syair kepada Abul Atahiyah :
Siapa lagi yang akan tersamar bagimu jika kamu perhatikanteman dekatnya
Dan pemuda dengan wataknya merupakan tanda yang bercahaya dikeningnya
267. Abu Bakr Al Arjaniy berkata dalam syairnya :
Ketika aku uji manusia aku meminta dari mereka teman yangdapat dipercaya ketika menghadapi kesulitan
Kelapangan dan kesulitan memperebutkan keadaanku akuberteriak ke seluruh penjuru adakah yang mau membantu
Aku tidak dapati kecuali banyak yang gembira dengankesulitanku dan aku tidak temukan kecuali banyak yang iri dengan kebahagiaanku
268. Penyair lain berkata :
Siapa yang ingin meluaskan pergaulan hendaknya ia bertaqwadan bersikap lembut
Menundukkan pandangan dari kejelekan orang yang berbuatjelek dan sabar dengan kejahilan teman
Penutup
Inilah yang dapat kami kumpulkan. Semoga shalawat dan salamAllah limpahkan kepada hamba dan utusan-Nya, Muhammad serta kepada keluarga danpara shahabatnya.
Dikumpulkan oleh : Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al Haritsi
Penterjemah Idral Harits
_________
Daftar Rujukan Ta’liq
Ø Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman binHasan Alu Syaikh.
Ø Irwa’ul Ghalil, Al Albani.
Ø Al Mudzakkir, Ibnu Abi Ashim.
Ø Gharibul Hadits, Ibnu Atsir.
Ebook compiled by Akhukum Fillah La Adri At Tilmidz
Semoga bermanfaat
Artikel terkait:
- Versi ebook bisa di download disini: Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah
- Download ebook-ebook lainnya di Halaman Download I
- DOWNLOAD ENSIKLOPEDIA ISLAM/BUKU PINTAR ISLAM 10 JILID GRATIS
- Dasar-Dasar Aqidah Islam Secara Umum
- Mengenal Bid'ah