Assalamu ‘alaikum. Saya mau tanya: bagaimana hukumnya percaya kepada tradisi? Contoh: Seorang wanita belum boleh menikah jika kakak perempuan dari wanita itu belum menikah. Mereka beranggapan (bahwa) ini sudah turun-menurun, tidak bisa dilanggar. Bagaimana menurut pandangan ahlus sunnah? Syukran (terima kasih). Wassalamu ‘alaikum. Satrio (rhiop**@****.com)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.
Bismillah. Sesungguhnya, tradisi di masyarakat kita dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1. Tradisi yang sesuai dengan syariat, seperti: silaturahmi, menjenguk orang sakit, kerja bakti, dan lain-lain.
2. Tradisi yang bertolak belakang dengan syariat. Semua tradisi yang mengandung kemaksiatan termasuk dalam tradisi ini, berupa:
- Kesyirikan, seperti: sedekah bumi dan sesajen.
- Perbuatan dosa, seperti: hiburan maksiat dan peringatan kematian.
- Kezaliman kepada orang lain, seperti: larangan menikah karena tabrakan weton.
3. Tradisi yang didiamkan syariat (mubah), seperti: jual beli dan arisan. Tradisi jenis ketiga ini diperbolehkan, selama tidak mengandung unsur yang diharamkan syariat.
Jika kita cermati tiga tradisi di atas, tradisi yang disebutkan oleh Penanya termasuk tradisi yang mengandung kezaliman. Siapa pun yang lebih dahulu mendapatkan jodoh, dia dianjurkan untuk segera menikah. Karena itu, tradisi ini wajib ditinggalkan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar,M.A. (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).