Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi –hafizhahullah-
Pada suatu acara, seorang tokoh dengan serius mengatakan: “Sebelum acara ini kita mulai, marilah kita membukanya dengan bacaan al-Fatihah..” Serempak, para hadirin pun tunduk dan khusyuk membacanya bersama-sama.
Di penghujung acara, seorang tokoh diminta menutup acara dengan doa, maka dia pun menghadiahkan doanya untuk para wali yang telah meninggal dunia, lalu mengatakan: “Al-Fatihah ala hadhroti syaikhina wa waliyyina....”
Kasus-kasus serupa mungkin sering kita jumpai dimasyarakat. Namun, pernahkah kita berfikir bahwa semua itu adalah tata cara beragama yang tidak ada contohnya dan diingkari oleh oleh para ulama?! Marilah kita kaji bersama masalah ini dengan lapang dada.
Teks Hadits
Pada suatu acara, seorang tokoh dengan serius mengatakan: “Sebelum acara ini kita mulai, marilah kita membukanya dengan bacaan al-Fatihah..” Serempak, para hadirin pun tunduk dan khusyuk membacanya bersama-sama.
Di penghujung acara, seorang tokoh diminta menutup acara dengan doa, maka dia pun menghadiahkan doanya untuk para wali yang telah meninggal dunia, lalu mengatakan: “Al-Fatihah ala hadhroti syaikhina wa waliyyina....”
Kasus-kasus serupa mungkin sering kita jumpai dimasyarakat. Namun, pernahkah kita berfikir bahwa semua itu adalah tata cara beragama yang tidak ada contohnya dan diingkari oleh oleh para ulama?! Marilah kita kaji bersama masalah ini dengan lapang dada.
Teks Hadits
الْفَا تِحَةُ لِمَا قُرِ ئَتْ لَهُ
Al-Faatihatu limaa quriat lahu
“Al-Fatihah itu sesuai untuk apa yang dibaca.”
TIDAK ADA ASALNYA. Yakni dengan lafadz ini, demikian juga kebanyakan keutamaan-keutamaan surat yang disebutkan oleh sebagian ahli tafsir. Demikian dikatakan oleh Syaikh Ali al-Qori. [1]
Jadi hadits dengan lafadz ini tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits. Cukuplah bagi kita keutamaan-keutamaan surat al-Fatihah yang shohih [2] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah sabda beliau:
“Tidak ada sholat bagi orang yang tidak membaca induk al-Qur’an (al-Fatihah)."
Mengkritisi Matan
Hadits ini dijadikan dasar oleh sebagian kalangan untuk memulai segala hajat dengan membaca “al-Fatihah..”
Oleh karena itulah, Syaikh Ali al-Qori rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan landasan amalan manusia yang sudah menjadi adat yaitu membaca al-fatihah untuk mendapatkan kebutuhan mereka.” [4] Namun hal ini belum cukup untuk sebagai dasar karena harus diteliti terlebih dahulu derajat hadits tersebut.[5] Dan ternyata telah terbukti bahwa hadits tersebut adalah tidak ada asalnya sehingga tidak bisa dijadikan dasar dalam agama.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga berkata setelah menjelaskan keutamaan-keutamaan surat al-Fatihah yang shohih: “Dinamakan al-Fatihah (pembukaan) karena surat ini adalah pembuka dalam mushaf al-Qur’an dan bacaan pembuka dalam shalat, namun bukan berarti segala sesuatu dibuka dengan bacaan al-Fatihah.
Sebagian manusia pada zaman sekarang telah membuat suatu hal baru dalam agama tentang surat ini, mereka menutup doa dengannya dan memulai khutbah serta acara dengan mengatakan “al-Fatihah”!! Maka ini adalah suatu kesalahan, sebab agama ini dibangun di atas dalil dan ittiba’ (mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Syaikh Amr bin Abdul Mun’im hafizhahullah tatkala menyebutkan bid’ah-bid’ah seputar al-Qur’an yakni bacaan al-Fatihah ketika akad nikah atau pembukaan acara dan sebagainya, katanya: “Bid’ah ini begitu menyebar sekali sehingga masuk ke setiap negeri Islam, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa akad-akad ini tidak akan mendapatkan berkah bila tidak dibuka terlebih dahulu dengan al-Fatihah, padahal semua itu tidak ada asalnya dalam syariat. Tetapi yang disyariatkan adalah membuka acara dengan khutbah hajah.” [7]
Kirim Pahala Bacaan al-Fatihah
Menghadiahkan bacaan al-Qur’an untuk yang sudah meninggal dunia tidak pernah di nukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan juga tidak seorang pun dari imam kaum muslimin. Seandainya hal itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah orang yang terdepan mengamalkannya.
Banyak para ulama yang menegaskan bid’ahnya budaya kirim al-Fatihah kepara ruh fulan dan sebagainya [8]. Berikut beberapa nukilan, di antaranya:
“Al-Fatihah itu sesuai untuk apa yang dibaca.”
TIDAK ADA ASALNYA. Yakni dengan lafadz ini, demikian juga kebanyakan keutamaan-keutamaan surat yang disebutkan oleh sebagian ahli tafsir. Demikian dikatakan oleh Syaikh Ali al-Qori. [1]
Jadi hadits dengan lafadz ini tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits. Cukuplah bagi kita keutamaan-keutamaan surat al-Fatihah yang shohih [2] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah sabda beliau:
“Tidak ada sholat bagi orang yang tidak membaca induk al-Qur’an (al-Fatihah)."
Mengkritisi Matan
Hadits ini dijadikan dasar oleh sebagian kalangan untuk memulai segala hajat dengan membaca “al-Fatihah..”
Oleh karena itulah, Syaikh Ali al-Qori rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan landasan amalan manusia yang sudah menjadi adat yaitu membaca al-fatihah untuk mendapatkan kebutuhan mereka.” [4] Namun hal ini belum cukup untuk sebagai dasar karena harus diteliti terlebih dahulu derajat hadits tersebut.[5] Dan ternyata telah terbukti bahwa hadits tersebut adalah tidak ada asalnya sehingga tidak bisa dijadikan dasar dalam agama.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga berkata setelah menjelaskan keutamaan-keutamaan surat al-Fatihah yang shohih: “Dinamakan al-Fatihah (pembukaan) karena surat ini adalah pembuka dalam mushaf al-Qur’an dan bacaan pembuka dalam shalat, namun bukan berarti segala sesuatu dibuka dengan bacaan al-Fatihah.
Sebagian manusia pada zaman sekarang telah membuat suatu hal baru dalam agama tentang surat ini, mereka menutup doa dengannya dan memulai khutbah serta acara dengan mengatakan “al-Fatihah”!! Maka ini adalah suatu kesalahan, sebab agama ini dibangun di atas dalil dan ittiba’ (mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Syaikh Amr bin Abdul Mun’im hafizhahullah tatkala menyebutkan bid’ah-bid’ah seputar al-Qur’an yakni bacaan al-Fatihah ketika akad nikah atau pembukaan acara dan sebagainya, katanya: “Bid’ah ini begitu menyebar sekali sehingga masuk ke setiap negeri Islam, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa akad-akad ini tidak akan mendapatkan berkah bila tidak dibuka terlebih dahulu dengan al-Fatihah, padahal semua itu tidak ada asalnya dalam syariat. Tetapi yang disyariatkan adalah membuka acara dengan khutbah hajah.” [7]
Kirim Pahala Bacaan al-Fatihah
Menghadiahkan bacaan al-Qur’an untuk yang sudah meninggal dunia tidak pernah di nukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan juga tidak seorang pun dari imam kaum muslimin. Seandainya hal itu baik, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah orang yang terdepan mengamalkannya.
Banyak para ulama yang menegaskan bid’ahnya budaya kirim al-Fatihah kepara ruh fulan dan sebagainya [8]. Berikut beberapa nukilan, di antaranya:
al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Do’a ini dibuat-buat, tidak ada asalnya dalam sunnah.”[9]
al-Hafizh as-Sakhowi rahimahullah berkata: “Saya ditanya tentang kebiasaan manusia usai sholat. Mereka membaca al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada kaum muslimin yang hidup dan mati, maka saya jawab: “Cara seperti ini tidak ada contohnya, bahkan ini termasuk kebid’ahan dalam agama.”[10]
Ad-Dirdir rahimahullah berkata: “Sebagian imam kami (madzhab Malikiyyah) menegaskan bahwa membaca al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hukumnya di benci. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ini adalah do’a yang dibuat-buat oleh para pembaca al-Qur’an belakangan dan saya tidak mengetahui salaf yang mendahului mereka.”[11]
Syaikh Muhammad Rosyid Ridhi rahimahullah berkata: “Ketahuilah bahwa apa yang populer di kampung dan kota berupa bacaan al-Fatihah untuk orang-orang yang sudah meninggal dunia tidak ada haditsnya yang shohih maupun dho’if. Bahkan hal itu termasuk kebid’ahan yang sesat berdasarkan dalil-dalil yang telah lalu. Hanya saja karena orang-orang yang dianggap alim diam maka seakan-akan menjadi perkara yang sunnah muakkad atau bahkan wajib.”[12]
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Adapun menghadiahkan al-Fatihah atau selainnya kepada orang-orang yang mati maka tidak ada dalilnya. Hendaknya hal itu ditinggalkan karena tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Namun disyariatkan berdo’a, shodaqoh, haji, umroh, membayar hutang dan sebagainya bagi yang telah meninggal yang telah jelas dalilnya bahwa hal itu bermanfaat bagi mayit.”[15]
Sampaikah Kiriman Pahalanya?
Masalah ini diperselisihkan oleh ulama. Namun pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa pahala kiriman tersebut tidak sampai[14], sebab tidak ada dalil yang mengatakan sampainya. Karena ibadah itu dibangun di atas dalil, bukan logika dan analogi. Ini merupakan madzhab Syafi’i. Imam Ibnu Katsir berkata ketika menjelaskan surat an-Najm ayat 38:
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” [QS.an-Najm/53: 38]
“Yakni sebagaimana dia tidak memikul dosa orang lain, dia juga tidak akan mendapatkan pahala kecuali apa yang dia usahakan sendiri. Dari ayat inilah imam Syafi’i rahimahullah dan para pengikutnya beristinbath (mengambil hukum) bahwa pahala hadiah bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada si mayit, karena hal itu bukan dari amalan dan usahanya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencontohkan kepada umatnya, dan tidak menganjurkan serta menyuruh umatnya baik secara nash (dalil yang jelas) maupun secara isyarat. Perbuatan ini juga tidak dinukil dari seorang sahabat pun. Seandainya perbuatan itu baik, tentu mereka adalah orang yang terdepan mempraktekkannya. Masalah ibadah hanyalah berdasar pada dalil, bukan akal pikiran dan pendapat manusia. Adapun doa dan sedekah maka hal itu telah menjadi kesepakatan akan sampainya pahala tersebut kepada mereka.” [15]
Jangan Salah Sangka
Perlu kami tegaskan disini bahwa tulisan ini bukan bermaksud melarang membaca surat al-Fatihah atau merendahkan al-Qur’an. Demi Allah azza wa jalla, bukan demikian maksudnya, tetapi tujuan kami hanyalah ingin meluruskan hal-hal yang tidak ada ajarannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga ibadah kita sesuai dengan tuntunan beliau.
Maka janganlah engkau tertipu dengan silat lidah ahli bid’ah yang menuduh ahli sunnah tatkala mengingkari ritual seperti ini dengan ucapan mereka: “Mereka adalah Wahhabi!! Melarang manusia dari dzikir dan membaca al-Qur’an! Tidak suka bacaan al-Qur’an dan Sholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam!!”
Dari Said bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan sholat setelah fajar lebih dari dua roka’at. Ia memanjangkan ruku dan sujudnya. Akhirnya Said bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah azza wa jalla akan menyiksaku dengan sebab sholat? Beliau menjawab: “Tidak, tetapi Allah azza wa jalla akan menyiksamu karena menyelisihi as Sunnah.”[16]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengomentari atsar ini: “Ini adalah jawaban Said bin Musayyib yang sangat indah. Dan merupakan senjata pamungkas terhadap ahlul bid’ah yang menganggap baik kebanyakan bid’ah dengan alasan dzikir dan sholat, kemudian membantai ahlus sunnah dan menuduh mereka (Ahlus Sunnah) mengingkari dzikir dan sholat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid’ah dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dzikir, sholat dan lain-lain.” [17]
Demikianlah penjelasan singkat masalah ini. Semoga bermanfaat. Amin.
Footnote:
[1] al-Mashnu’ fi Ma’rifatil Hadits al-Maudhu’ oleh Mula Ali al-Qori hal.127. Dan apa yang beliau katakan bahwa kebanyakan fadhilah (keutamaan) surat al-Qur’an adalah lemah memang benar. Lihat ad-Durr al-Multaqoth fi Tabyin al-Golath, karya ash-Shoghoni hal.51 dan al-Mughni ‘anil Hifdzi wal Kitab karya al-Mushili hal.121-122
[2] Lihat ad-Duror min Shohihi Fadhoilil Ayat wa Suwar oleh Dr.Fakhruddin bin Zubair al-Muhassi cet.Dar Atsariyah
[3] Mutawatir, sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Bukhari dalam Juz’ul Qiro’ah hal.4 dan al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal.103
[4] Al-Asror al-Marfu’ah hal.252
[5] Lihat Ta’liq Syaikh Muhammad bin Lutfhi as-Sobbagh atas al-Asror al-Marfu’ah hal.252
[6] Tafsir al-Qur’an al-Karim ¼ dan Syarh Mumti’ 3/61
[7] as-Sunan wal Mubtada’at fil Ibadat hal.227
[8] Kami hanya menukil komentar ulama yang berkaitan khusus tentang kirim bacaan al-Fatihah. Adapun budaya kirim pahala secara umam, maka banyak sekali nukilan komentar mereka, Lihatlah dalam Muqoddiman Syaikh Syaukat bin Rifqi terhadap kitab Majmu’ Rosail Fi Hukmil Ihda’ Tsawabi Qiro’atil Qur’an Lil Amwat, cet. Dar Atsariyyah.
[9] Al-Fatawa al-Haditsiyyah hal.23 oleh al-Haitsami
[10] Al-Ajwibah al-Mardhiyyah 2/721
[11] Asy-Syarh Kabir 2/10
[12] Tafsir al-Manar Surat al-An’am hal.164
[13] Majalah al Buhuts al-Islamiyyah edisi 28 hal.108
[14] Lihat masalah ini secara luas dalam Hukmul al-Qiro’ah lil Amwat hal Yashilu Tsawabuha Ilaihim? Karya Syaikh Muhammad Ahmad Abdussalam, ta’liq oleh Abdul Aziz al-Juhani. Syaikh Mushtofa al-Adawi berkata tentang kitab ini: “Departemen agama Mesir telah menerbitkan sebuah risalah berharga yang disusun oleh Muhammad Ahmad Abdussalam, beliau telah mengumpulkan perkataan para ulama ahli tafsir, hadits, fiqih, ushul, dan madzhab. Kemudian menyimpulkan bahwa bacaan al-Qur’an tidak sampai pahalanya kepada si mayit. Beliau juga mengikis habis beberapa argument yang rapuh dalam masalah ini.” [Ash-Shohihul Musnad Min Adzmaril yaum wa Lailah hal.331]
[15] Tafsir al-Qur’anil Adzim surat an-Najm hal.38
[16] Dikeluarkan oleh Baihaqi dalam Sunan Kubro 2/466 dishohihkan al-Albani dalam Irwaul Gholil 2/236
[17] Irwaul Gholil 2/236
Sumber: Disalin ulang dari Majalah al Furqon Edisi 10 Tahun Kesembilan Jumadil Ula 1431 [April/Mei 2010] Hal.14-16
https://alqiyamah.wordpress.com/2010/05/30/untuknya-kukirim-al-fatihah/
Membaca Al-Fatihah Setelah Shalat Fardhu
Tanya: Assalamu'alaikum warahmatullah Ustadz, ana sangat penasaran mengapa banyak orang setelah selesai shalat, salah satu bacaannya adalah surat Al-Fatihah, demikian pula ketika awal berdoa atau diakhirnya membaca alfatihah, ana mempunyai dugaan kuat bahwa itu tidak ada tuntunannya sama sekali, cuma masih dugaan, apakah memang ada haditsnya (meskipun lemah atau palsu), atau sama sekali tidak ada dasarnya? mohon penjelasannya ustadz. Barakallahu fiik. (abu yusuf)
Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh. Wa fiika barakallahu.
Al-Fatihah adalah surat yang paling utama di dalam Al-Quran namun tidak boleh kita mengkhususkan membaca surat ini pada waktu tertentu atau maksud tertentu kecuali yang ada dalilnya.Dan saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan bahwa surat ini disunnahkan dibaca setelah shalat fardhu. Sampai hadist yang lemah atau palsupun saya belum mendapatkan.
Berkata Syeikh Shalih bin Fauzan:
أمَّا قراءتها أدبار الصَّلوات؛ فلا أعلم له دليلاً من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإنما الذي ورد هو قراءة آية الكرسي ، و { قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ }؛ وردت الأحاديث بقراءة هذه السُّور بعد الصَّلوات الخمس، وأمَّا الفاتحة؛ فلا أعلم دليلاً على مشروعيَّة قراءتها بعد الصَّلاة .
"Adapun membacanya (yaitu Al-Fatihah) setelah shalat fardhu maka saya tidak mengetahui dalilnya dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang ada dalilnya adalah ayat kursy, qul huwallahu ahad, dan qul a'udzu birabbil falaq, dan qul a'udzu birabbinnas. Telah datang hadist-hadist yang menunjukkan disyari'atkannya membaca surat-surat ini setelah shalat lima waktu, adapun Al-Fatihah maka saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan disyariatkannya untuk dibaca setelah shalat" (Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan no: 133)
Demikian pula membaca Al-Fatihah sebelum dan setelah berdoa saya tidak mengetahui dalilnya.
Yang disunnahkan sebelum berdoa adalah memuji Allah dan membaca shalawat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد الله والثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى الله عليه و سلم ثم ليدع بعد بما يشاء
"Apabila salah seorang dari kalian berdoa maka hendaklah memulai dengan memuji Allah dan memujaNya, kemudian hendaknya membaca shalawat atas nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian berdoa setelah itu dengan apa yang dia inginkan" (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzy, Dari Fadhalah bin Ubaid dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:
لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقرأ الفاتحة بعد الدعاء فيما نعلم، فقراءتها بعد الدعاء بدعة.
"Tidak datang dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau membaca Al-Fatihah setelah berdoa sebatas pengetahuan kami, oleh karena itu membacanya setelah berdoa adalah bid'ah" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 2/528).
Wallahu a'lam.
_______________
Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2009/07/membaca-al-fatihah-setelah-shalat.html
Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh. Wa fiika barakallahu.
Al-Fatihah adalah surat yang paling utama di dalam Al-Quran namun tidak boleh kita mengkhususkan membaca surat ini pada waktu tertentu atau maksud tertentu kecuali yang ada dalilnya.Dan saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan bahwa surat ini disunnahkan dibaca setelah shalat fardhu. Sampai hadist yang lemah atau palsupun saya belum mendapatkan.
Berkata Syeikh Shalih bin Fauzan:
أمَّا قراءتها أدبار الصَّلوات؛ فلا أعلم له دليلاً من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإنما الذي ورد هو قراءة آية الكرسي ، و { قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ }؛ وردت الأحاديث بقراءة هذه السُّور بعد الصَّلوات الخمس، وأمَّا الفاتحة؛ فلا أعلم دليلاً على مشروعيَّة قراءتها بعد الصَّلاة .
"Adapun membacanya (yaitu Al-Fatihah) setelah shalat fardhu maka saya tidak mengetahui dalilnya dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang ada dalilnya adalah ayat kursy, qul huwallahu ahad, dan qul a'udzu birabbil falaq, dan qul a'udzu birabbinnas. Telah datang hadist-hadist yang menunjukkan disyari'atkannya membaca surat-surat ini setelah shalat lima waktu, adapun Al-Fatihah maka saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan disyariatkannya untuk dibaca setelah shalat" (Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan no: 133)
Demikian pula membaca Al-Fatihah sebelum dan setelah berdoa saya tidak mengetahui dalilnya.
Yang disunnahkan sebelum berdoa adalah memuji Allah dan membaca shalawat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد الله والثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى الله عليه و سلم ثم ليدع بعد بما يشاء
"Apabila salah seorang dari kalian berdoa maka hendaklah memulai dengan memuji Allah dan memujaNya, kemudian hendaknya membaca shalawat atas nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian berdoa setelah itu dengan apa yang dia inginkan" (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzy, Dari Fadhalah bin Ubaid dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:
لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقرأ الفاتحة بعد الدعاء فيما نعلم، فقراءتها بعد الدعاء بدعة.
"Tidak datang dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau membaca Al-Fatihah setelah berdoa sebatas pengetahuan kami, oleh karena itu membacanya setelah berdoa adalah bid'ah" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 2/528).
Wallahu a'lam.
_______________
Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2009/07/membaca-al-fatihah-setelah-shalat.html
Apa-Apa Al-Fatihah Dahulu
قال العلامة الإمام الفقيه محمد بن صالح العثيمين – رحمه الله تعالى – في ( شرح بلوغ المرام ) :
Ketika menjelaskan kitab Bulughul Maram, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin mengatakan
واما ما يفعله بعض العوام من انه كلما أرادوا شيئا قالوا : الفاتحة ؛ وهذا والحمد لله لا يوجد عندنا ؛ لكن يوجد عند إخواننا الذين يفدون إلي البلاد ؛ كل شيء الفاتحة ؛ عند عقد النكاح الفاتحة ، وعند الصلح ، وعند أي شيء ، وهذا بدعة ؛ ولا يجوز ؛
“Adalah kebiasaan sebagian orang awam setiap kali hendak melakukan sesuatu mengatakan ‘alfatihah’. Alhamdulillah perilaku semacam ini tidak dilakukan oleh orang Saudi namun sebagian saudara kita kaum muslimin yang berada di Saudi itu apa apa al fatihah. Ketika akad nikah alfatihah, ketika berunding untuk damai alfatihah. Pokoknya apa apa serba alfatihah. Sikap semacam ini adalah bid’ah yang tidak boleh dilakukan.
لانه لو كانت خيرا لكان أول من يفعلها الرسول صلى الله عليه وسلم وأصحابه لكنها بدعة ، وليست مشروعة .
Alasannya jika perbuatan semacam ini adalah kebaikan tentu saja yang pertama kali melakukannya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Karena mereka tidak pernah melakukannya maka amalan seperti ini adalah bid’ah dan tidak dituntunkan”.
Sumber:
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?p=113402#post113402
Artikel www.ustadzaris.com
Surat al Fatihah untuk Dzikir Pagi Petang
Ketika menjelaskan kitab Bulughul Maram, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin mengatakan
واما ما يفعله بعض العوام من انه كلما أرادوا شيئا قالوا : الفاتحة ؛ وهذا والحمد لله لا يوجد عندنا ؛ لكن يوجد عند إخواننا الذين يفدون إلي البلاد ؛ كل شيء الفاتحة ؛ عند عقد النكاح الفاتحة ، وعند الصلح ، وعند أي شيء ، وهذا بدعة ؛ ولا يجوز ؛
“Adalah kebiasaan sebagian orang awam setiap kali hendak melakukan sesuatu mengatakan ‘alfatihah’. Alhamdulillah perilaku semacam ini tidak dilakukan oleh orang Saudi namun sebagian saudara kita kaum muslimin yang berada di Saudi itu apa apa al fatihah. Ketika akad nikah alfatihah, ketika berunding untuk damai alfatihah. Pokoknya apa apa serba alfatihah. Sikap semacam ini adalah bid’ah yang tidak boleh dilakukan.
لانه لو كانت خيرا لكان أول من يفعلها الرسول صلى الله عليه وسلم وأصحابه لكنها بدعة ، وليست مشروعة .
Alasannya jika perbuatan semacam ini adalah kebaikan tentu saja yang pertama kali melakukannya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Karena mereka tidak pernah melakukannya maka amalan seperti ini adalah bid’ah dan tidak dituntunkan”.
Sumber:
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?p=113402#post113402
Artikel www.ustadzaris.com
Surat al Fatihah untuk Dzikir Pagi Petang
Berikut ini transkrip fatwa Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah tentang hukum menjadikan bacaan surat al Fatihah sebagai bagian dari wirid pagi dan petang. Fatwa ini terdapat dalam kaset ‘Durus wa Fatawa al Haram al Makki’ no kaset 11, side A tepatnya pada menit 4:36-7:29. Rekamannya ada pada kami.
السائل: فضيلة الشيخ هل قراءة الفاتحة في أذكار الصباح و المساء بدعة؟
Tanya, “Apakah membaca surat al Fatihah sebagai bacaan dzikir pagi dan petang itu bid’ah?”
الجواب: لا أعلم أن الفاتحة من أذكار الصباح و المساء. و علي هذا فلا يقرأها أحد في أذكار الصباح و المساء إلا إذا وجد دليلا من السنة أنها تقرأ في أذكار الصباح و المساء فليقرأ وإلا فلا يقرأ
Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah:
“Sebatas pengetahuan kami, surat al Fatihah bukanlah termasuk bagian dari dzikir pagi dan petang. Berdasarkan hal tersebut maka tidak boleh ada seorang pun yang menjadikannya sebagai bagian dari dzikir dan petang kecuali jika dia memiliki dalil dari hadits yang menunjukkan bahwa surat al Fatihah itu termasuk dzikir pagi dan petang. Pada saat itu, silahkan jika dia hendak membacanya sebagai dzikir pagi dan petang. Jika tidak, maka orang tersebut tidak boleh membacanya sebagai bagian dari dzikir pagi dan petang.
كن الفاتحة تقرأ للمريض و يشفي بإذن الله كما ثبت ذلك في قصة السرية الذين بعثهم النبي-صلي الله عليه و علي آله و سلم-فنزلوا علي قوم ضيوفا ولكن القوم لم يضيفوا و لم يكرموا فتناحوا ناحية يعني السرية فسلط الله علي رئيس القوم الذين لم يضيفوهم عقربا فلدغته فتعلم الرجل فأتوا إلي السرية الصحابة قالوا: هل فيكم أحد يقرأ؟ قالوا: نعم, فينا من يقرأ لكن لا نقرأ عليكم إلا بكذا و كذا من الغنم
Namun al Fatihah itu bisa dibacakan untuk orang yang sakit dan akan menjadi sebab kesembuhan dengan izin Allah. Dalilnya adalah kisah sekelompok shahabat yang diutus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka hendak singgah sebagai tamu di suatu perkampungan. Namun ternyata, orang-orang di kampung tersebut tidak mau menjamu dan memuliakan mereka. Akhirnya rombongan para shahabat ini beristirahat di pinggir perkampungan. Taklama setelah itu, kepala kampung tersebut disengat kalajengking. Akhirnya orang-orang di kampung tersebut mendatangi rombongan para shahabat lalu bertanya, “Adakah di antara kalian orang yang pandai meruqyah?”. Para shahabat berkata, “Ada, namun kami tidak mau meruqyah kecuali dengan upah sekian ekor kambing”.
لماذا؟ لأنهم ما أكرموهم و كانوا يجمعوا أن لايضيفوا ولا يطعموا .فذهب أحد من القوم من السرية و جعل يقرأ علي اللديغ سورة الفاتحة فقط فقام الرجل كأنما نشط من عقال يعني كأنه بعير فك عقاله فقام, سليما ليس فيه شيء
Mengapa para shahabat membuat persyaratan semisal itu? Jawabannya jelas karena penduduk kampung tersebut tidak mau memuliakan mereka. Mereka sepakat untuk tidak menjamu para shahabat. Akhirnya salah seorang shahabat meruqyah orang tersebut. Shahabat ini hanya membaca surat al Fatihah pada orang yang tersengat tadi. Begitu selesai dibacakan, orang tersebut lantas bangkit berdiri dengan penuh semangat seakan-akan seekor onta yang dilepas dari ikatan. Artinya orang tersebut sembuh seakan-akan tidak pernah sakit sama sekali.
م إن الصحابة-رضي الله عنهم-أشكل عليهم, هل هذه الغنم التي أخذوها حلال أو لا حتى أتوا النبي- صلي الله عليه و علي آله و سلم-فأخبروه فقال-عليه الصلاة و السلام-للقارئ: “و ما يدريك أنها رقية” يعني أن الفاتحة يقرأ بها على المرضي و يشفي بإذن الله و قال: “خذوا-يعني الغنم-واضربوا لي معكم بالسهم”. اللهم صل و سلم عليه. نعم التعليم
السائل: فضيلة الشيخ هل قراءة الفاتحة في أذكار الصباح و المساء بدعة؟
Tanya, “Apakah membaca surat al Fatihah sebagai bacaan dzikir pagi dan petang itu bid’ah?”
الجواب: لا أعلم أن الفاتحة من أذكار الصباح و المساء. و علي هذا فلا يقرأها أحد في أذكار الصباح و المساء إلا إذا وجد دليلا من السنة أنها تقرأ في أذكار الصباح و المساء فليقرأ وإلا فلا يقرأ
Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah:
“Sebatas pengetahuan kami, surat al Fatihah bukanlah termasuk bagian dari dzikir pagi dan petang. Berdasarkan hal tersebut maka tidak boleh ada seorang pun yang menjadikannya sebagai bagian dari dzikir dan petang kecuali jika dia memiliki dalil dari hadits yang menunjukkan bahwa surat al Fatihah itu termasuk dzikir pagi dan petang. Pada saat itu, silahkan jika dia hendak membacanya sebagai dzikir pagi dan petang. Jika tidak, maka orang tersebut tidak boleh membacanya sebagai bagian dari dzikir pagi dan petang.
كن الفاتحة تقرأ للمريض و يشفي بإذن الله كما ثبت ذلك في قصة السرية الذين بعثهم النبي-صلي الله عليه و علي آله و سلم-فنزلوا علي قوم ضيوفا ولكن القوم لم يضيفوا و لم يكرموا فتناحوا ناحية يعني السرية فسلط الله علي رئيس القوم الذين لم يضيفوهم عقربا فلدغته فتعلم الرجل فأتوا إلي السرية الصحابة قالوا: هل فيكم أحد يقرأ؟ قالوا: نعم, فينا من يقرأ لكن لا نقرأ عليكم إلا بكذا و كذا من الغنم
Namun al Fatihah itu bisa dibacakan untuk orang yang sakit dan akan menjadi sebab kesembuhan dengan izin Allah. Dalilnya adalah kisah sekelompok shahabat yang diutus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka hendak singgah sebagai tamu di suatu perkampungan. Namun ternyata, orang-orang di kampung tersebut tidak mau menjamu dan memuliakan mereka. Akhirnya rombongan para shahabat ini beristirahat di pinggir perkampungan. Taklama setelah itu, kepala kampung tersebut disengat kalajengking. Akhirnya orang-orang di kampung tersebut mendatangi rombongan para shahabat lalu bertanya, “Adakah di antara kalian orang yang pandai meruqyah?”. Para shahabat berkata, “Ada, namun kami tidak mau meruqyah kecuali dengan upah sekian ekor kambing”.
لماذا؟ لأنهم ما أكرموهم و كانوا يجمعوا أن لايضيفوا ولا يطعموا .فذهب أحد من القوم من السرية و جعل يقرأ علي اللديغ سورة الفاتحة فقط فقام الرجل كأنما نشط من عقال يعني كأنه بعير فك عقاله فقام, سليما ليس فيه شيء
Mengapa para shahabat membuat persyaratan semisal itu? Jawabannya jelas karena penduduk kampung tersebut tidak mau memuliakan mereka. Mereka sepakat untuk tidak menjamu para shahabat. Akhirnya salah seorang shahabat meruqyah orang tersebut. Shahabat ini hanya membaca surat al Fatihah pada orang yang tersengat tadi. Begitu selesai dibacakan, orang tersebut lantas bangkit berdiri dengan penuh semangat seakan-akan seekor onta yang dilepas dari ikatan. Artinya orang tersebut sembuh seakan-akan tidak pernah sakit sama sekali.
م إن الصحابة-رضي الله عنهم-أشكل عليهم, هل هذه الغنم التي أخذوها حلال أو لا حتى أتوا النبي- صلي الله عليه و علي آله و سلم-فأخبروه فقال-عليه الصلاة و السلام-للقارئ: “و ما يدريك أنها رقية” يعني أن الفاتحة يقرأ بها على المرضي و يشفي بإذن الله و قال: “خذوا-يعني الغنم-واضربوا لي معكم بالسهم”. اللهم صل و سلم عليه. نعم التعليم
Setelah menerima sejumlah kambing sebagaimana yang telah disepakati, para shahabat bimbang. Apakah kambing yang mereka dapatkan tersebut halal ataukah tidak. Akhirnya mereka datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata kepada yang tadi meruqyah, “Dari mana engkau tahu bahwa surat al Fatihah itu bisa untuk meruqyah?” Dengan kata lain, bisa dibacakan kepada orang yang sakit dan bisa menjadi sebab kesembuhan dengan izin Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya, “Ambillah kambing tersebut dan jangan lupa tolong aku diberi jatah dari sejumlah kambing tersebut”. Inilah cara yang demikian baik dalam mengajar yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ماذا قال: “واضربوا لي معكم بالسهم” و هو ليس بحاجة لها؟ فيما يظهر, تطييبا لنفوسهم حتى لا يبقي عندهم شك.
Mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Dan jangan lupa tolong aku diberi jatah dari sejumlah kambing tersebut” padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membutuhkan kambing tersebut? Kemungkinan besar, Nabi melakukan hal tersebut dalam rangka menyenangkan hati mereka dan agar mereka tidak memiliki keraguan bahwa kambing tersebut halal”.
Catatan:
Menjadikan surat al Fatihah sebagai salah satu bacaan dzikir pagi dan petang bisa kita jumpai dalam buku al Ma’tsurat karya Hasan al Bana. Demikian pula, bisa dijumpai dalam al Manzil, buku kumpulan wirid pagi dan petang yang biasa diamalkan oleh saudara-saudara para karkun (baca: aktivis Jamaah Tabligh).
Moga penjelasan di atas bisa menjadi koreksi untuk kita bersama agar amal yang kita lakukan semakin baik dan sesuai dengan sunnah seiring dengan bertambahnya ilmu yang kita miliki.