Sebagian kalangan menjadikan ayat ini sebagai dalil untuk memperkuat ajaran toleransi antar umat beragama dan kebenaran agama selain Islam. Sungguh, ini adalah pemahaman yang bathil, bagaimana mungkin itu benar sedangkan Rasulullah selalu mengingkari, melarang dan mengancam dari agama selain Islam, bahkan ketika mereka menuntut beliau agar menghentikan hal itu, beliau tetap tegar dalam pendiriannya. Lantas bagaimana mungkin ayat ini menunjukkan kebenaran agama mereka?!! Ayat ini menunjukkan perintah agar Nabi berlepas diri dari agama mereka yang bathil, bukan malah menyetujuinya.[2]
Faidah 2. Kartu Ajaib
Abu Hasan, Ali bin Umar berkata: “Saya pernah mendapati seorang di suatu majlis, ketika dia mendengar hadits ini[3], dia menjerit lalu meninggal dunia. Aku ikut mengurusi jenazahnya dan menyalatinya”.[4]
Faidah 3. Al-Qur'an Makhluk?
Ahmad bin Nashr berkata: “Saya pernah mendapati seorang yang kesurupan jin, lalu saya bacakan ayat di telinganya, tiba-tiba jin wanita berkata kepadaku: Wahai Abu Abdillah, biarkanlah aku mencekiknya, karena dia mengatakan: Al-Qur’an makhluk!!!”.[5]
Suatu kaum dari Ashbahan pernah berkata kepada Shahib bin Abbad: Seandainya Al-Qur’an itu makhluk, berarti dia bisa mati, lalu kalau mati di akhir bulan Sya’ban, bagaimana kita shalat terawih nanti? Dia menjawab: Seandainya Al-Qur’an mati, maka Ramadhan juga ikut mati, kita tidak perlu shalat terawih, kita istirahat santai saja”. [6]
Faidah 4. Kunci Kemenangan
Ketika pasukan Tatar menjajah Damaskus, banyak rakyat saat itu meminta bantuan kepada ahli kubur supaya lekas menghilangkan musibah tersebut, sehingga seorang penyair mereka mengatakan:
يَا خَائِفِيْنَ مِنَ التَّتَرْ لُوْذُوْا بِقَبْرِ أَبِيْ عُمَرْ
عُوْذُوْا بِقَبْرِ أَبِيْ عُمَرْ يُنْجِيْكُمْ مِنَ الضَّرَرْ
Wahai orang-orang yang takut dari Tatar
Berlindunglah ke kuburan Abu Umar
Niscaya dia menyelamatkanmu dari bahaya.
Saya (Ibnu Taimiyyah) berkata pada mereka: “Seandainya orang-orang yang kalian mintai pertolongan tersebut ikut jihad bersama kalian, niscaya kalian akan kalah sebagaimana kaum muslimin mengalami kekalahan pada perang Uhud”. [7]
Setelah itu kami mengajak manusia agar memurnikan agama dan berdoa hanya kepada Allah semata, sehingga manusia tidak diperkenankan untuk meminta pertolongan kecuali hanya kepadaNya semata, tidak boleh kepada selainNya walaupun dia seorang malaikat atau nabi yang terdekat, sebagaimana firman Allah tentang perang Badr:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan doamu. [8]
Nah, tatkala manusia berubah memperbaiki keadaan dan mereka hanya meminta pertolongan kepada Allah saja, maka Allah memberikan kemenangan kepada mereka dalam menghadapi musuh mereka dengan kemenangan yang tiada bandingnya, dimana pasukan Tatar belum pernah mengalami kekalahan seperti saat itu. Semua ini meruakan buah dari tauhid dan ketaatan kepada rasul. Sesungguhnya Allah berjanji akan menolong para utusanNya dan orang-orang beriman di dunia dan akherat.[9]
Faidah 5. Menggugat Syari'at
Seorang zindiq yang dikenal dengan Abu Ala’ al-Ma’arri menggugat syariat potong tangan bagi pencuri dalam syairnya:
يَدٌ بِخَمْسِ مِئِيْنٍ عَسْجَدٍ وُدِيَتْ مَا بَالُهَا قُطِعَتْ فِيْ رُبْعِ دِيْنَارِ؟
تَنَاقُضٌ مَالَنَا إِلاَّ السُّكُوْتُ لَهُ وَنَسْتَجِيْرُ بِمَوْلاَنَا مِنَ الْعَارِ
Diyat tangan adalah lima ratus dinar
Tetapi mengapa dia dipotong karena seperempat dinar?
Kontradiksi nyata tapi kita tidak dapat berbuat kecuali hanya diam saja
Dan memohon perlindungan kepada Allah dari kehinaan
Syair di atas di bantah dengan syair berikut ini
يَدٌ بِخَمْسِ مِئِيْنٍ عَسْجَدٍ وُدِيَتْ لَكِنَّهَا قُطِعَتْ فِيْ رُبْعِ دِيْنَارِ
عِزُّ الأَمَانَةِ أَغْلاَهَا وَأَرْخَصَهَا ذُلُّ الْخِيَانَةِ فَافْهَمْ حِكْمَةَ الْبَارِيْ
Diyat tangan adalah lima ratus dinar
Tetapi dia dipotong karena seperempat dinar
Kemuliaan amanat yang membuat tangan menjadi mahal
Dan harganya menjadi murah tatkala dia berkhianat
Maka fahamilah hikmah syariat Allah[10]
Faidah 6. Lebih Parah Syiriknya
Seorang ulama India, Shiddiq Hasan Khan pernah bercerita tentang perjalanan hajinya dalam kitabnya “Rihlah Shiddiq ila Baitil Atiq” hal. 171-172: “Termasuk keajaiban yang tidak layak disembunyikan bahwa para pelaut apabila merasa ketakutan terhadap kapal dan penumpangnya, mereka meminta tolong dengan memanggil nama Syaikh Aidarus[11] dan selainnya, mereka tidak menyebut Allah sedikitpun. Apabila saya mendengar mereka meminta tolong dan memanggil wali-wali mereka, saya sangat khawatir sekali akan turunnya bencana menimpa kapal yang kami tumpangi. Saya berkata dalam hati: Aduhai, apakah kapal ini akan sampai ke tepi dengan selamat?!! Sesungguhnya orang-orang musyrik Arab dahulu dalam kondisi seperti ini, mereka hanya berdoa kepada Allah saja dan melupakan tuhan-tuhan mereka yang bathil sebagaimana firman Allah:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya. [12]
Anehnya, mereka yang menamakan diri mereka “muslim” malah berdoa kepada selain Allah dan menyebut nama-nama makhlukNya. Sungguh benar firman Allah:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللّهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah. [13]
Hanya saja karena rahmat Allah yang begitu luas, akhirnya kapalpun sampai ke tujuan dengan selamat. [14]
Faidah 7. Argumen Kropos
Ada seorang tokoh agama yang berdalil bahwa para wali itu memiliki kemampuan di kuburnya sehingga dimintai doa, dia berdalil dengan ayat:
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi tuhannya dengan mendapat rezeki. [15]
Lalu ada seorang awam kaum muslimin yang menjawab: “Kalau memang bacaannya adalah yarzuqun (mereka memberi rezeki) maka itu benar, tetapi kalau tidak maka ayat itu malah membantah dirimu sendiri”. [16]
Faidah 8. Menyelisihi Rafidhah
Al-Alusi dalam kitabnya “ath-Thurrah ‘ala Ghurrah” 12/14 menyebutkan bahwa merupakan perkara yang populer di kalangan kelompok Syi’ah Rafidhah; dibenci memisahkan antara Nabi dan keluarganya dengan huruf (عَلَى ). Mereka berdalil dengan hadits palsu:
مَنْ فَصَلَ بَيْنِيْ وَبَيْنِ آلِيْ بِ (عَلَى) لَمْ يَنَلْ شَفَاعَتِيْ
Barangsiapa yang memisah antaraku dengan keluargaku dengan huruf ala, maka dia tidak mendapatkan syafa’atku.
Tak sedikit dari tokoh Syi’ah sendiri telah menegaskan bahwa hadits ini palsu, maka hendaknya bagi Ahli Sunnah untuk menyelisihi Rafidhah dengan mengatakan: [17] ( وعَلَى آلِهِ).
Faidah 9. Ada Nabi Wanita?
Sebagian ulama semisal Abul Hasan al-Asy’ari, al-Qurthubi, Ibnu Hazm berpendapat bahwa ada Nabi wanita seperti Maryam, Hawa, ibu Nabi Musa, Sarah, Hajar, Asiyah. Namun pendapat ini ganjil dan lemah ditinjau dari sembilan segi.[18]
Faidah 10. Dialog Antar Agama
Soal: Bolehkah mengadakan dialog/debat antar agama, seperti yang terjadi antara dai Ahmad Dedat dan pendeta Nashrani?
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin menjawab: Debat/dialog antara kaum muslim dengan kaum kaum kafir apabila diperlukan maka hukumnya wajib. Namun bagi seorang yang akan berdebat dengan kaum kafir dia harus memiliki pengetahuan tentang Islam untuk memperkuat argumennya dan juga memiliki pengetahuan tentang kebobrokan agama lawan untuk membantah kerancuan-kerancuan yang akan diutarakan.
Saya telah menyaksikan sebagian perdebatan antara dai Islami Ahmad Dedat dan pendeta nashari. Sungguh mengagumkanku perdebatannya, yang akhirnya dia dapat membungkam mulut pendeta nashrani tersebut dan mematahkan semua argumennya. Segala puji bagi Allah. [19]
Faidah 11. Ayat Tauhid Ditafsirkan Kesyirikan
Dalam sholat mereka, kaum muslimin selalu membaca sebuah ayat dalam surat al-Fatihah:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. [20]
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata menafsirkan ayat di atas:
“Yakni kita mengkhususkanMu saja dengan ibadah dan isti’anah (meminta pertolongan), karena mendahulukan obyek menunjukkan pembatasan, seakan-akan dia mengatakan: Kami beribadah kepadamu dan tidak beribadah kepada selainMu, kami meminta pertolongan kepadaMu dan tidak meminta kepada selainMu”.[21]
Adapun Nurcholis Madjid, dia malah mengatakan:
“Kalau kita baru sampai pada iyyaka na’budu berarti kita masih mengklaim diri kita mampu dan aktif menyembah. Tetapi kalau sudah wa iyyaka nasta’in, maka kita lebur, menyatu dengan dengan Tuhan”.[22]
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana dia menafsirkan ayat tauhid dengan dengan sebuah paham yang sesat dan menyesatkan yaitu Wahdatul wujud (bersatunya hamba dengan Allah). Hanya kepada Allah kita mengadu!!
Faidah 12. Ahmadiyyah Sesat
Syaikh al-Albani berkata: “Ketahuilah bahwa termasuk di antara para Dajjal yang mengaku Nabi adalah Mirza Ghulam Ahmad al-Qodiyani dari India, yang mengaku sebagai Imam al-Mahdi pada masa Inggris menjajah India, kemudian setelah itu dia mengaku sebagai Nabi Isa, dan akhirnya dia mengaku sebagai Nabi. Banyak juga orang yang tidak memiliki ilmu Al-Qur’an dan sunnah tertipu menjadi pengikutnya.
- Saya telah bertemu dengan sebagian penyebar Ahmadiyyah dari India atau Suria, sering sekali terjadi dialog antara diriku dengan mereka, saya mengajak mereka untuk berdialog seputar keyakinan mereka bahwa ada Nabi-nabi setelah Nabi Muhammad, salah satunya adalah Mirza Ghulam Ahmad!! Mereka mulai mengelak dari dialog seputar keyakinan tersebut, namun saya tetap mendesak mereka, sehingga merekapun kalah dan orang-orang yang hadir tahu bahwa mereka adalah dalam kebathilan.
- Mereka memiliki keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang banyak, menyelisihi ijma’ umat, seperti mengingkari hari kebangkitan dengan jasad, nikmat dan siksa hanya pada ruh saja tanpa jasad, siksa untuk orang kafir bisa terputus, mengingkari adanya Jin…Oleh karena itu Inggris mendukung Mirza, sehingga dia sendiri mengatakan: “Haram bagi kaum muslimin untuk menyerang Inggris!!” dan kesesatan-kesesatan lainnya. Sudah banyak buku-buku yang menjelaskan kebobrokan mereka dan bahwa bahwa mereka telah keluar dari barisan kuam muslimin. Bagi yang ingin mengetahui hakekat mereka, silahkan membacanya. [23]
Faidah 13. Syi'ah dan Sunnah Bersatu
Suatu hal yang sangat aneh, adanya sebagian kaum muslimin yang berusaha untuk menyatukan antara Syi’ah dan Sunnah[24]. Mungkinkah kaum muslimin akan bersatu dengan suatu kaum yang menjadikan celaan kepada ara sahabat dan mengkafirkan mereka sebagai agama?!! Bagaimana akan bersatu sedangkan tokoh Syi’ah sendiri enggan dengan persatuan ini?!
- Syaikh Muhammad Rasyid Ridho berkata: “Saya adalah seorang yang sangat bersemangat untuk menyatukan antara sunnah dan syi’ah, saya telah berusaha semaksimal mungkin selama tiga abad dan saya tidak mengetahui seorang muslimpun yang lebih semangat daripada saya untuk persatuan tersebut, lalu nampak jelaslah bagiku dengan pengalaman yang lama bahwa mayoritas ulama Syi’ah sangat enggan dengan persatuan ini, sebab hal itu sangat berlawanan dengan manfaat pribadi mereka berupa harta dan kedudukan. Saya telah berdialog tentang hal ini dengan banyak orang di Mesir, Suria, India dan Iraq. Dari pengalaman tersebut saya menarik kesimpulan bahwa Syi’ah sangat memusuhi Ahli Sunnah!!! Mereka bersemangat untuk menyebarkan kitab-kitab untuk mencela sunnah, para khalifah rasyidin yang menaklukkan negeri dan menyebarkan Islam di penjuru dunia, dan mencela para pembela sunnah dan imamnya serta orang-orang Arab secara umum”.[25]
Faidah 14. Mubahalah Dengan Tokoh Ahmadiyyah
Seorang ahli hadits India, Syaikh Tsana’ullah al-Amritsari (wft. 1367 H) pernah menantang Mirza Ghulam Ahmad al-Qodiyani pada tahun 1326 H bahwa barangsiapa di antara keduanya yang berdusta dan berada di atas kebathilan, maka dia akan mati duluan dan terkena penyakit kolera. Akhirnya, selang beberapa waktu yang tidak lama, Mirza terkena penyakit kolera kemudian meninggal dunia, sedangkan Syaikh Tsanaullah, beliau hidup setelah itu emat puluh tahun lamanya.[26]
Dalam kitab “Al-Qodiyaniyyah” hal. 158 karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir dikatakan “Koran-koran India saat itu memberitakan bahwa Ghulam Ahmad al-Qodiyani tatkala terkena kolera, dia mengeluarkan kotoran najis dari mulutnya sebelum mati, dan dia mati dalam keadaan duduk di kamar mandi untuk buang air besar!!”.[27]
Faidah 15. Semoga Do'a yang Mustajab
Tatkala Bisyr al-Marrisi meninggal dunia, tidak ada seorang alimpun yang ikut mengurusi jenazahnya kecuali ‘Ubaid asy-Syuwainizi. Sepulangnya dari jenazah, orang-orang mencercanya karena kehadirannya, lalu dia berkata: “Tunggu dulu, akan saya beritakan ceritanya. Sungguh, tidak ada suatu amalanpun yang lebih saya harapkan pahalanya daripada saat aku menyaksikan jenazah Bisyr. Tatkala aku berdiri di shof, saya berdo’a:
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia tidak beriman adanya ru’yah (melihat Alloh) di akherat, maka janganlah engkau beri dia nikmat melihat wajah-Mu di saat kaum mukminin semua melihat-Mu.
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia tidak beriman adanya siksa kubur, maka siksalah dia di kuburnya dengan siksaan yang tidak Engkau berikan kepada seorangpun di alam semesta.
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia mengingkari mizan (timbangan), maka ringankanlah timbangan-Nya di hari kiamat.
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia mengingkari syafa’at, maka janganlah engkau memberinya syafa’at pada hari kiamat.
Akhirnya, orang-orang-pun diam dan tertawa…[28]
Faidah 16. Selamat Natal
Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Adapun ucapan selamat dengan syiar-syiar kekufuran yang khusus, maka hukumnya adalah haram dengan kesepakatan ulama seperti ucapan selamat hari raya dan sebagainya. Kalau bukan kekufuran, maka minimal adalah haram, sebab hal tersebut sama halnya dengan memberi selamat atas sujud mereka terhadap salib, bahkan hal itu lebih parah dosanya dan lebih dahsyat kemurkaan di sisi Allah dengan ucapan selamat atas minum khomr, membunuh, zina dan sebagainya. Sungguh, banyak orang yang tidak memiliki agama dalam hatinya terjatuh dalam hal tersebut dan tidak mengetahui kejinya perbuatannya tersebut ”. [29]
Faidah 17. Tumbal, Adat Jahiliyyah
Pada suatu saat, sungai Nil di Mesir pernah kering tidak mengalirkan air, maka penduduk Mesir mendatangi ‘Amr bin Ash seraya mengatakan: Wahai amir, sungai Nil kita ini memiliki suatu musim untuk tidak mengalir kecuali dengan tumbal. Amr bertanya: Tumbal apakah itu? Mereka menjawab: Pada tanggal 12 di bulan seperti ini, biasanya kami mencari gadis perawan, lalu kita merayu orang tuanya dan memberinya perhiasan dan pakaian yang mewah, kemudian kita lemparkan dia ke sungai Nil ini. Mendengar hal itu, Amr mengatakan kepada mereka: “Ini tidak boleh dalam agama Islam, Islam telah menghapus keyakinan tersebut”.
Beberapa bulan mereka menunggu, tapi sungai Nil tetap tidak mengalir sehingga hampir saja menduduk sana nekat untuk memberikan tumbal, maka Amr menulis surat kepada Umar bin Khothob tentang masalah tersebut, lalu beliau menjawab: “Sikapmu sudah benar. Dan bersama ini saya kirimkan secarik kertas dalam suratku ini untuk kamu lemparkan ke sungai Nil”.
Tatkala surat itu sampai, maka Amr mengambilnya, ternyata isi surat tersebut sebagai berikut: “Dari hamba Allah, Umar amirul mukminin kepada Nil, sungai penduduk Mesir. Amma Ba’du: Bila kamu mengalir karena perintahmu sendiri maka kamu tidak perlu mengalir karena kami tidak butuh kepadamu, tetapi kalau kamu mengalir karena Allah yang mengalirkanmu maka kami berdoa agar Allah mengalirkanmu”.
Setelah surat Umar tadi dilemparkan ke sungai Nil, maka dalam semalam saja Allah telah mengalirkan sungai Nil sehingga berketinggian enam belas hasta!!”. [30]
Faidah 18. Ahli Kitab Tidak Kafir?
Ahli kitab alias Yahudi dan Nashrani adalah kaum kafir dengan ketegasan Al-Qur’an, hadits dan ijma’ kaum muslimin, berbeda dengan celotehan para pengusung liberalisme. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. [31]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ, لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ, ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ, إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tanganNya, Tidak ada seorangpun dari umat ini baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentangku kemudian dia meninggal dan tidak beriman kepada ajaranku, kecuali dia termasuk ahli neraka.[32]
Imam asy-Syathibi berkata: “Kami melihat dan mendengar bahwa kebanyakan Yahudi dan Nashrani mengetahui tentang agama Islam dan banyak mengetahui banyak hal tentang seluk-beluknya, tetapi semua itu tidak bermanfaat bagi mereka selagi mereka tetap di atas kekufuran[33] dengan kesepakatan ahli Islam”.[34]
Faidah 19. Jin Masuk Surga
Jin terbagi menjadi dua macam:
1. Jin kafir, maka mereka akan masuk Neraka berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama. Allah berfirman:
وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا وَلَكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dan kalau kami menghendaki niscaya kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi Telah tetaplah perkataan dari padaKu: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.”[35]
Dan para ulama bersepakat tentang hal ini, sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam an-Nubuwwat hlm. 396, Ibnul Qoyyim dalam Thoriqul Hijratain hlm. 417, dan Ibnu Muflih dalam al-Furu’ 1/603.
2. Jin mukmin, apakah mereka bisa masuk surga? Ada perselisihan di kalangan ulama. Mayoritas mereka mengatakan bahwa jin mukmin akan masuk surga sebagaimana manusia mukmin, ini pendapat al-Auza’I, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, dan dinukil dari Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal. Mereka berdalil dengan firman Allah:
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang Telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. [36]
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.[37]
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa jin mukmin tidak masuk surga, lalu mereka berselisih apakah akan menjadi tanah seperti hewan ataukah ganjaran mereka sekedar selamat dari neraka.
Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama sebagaimana ditegaskan oleh Syaikhul Islam dalam an-Nubuwwat hlm. 397, Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/287 dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Haditsiyyah hlm. 70. [38]
Faidah 20. Kebebasan Berfikir
Soal: Kita mendengar dan membaca ungkapan “Kebebasan Berpikir” yaitu suatu ajakan untuk berkeyakinan bebas. Apa komentar anda tentang ungkapan ini?!
Jawab: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjawab: Komentar kami terhadap ungkapan tersebut; Barangsiapa yang membolehkan seorang untuk bebas berkeyakinan, menyakini agama semaunya maka dia telah kafir, karena setiap orang yang berkeyakinan bahwa seorang boleh beragama selain agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad maka dia kafir, harus dimintai taubat, bila bertaubat maka diterima dan bila tidak maka wajib dibunuh.
Agama bukanlah pemikiran, tetapi wahyu dari Allah yang diturunkan kepada para RasulNya agar diyakini oleh para hambaNya. Ungkapan ini yaitu kebebasan berpikir dengan artian kebebasan beragama harus dibuang dari kamus-kamus kitab Islam, karena akan membawa makna yang rusak, yaitu Islam dikatakan sebagai pemikiran, Nashrani adalah pemikiran dan Yahudi adalah pemikiran, sehingga syari’at hanyalah pemikiran yang diyakini oleh manusia semaunya, padahal agama samawi adalah wahyu dari Allah, bukan pemikiran.
Kesimpulannya, barangsiapa berkeyakinan bolehnya seorang beragama sesukanya dan bebas beragama maka dia kafir kepada Allah, karena Allah berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [39]
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. [40]
Maka tidak boleh bagi seorangpun untuk meyakini bahwa agama selain Islam boleh dipeluk, bahkan bila dia meyakini hal ini maka para ahli ilmu telah menegaskan bahwa dia kafir keluar dari Islam”. [41]
[1] QS. Al-Kafirun: 6.
[2] Lihat Badai’ Fawaid 1/248, Ibnu Qayyim.
[3] Yakni hadits bithaqah (kartu) syahadat “Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusannya”. Haditsnya diriwayatkan Tirmidzi 2/106, Ibnu Majah 4300, Ahmad 2/213, al-Hakim 1/6. (Lihat Ash-Shahihah al-Albani no. 135)
[4] Juz Bithaqah hal. 35-36, Hamzah al-Kinani.
[5] Thabaqat Hanabilah 1/81, Ibnu Abi Ya’la.
[6] Mu’jam Udaba’ 2/473, Yaqut al-Hamawi.
[7] Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam!! Sungguh, alangkah tajamnya pemahaman beliau! Kalau saja pasukan perang di kalangan sahabat mengalami kekalahan dalam perang Uhud, padahal kesalahan mereka tidak sampai kepada derajat syirik, lantas bagaimana kiranya apabila pasukan perang bergelimang dalam kubang kesyirikan?!! Ya Allah, hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan dan kemenangan untuk kaum muslimin dimanaun berada.
[8] QS. Al-Anfal: 9.
[9] Lihat Istighasyah fi Raddi ‘Alal Bakri 2/631-6333, Ibnu Taimiyyah.
[10] I’lam Muwaqqi’in 3/287, Ibnu Qayyim.
Faedah: Imam adz-Dzahabi berkata dalam Mizanul I’tidal 1/112: “Dia memiliki syair yang menunjukkan bahwa dia adalah zindiq”. Yaqut al-Hamawi juga berkata: “al-Ma’arri adalah keledai yang tolol, sebab hikmah di balik syari’at ini sangat jelas, seandainya saja tangan pencuri tidak dipotong kecuali aabila telah mencapai lima ratus dinar maka akan banyak pencurian kurang dari lima ratus dinar. Dan seandainya saja diyat tangan hanya sekedar seperempat dinar maka akan banyak orang yang memotong tangan lalu dengan mudahnya dia akan membayar tebusannya yang hanya seperemat dinar. Kita berlindung kepada Allah dari kesesatan”. (Mu’jam Udaba’ 1/430).
[11] Banyak sekali orang yang disebut dengan Aidarus, namun mungkin yang paling mendekati di sini adalah yang paling popular diantara mereka, yaitu Abu Bakar Abdullah asy-Syadzili al-Aidarus, wafat tahun (914 ). Lihat biografinya dalam al-Kawakib as-Saairah 1/113 oleh al-Ghozzi.
[12] QS. Al-Ankabut: 65.
[13] QS. Yusuf: 106.
[14] Dinukil dari Ta’liq Kasyfu Syubuhat, Ali al-Halabi hal. 72-74
[15] QS. Ali Imran: 169.
[16] Tuhfah Thalib al-Jalis hal. 56, Abdul Lathif Alu Syaikh.
[17] Mu’jam Manahi Lafdziyyah hal. 594, Bakr Abu Zaid.
[18] ar-Rusul wa Risalat hal. 84-88, DR. Umar Sulaiman al-Asyqar.
[19] Ash-Shahwah Islamiyah hal. 160-161.
[20] QS. Al-Fatihah: 5.
[21] Taisirul Karimir Rahman hlm. 28.
[22] Tabloid Tekad, Harian Republika No. 44/th.II, 4-10 September 2000 hlm. 11, dari buku Tarekat Tasawwuf hlm. 109, Hartono Ahmad.
[23] Silsilah Ahadits Ash-Shahihah 4/252-253.
[24] Lihat buku Laisa Minal Islam hlm. 70-71 oleh Muhammad al-Ghozali dan Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan, Mungkinkah Bergandeng Tangan? karya DR. M. Quraisy Shihab hlm. 258, penerbit Lentera Hati, cet pertama
[25] Majalah Al-Manar 31/290, dinukil dari Khud’atu Taqrib Baina Sunnah wa Syi’ah Asyrof bin Abdul Maqshud hlm. 39-40.
[26]Nuzhatul Khowathir wa Bahjatul Masami’ wa Nawadhir, Abdul Hayyi al-Hasani 8/95.
[27] Ar-Riyadh Nadiyyah, Ali Hasan al-Halabi hal. 41-42.
[28] Akhbar Zhirof wal Mutamaajinin Ibnul Jauzi hlm. 65-66.
[29] Ahkam Ahli Dzimmah hlm. 202-203.
[30] Al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir 7/100.
[31] QS. Al-Bayyinah: 6.
[32] HR. Muslim 153.
[33] Syaikh Masyhur bin Hasan berkomentar: “Seperti para orientalis dan para peneliti ilmu syari’at dari orang-orang kafir. Dan hal ini sangat masyhur sekali pada zaman sekarang”.
[34] Al-Muwafaqot 1/85, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan.
[35] QS. As-Sajadah: 13.
[36] QS. Al-Ahqof: 19.
[37] QS. Ar-Rohman: 56.
[38] Diringkas dari Fathul Mannan 1/144-150 Masyhur bin Hasan dan Buhuts Nadiroh hlm. 214 Fahd bin Abdillah ash-Shoq’abi.
[39] QS. Ali Imron: 85.
[40] QS. Ali Imron: 19.
[41] Majmu’ Fatawa wa Rosail Syaikh Ibnu Utsaimin 3/99-100.
Sumber: http://abiubaidah.com/20-faedah-tentang-aqidah.html/