Abu Qilabah rahimahullah adalah seorang Tabi'in mulia, akan tetapi keadaannya sangat menyentuhkan hati. Beliau kehilangan kedua kaki dan tangannya, mata dan pendengarannya sudah melemah, tidak ada bahagian tubuh yang bermanfaat kecuali lisannya.
Beliau selalu berdoa,
"Ya Allah, tunjukilah aku untuk memuji-Mu dengan pujian yang sebanding, sebagai rasa syukur atas nikmat dan keutamaan yang Engkau berikan kepadaku."
Suatu hari, 'Abdullah bin Muhammad bertanya kepadanya, "Mengapa engkau selalu mengulang-ulang doamu, sebenarnya nikmat apakah yang telah diberikan kepadamu?" Abu Qilabah rahimahullah berkata, "Tidakkah engkau melihat apa yang diperbuat oleh Rabb-ku? Demi Allah, andaikan Allah memerintahkan langit untuk mengirim api dan membakarku. Memerintahkan gunung agar menimpaku dan laut agar menenggelamkanku, tidaklah hal itu kecuali menambah rasa syukurku kepadaNya, kerana Dia telah memberi nikmat lisan ini."
Abu Qilabah rahimahullah melanjutkan, "Aku punya keperluan, sudikah engkau membantuku? Aku ini orang yang lemah, aku punya seorang anak kesayangan yang selalu menemaniku, dia yang melayani wudhu'ku saat tiba waktu solat. Apabila aku lapar, maka dia yang memberi makan; apabila aku haus, dia yang memberi minum, tetapi sudah tiga hari ini aku kehilangan dia, tolong carikan di mana dia!"
Abdullah bin Muhammad pun berkata, "Sungguh tidak ada pahala yang lebih besar di sisi Allah daripada orang yang berjalan untuk memenuhi keperluanmu!" Aku mulai berjalan mencari anak tersebut, baru beberapa meter aku melihat tumpukan bebatuan dan aku dapati anak yang kucari telah dimangsa binatang buas! Melihat itu aku hanya mampu mengucapkan,
"Inna lillai wa inna ilaihi roji'un"
Sesampainya di rumah Abu Qilabah, aku pun langsung mengucapkan salam, Abu Qilabah membalasnya dan berkata, "Itukah dirimu, wahai sahabatku?" Aku menjawab, "Benar." "Bagaimana keperluanku?" tanya Abu Qilabah. Aku berkata, "Engkau lebih mulia di sisi Allah, ataukah Nabi 'Ayyub yang lebih mulia?" "Nabi 'Ayyub lebih mulia", jawab Abu Qilabah.
Aku bertanya lagi, "Bukankah kita mengetahui cobaan yang diberikan kepada Nabi 'Ayyub? Beliau diuji dalam hartanya, keluarganya dan anak-anaknya". "Benar demikian", jawab Abu Qilabah. Aku berkata lagi, "Bagaimana sikap Nabi 'Ayyub menerima cobaan itu?" Abu Qilabah menjawab, "Dia bersabar, bersyukur dan selalu memuji Allah."
Akhirnya dengan berat hati aku berkata, "Sesungguhnya anak kesayanganmu yang engkau cari telah meninggal dimangsa binatang buas. Semoga Allah memberi kesabaran dan pahala yang besar kepadamu". Abu Qilabah pun menjawab, "Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan satu pun dari keturunanku yang memaksiati-Nya." Kemudian sambil mengeluarkan esak tangis, Abu Qilabah pun mengucapkan,
"Inna lillai wa inna ilaihi roji'un."
Tidak berselang lama, akhirnya beliau meninggal dunia. Tatkala pemakaman selesai, aku kembali ke rumah. Di waktu malam aku tertidur dan bermimpi melihat Abu Qilabah di Syurga dengan memakai perhiasan Syurga, dia membaca ayat (bermaksud):
"Keselamatan atasmu kerana kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." [QS Ar-Ra'd: 24]
Dalam mimpi itu, aku ('Abdullah bin Muhammad) bertanya, "Bukankah engkau adalah sahabatku?" Dia pun menjawab: "Benar." "Bagaimana engkau meraih itu semua?" Abu Qilabah menjawab, "Sesungguhnya Allah mempunyai tingkatan yang tidak bisa diraih kecuali dengan kesabaran ketika tertimpa musibah, bersyukur ketika senang, dan selalu takut kepada Allah secara tersembunyi mahupun terang-terangan." [Kitab ats-Tsiqaat (V/2-5)]
[Dinukil daripada buku 'Keajaiban Sabar' karya Abu Abdillah bin Luqman Al-Atsari, Media Tarbiyah, Bogor, 2007. ms 68-71]
Dicatat oleh Abu Harits Mohamad Zubair